Part 6 - Help

23.6K 1K 4
                                    

*Erhan POV*

Kembali ke Indonesia ternyata tidak seburuk apa yang ku bayangkan. Buktinya setelah hampir sebulan aku kembali, aku belum bertemu dengannya. Well, kalau bukan karena Kak Ceren mengancamku bila tidak datang keacara pernikahannya, aku tahu dia hanya takut aku tidak datang seperti waktu pernikahannya Kak Sonya. Aku meringis mengingat Kak Ceren mengancam akan datang ke Jerman lalu menyeretku pulang secara paksa kalau tidak datang ke acara pernikahannya, aku pun yakin ancamanya benar-benar akan terjadi, dia sangat galak dari dulu hingga sekarang, sifatnya tidak pernah berubah.

Aku melangkahkan kakiku ke salah satu club yang cukup terkenal di jakarta ini, sudah lama sekali aku tidak kesini. Kalau bukan karena ulang tahunnya Renald aku tidak mungkin akan kesini, lebih baik menikmati waktu tidurku. Aku juga benar-benar capek minggu-minggu belakangan ini jadwal sesi pemotretan benar benar menyita waktuku. Aku ke Indonesia memang bukan khusus untuk Kak Ceren saja, tetapi untuk pekerjaan juga. Aku juga capek karena Mamih yang selalu memarahiku selalu berganti pacar tapi tidak ada satu pun yang pernah kubawa kerumah untuk dikenalkan padanya. Bahkan katanya kalau aku tidak segera serius juga dia akan menjodohkanku dengan Monic, anak teman Mamih, aku bergidik ngeri, aku tahu Monic seperti apa. Tipikal wanita hedon, bahkan aku sangsi dia masih perawan.

"Happy Birthday bro. Sorry telat"

"Thanks Er. Santai, malah gue kira lo gak akan datang"

"Datang Ren"

"Lo sendirian?"

"Iya sendirian"

"Wah tumben, mana pacar-pacar lo?" Renald meledekku

Aku tidak menjawab hanya cengir mendengar pertanyaannya. Jujur saja aku malas dengan orang yang selalu menayaiku tentang pacar, atau mantan-mantan. Aku tidak mau orang-orang tahu pacarku, tetapi pekerjaan sebagai public figure membuat semua orang tahu pacarku. Bahkan aku tidak pernah mengenalkan pacarku kepada orang tuaku, karena aku tau aku tidak serius kepada mereka. Tentu saja kecuali dia.

"ngomong-ngomong Divo gak kesini?" Tiba-tiba saja aku kefikiran untuk menanyakan Divo. Renald juga teman Divo, karena dialah aku bisa kenal dengan Renald. Omong-omong tentang Divo itu membuatku mengingat kembali waktu bertemu dengan adiknya Devanya, aku sempat kaget waktu pertama kali melihatnya, aku kira Devanya adalah dia, untungnya bukan karena aku belum siap bertemu dengannya walaupun sudah 5 tahun berlalu.

Devanya cantik, sangat cantik. Dengan kulit yang putih bening, hidung yang mancung, rambut bewarna brunette, bola mata bewarna abu-abu, well, keluarga Divo memang memiliki bola mata bewarna abu-abu, bahkan Adam memiliki mata bewarna abu-abu. Tapi.. Dia mengingatku kepada seseorang dan itu membuat luka hatiku terasa terbuka kembali rasa kecewa, kesal, sedih semua menjadi satu. Bukan, bukan karena mereka sama persis atau kembar, tetapi karena kulit putih beningnya, dan rambutnya yang berpotongan sama persis dengannya bahkan warna rambutnya pun sama. Memang aku salah telah bersikap dingin padanya, tetapi biarlah aku memang tidak berniat untuk mengenal lebih jauh lagi

"Er lo dengar gak sih gue ngomong dari tadi?" Renald menyadarkan aku dari fikiran melayangku.

"Eh? Jadi Divo gak kesini?"

"Enggak, kan tadi gue udah bilang dia ada kerjaan diluar kota. Lo mikirin apasih?"

"Sorry bro. Gue ke kamar mandi dulu cuci muka"

"Ok, Gue juga kesana dulu ya"

Aku mengangguk mengiyakan. Lalu berjalan ke kamar mandi, melewati segerombolan wanita-wanita berpakaian ketat yang secara terang-terangngan menggodaku. "Permisi Ladies" lalu memberikan senyum terbaikku kepada mereka, seketika itu mereka langsung diam (atau mungkin terpana?) tapi tak ayal mereka memberiku jalan juga. Aku sudah terbiasa dengan wanita-wanita seperti itu. Pekerjaan membuat aku dikenali banyak orang, khususnya wanita, jelas.

TRUSTWhere stories live. Discover now