Part 28 - Confession

22.3K 998 2
                                    

Devanya baru saja mau menutup pagar rumahnya ketika namanya dipanggil. Tanpa menoleh pun dia tau siapa pemilik suara bass ini

"Devanya!" Erhan memanggil, sambil turun dari BMW putih x6-nya

Mengetahui bahwa ia akan dihampiri oleh orang yang tak ingin dia temui, Devanya cepat-cepat menutup pagarnya kembali

Tapi ternyata Devanya kalah cepat dengan Erhan yang kini sudah menjulang tinggi dihadapannya dengan tangan kirinya yang menahan pagar lalu tangan kanannya berhasil menggapai pergelangan tangan Devanya

Devanya berdecak sebal melihat Erhan. Kenapa dia harus mengikutinya sih?

"Apa lagi? Bukankah sudah cukup perkataanku tadi? We need time"

"I told ya, i don't need time. I just need you" Erhan menatapnya frustasi

Devanya menghentakkan tangan Erhan, "pulanglah Er, sudah malam"

"Pulang bersamaku" Erhan berkata lirih hingga membuat Devanya mengerutkan kening bingung. Kemana Erhan yang selalu terlihat gagah? Kenapa jadi menye begini?

"Aku capek Er, biarkan aku masuk" sebut saja ia istri yang tidak penurut, tapi biarlah.

"Please.. I miss you"

Kangen padanya? Well, dirinya ini semacam pelarian Erhan atau gimana?, "No, you don't. You miss her not me" Muka Devanya memerah seakan-akan rasa cemburunya itu telah membakar hatinya.

Erhan pun tahu siapa yang Devanya maksut itu, "aku kangen padamu Devanya, hanya kau. Bukan orang lain. Percaya padaku"

"Bagaimana aku bisa percaya padamu? Kau saja masih bingung dengan perasaanmu. Aku memang mencintaimu Er, tapi bukan berati aku mau hatiku dipermainkan. Aku tidak suka perasaanku diombang-ambing seperti ini"

Erhan menatapnya tajam lalu berkata, "Tolong percaya padaku Van. I know its too late but aku mencintaimu Devanya"

Devanya termenung berusaha untuk memproses kata-kata Erhan, hatinya bersorak senang tapi sesaat kemudian kesadarannya kembali, "satu jam yang lalu ketika aku bertanya padamu apakah kau mencintaiku kau bilang tidak tahu. Sekarang kau berkata kau mencintaiku. Lalu satu jam lagi apa Er? Kau akan bilang kau membenciku? Apa satu jam dapat merubah perasaan seseorang?"

Erhan menarik nafas, lalu menghembuskan perlahan-lahan. Dia tahu, ini salahnya. Salah dia karena tadi dia tidak langsung menjawab ya, salah nya karena terlalu berfikir kelamaan. Betul kata Kak Ceren dia berfikir dengan lamban mengenai perasaannya ini.

"Dengar, aku mencintaimu Devanya. Aku kangen padamu. Maaf tadi aku tidak langsung menjawabnya, sebenarnya jawabannya sudah ada disini" Erhan mengambil tangan Devanya lalu meletakannya di dadanya, "tapi entalah, otakku berfikir lambat. Yang jelas sekarang aku yakin aku mencintaimu Van. Sangat."

"Tidak. Jangan berkata begitu padaku. Jangan." Devanya menarik tangannya

"Kenapa?" Kerutan disekitar kening Erhan bermunculan

"Jangan katakan cinta padaku hanya karena aku istrimu" yang Devanya mau hanyalah kesungguhan. Bukan karena ada kata 'karena'. Bukankah cinta tak butuh alasan?

"Aku cinta padamu Van. Bukan karena kau istriku atau aku bertanggung jawab padamu atau karena apapun. Ini murni dari hatiku."

Devanya menatap Erhan mencari setitik kebohongan dimanik hitamnya. Tapi dia tak menemukannya. Disana hanya terlihat kesungguhan Erhan

Lagi, Erhan meletakan tangan Devanya tepat di dada kirinya "kau bisa mendengarnya kan? Jantungku berdetak lebih kencang saat denganmu"

"Tapi waktu itu kau bilang, kau juga merasa seperti ini saat dengan Claudia"

"Maafkan aku, aku salah. Aku tak bisa membedakannya. Kemarin aku sangat plin-plan. Yang ku rasa dengannya bukan perasaan cinta, hanya perasaan kaget karena tidak lama bertemu dengannya. Tapi saat berada denganmu perasaanku berbeda. Mungkin aku telat menyadarinya, tapi aku sudah mencintaimu sejak lama Van,

aku selalu mengkhawatirkanmu, aku cemburu saat kau mengobrol dengan lelaki lain, aku juga merasa ada yang hilang saat kemarin kau tidak bersamaku dan aku kangen padamu. Kangen sekali" tanpa aba-aba Erhan menarik Devanya kepelukannya lalu memeluknya erat

"Kau yakin dengan perasaanmu? Bukan karena aku istrimu?"

"No, I'm absolutely sure"

Erhan melepaskan pelukannya lalu menatap manik mata abu-abu Devanya. Ia mencium kedua mata itu, saling menempelkan kening lalu mulai mencium ke hidungnya

"Aku mencintaimu" bisik Erhan sebelum ahkirnya ia melumat bibir mungil itu

Entah sudah berapa lama mereka berciuman sampai suara Divo menginterupsi mereka

"Oh my, get a room please!"

Buru-buru Devanya melepaskan pungutan bibir mereka lalu bersembunyi dibalik tubuh besar Erhan. Berbeda dengan Erhan yang hanya menyeringai melihat Divo

"Maaf Kak Div" cicit Devanya

"Halo Divo"

"Kalian menjijikan tau gak? Gak nyadar ini diluar?"

Devanya yang baru menyadari bahwa sedari tadi dia masih didepan pagar rumahnya tambah mengumpat dibalik badan Erhan. Astaga, dia benar-benar malu! Untung saja ini udah malam. Devanya berdoa, mudah-mudahan tidak ada yang melihat mereka

"Yaampun Div kayak gak pernah kasmaran aja"

"Setidaknya gue tau tempat gak kayak kalian" Kak Divo mendengus melihat Erhan yang malah mengalungkan tangannya pada pundak Devanya

"Ayo masuk, sebelum ada fans-fans lo yang liat kelakuan lo. Bisa-bisa mereka malah jadi haters lagi"

"Gapapa, asal Devanya tetap setia sama gue" Erhan menurunkan tangannya ke pinggang Devanya lalu merangkul erat dan mencium bibirnya

"Ewww, Erhaaan! GET A ROOM!!" Teriak Divo kesal. Dia tak perduli apakah tetangga-tetangga itu bisa mendengarnya atau tidak

"DIMENGERTI KAKAK IPAR!" Teriak Erhan tak kalah kencang lalu mengangkat tubuh Devanya kedalam dekapannya dan masuk kedalam rumah

TRUSTWhere stories live. Discover now