~~~♥♡♡♡♥~~~

"Kalian siap-siap ya, audisi udah lusa, kita harus semakin kompak, biar mereka bisa menikmati musik kita. Karena musik itu gak cuma sekedar suara, tapi musik harus mempunyai jiwa, karena musik tanpa jiwa, seperti raga tanpa nyawa."

Kali ini, Boy, Prilly, dan Yuki baru saja menyelesaikan latihan mereka yang terakhir, karena besok mereka akan beristirahat sejenak untuk mempersiapkan diri di audisi yang jurinya adalah Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Yayasan, beserta guru terpilih yang mempunyai kualitas dalam bidang seni musik.

Pletak..

"Ya Tuhan kakak ipar, ringan banget sih loe punya tangan itu, bisa gegar otak gue kalo tiap ketemu selalu dapat perlakuan sadis dari loe gini." Boy mengelus kepalanya yang terasa berdenyut.

Prilly, meskipun tubuhnya mungil kayak anak SMP tapi jangan ditanya kalau soal seberapa besar tenaganya, pindahin galon dari lantai satu ke lantai dua aja bisa, jadi bisa kan dibayangkan bagaimana rasa tangan gadis mungil itu?

"Lagian loe sok puitis," tawa renyah keluar dari bibir mungilnya.

Tak bisa dipungkiri jika mereka merasakan nerveous menjelang audisi. Mereka yakin murid yang ikut audisi bukanlah murid-murid yang bisa diremehkan kemampuannya, karena mereka mempunyai tujuan dan mimpi yang sama.

Jadi tak mungkin dari mereka akan tampil dengan ala kadarnya tanpa menunjukkan kemampuan masing-masing, yang bisa menjadI point tersendiri bagi para juri.

"Haii semuanya .... " Niki masuk ke ruangan musik dengan membawa sekantong kresek penuh dengan makanan riangan dan air mineral.

"Hai Niki,... wah tau aja kalau kita lagi butuh asupan energi." Prilly menyaut, mengambil alih kantong kresek di tangan Niki dan meletakannya di meja.

"Kalian pasti berjuang sangat keras." Niki menjatuhkan pantatnya di kursi dekat Boy, membuat pemuda itu menatapnya tersenyum dan merapikan poni Niki yang terlihat berantakan.

Yuki dan Prilly hanya menatap sendu ke arah mereka yang selalu terlihat mesra.

"Loe ikut juga kan Nik, audisi ini?" Prilly sudah tak lagi menggunakan bahasa baku saat berbicara kepada Niki.

Niki menggeleng sambil tersenyum,
"Gak Prill, gue nyiapin diri buat pertunjukan showcase, lagian gue juga udah mau lulus kan?"

Prilly mengangguk mengiyakan.

"Owh iya, loe kan uda tingkat 3 ya? Semoga aja di showcase nanti loe dilirik sama salah produser yang bisa ngebuat cita-cita loe terwujud." Yuki menimpali, setelah menengguk setengah air minum kemasan.

"Pastilah, cewek gue ini beeuuhhh,, tiada duanya, yakin pasti dia bisa debut." Boy mendekap pundak Niki dan menyandarkan kepala gadis itu ke bahunya.

"Cihh, kalian bikin gue gerah, .... " Prilly mencembik kesal, sedang Yuki hanya menatap sambil tersenyum.

Kalau boleh jujur Yuki merasa iri, dengan kisah cinta Boy dan Niki yang seperti cerita dalam novel romantis yang biasa ia baca, mungkinkah Yuki juga bisa memiliki kisah yang menarik, dan membuatnya bisa menceritakan kisahnya pada anak dan cucunya kelak.

HARMONIZEWhere stories live. Discover now