Dan kali ini, aku tidak hanya menghindar. Tetapi berlari keluar rumah. Menghindari amukan sang macan betina. Nyonya Park menggeleng melihat tingkah kami berdua yang bagai anak kecil.

If you feel the rain
All day long again
I will go and chase the sun for you
Chase the sun for you

Selang puluhan menit, aku sampai di sebuah rumah besar di bilangan perumahan gangnam. Seperti biasa, seorang bibi tua berusia 40-an menyambutku hangat. Kemudian menggiring diriku masuk. Menuju ke sebuah ruang yang diberi nama pemiliknya sebagai ruang belajar.

Besar ruang itu, hampir sama seperti kamarku di rumah. Atau bahkan lebih besar lagi. Di dalamnya, banyak sekali lemari yang berisi buku-buku lengkap seperti perpustakaan. Di pojok ruangan, sebuah grand piano warna putih tulang berdiri dengan gagahnya. Di sisi sebelahnya, ada sebuah studio kecil lengkap dengan berbagai alat rekam. Juga ada gitar, biola, dan juga saxophone.

Di tengah ruangan, ada sebuah meja besar dari krystal yang berkilau. Meja itu yang akan menjadi spot diriku selama dua jam ke depan. Ya, aku seorang guru les dari anak gadis direktur utama tempat ayah bekerja.

Mataku melirik jam yang melingkar di tanganku dengan malas. Sudah lebih lima menit dari jam janjian kita berdua. Itu berarti akan berlanjut untuk lima belas menit ke depan. Merasa bosan, aku meraih gitar yang tak jauh dariku. Dan mulai memetiknya.

"Kau sudah bisa memainkan sebuah lagi sekarang." Sebuah suara mengalihkan perhatianku. Seorang gadis yang ku tunggu kini tengah berdiri di depan pintu. Tangannya terlipat ke depan. Dengan gaya angkuhnya yang biasa.

Kali ini tubuhnya dibalut dress cantik warna hitam berenda. Aku tak tahu jika warna itu bisa membuat seorang gadis terlihat sexy dan imut di waktu bersamaan.

Dia berjalan santai menuju ke arahku. Lalu mengambil duduk tepat di hadapan diriku. Perlahan ku letakkan kembali gitar tersebut.

"Berarti-" Ia menopang kepalanya dengan kedua tangannya. Matanga terarah padaku. "-sekarang kau sudah bisa mengiringiku bernyanyi kan?" Ia mengakhiri ucapanna dengan dua kedipan.

If you’re feeling blue
There’s something I can do
Sending butterflies and rainbows
They come they go

Aku langsung berdehem keras. Menghindari tatapan membunuh itu. Mencoba mengalihkan perhatian, aku mulai membuka buku matematika, memulai sesi les privat hari ini.

"Hari ini kita melanjutkan materti kita yang kemarin yaitu mengenai aljabar. Untuk lebig lanjutnya bisa kita buka pelatihan 3 halaman—"

"—aku tidak suka baju yang kau pakai hari ini."

Aku mendongak. Mata kami kembali bertemu. Jantungku berdetak tak beraturan. Rautku berubah gugup. Namun, gadis itu terlihat datar saja.

"Sudah ku bilang beberapa kali kan? Aku tidak suka dengan lelaki yang hanya memakai kaos seperti itu."

Aku mengumpat diriku dalam hati. Bodoh, gara-gara terburu-buru, aku memakai pakaian yang dibenci gadis itu. Kaos oblong tanpa kerah.

"Ini terlihat membosankan dan berantakan. Seharusnya kau bisa memakai pakaian yang lebih rapi. Seperti—"

"—kemeja atau sweater hangat. Bukannya kaus tanpa kerah atau hoddie kedodoran." Aku memotongnya cepat.

Gadis itu menganguk mengiyakan."Nah itu kau tau."

Aku menunduk. Dan berucap pelan. "Sunghwan—"

"—Wendy Son." Ralatnya cepat.

If there’s in the air
A song that we used to share
It will keep me smiling down the road
Down my fading road

Sasaeng Fans [EXO]Where stories live. Discover now