Xiumin Story

3.9K 267 5
                                    

Xiumin Story

I am almost never sure about what I want. But I am always sure about what I don't want. -Kim Minseok-

***

-Xiumin pov-

Aku tidak suka susu rasa pisang. Aku tidak suka apapun hal yang beraroma lavender. Aku tidak suka hujan gerimis. Aku tidak suka udara yang terlalu panas. Aku tidak suka saat ada orang yang mengangguku bermain piano. Aku tidak suka orang mengganggu waktu makanku. Aku tidak suka saat orang menyentuh barangku sembarangan. Aku tidak suka dengan... tubuh gemukku.

Aku selalu yakin dengan semua hal yang tidak ku sukai. Tetapi...aku tak pernah yakin dengan hal yang ku sukai. Dan karena hal sepele itulah, daftar hal-hal yang tidak kusukai pun bertambah. Aku tidak suka karena tidak tahu apa yang ku sukai.

Tapi...itu semua berubah. Akhirnya, setelah lama aku mencari-cari hal apa yang ku sukai, aku menemukannya juga. Hanya satu tetapi berarti segalanya. Kau.

***

Kala itu siang hari, panas yang terik membuat kepalaku sedikit pusing. Inilah yang tidak ku sukai dari udara yang terlalu panas. Karena tubuhnya yang cukup berisi, tubuhku menjadi lemah saat udara panas. Kekurangan cairan tubuh lebih tepatnya.

Seperti hari-hari biasanya, aku mengutus salah satu pembantu untuk mengantarkan aspirin ke kamarku melalui intercom. Tak ada yang special memang. Lima menit setelah perintah ku layangkan, akan ada seseorang yang mengetuk pintu kamarku. Seperti biasanya.

"Masuk." Teriakku lemah dari depan piano. Pening yang melandaku memang tak terlalu parah, hanya saja -sekali lagi ku tegaskan- aku tidak suka udara panas.

"Taruh saja aspirinnya di meja." Aku menunjuk meja kecil dekat piano besar milikku. Orang yang ku suruh melakukan semuanya dengan tenang. Ia sempat membungkuk hormat sebelum pergi meninggalkan kamarku.

Aku hendak memainkan pianoku sejenak sebelum menyadari adanya kejanggalan. "Tunggu." Teriakku tegas. Suara langkah perempuan tadi berhenti. "Apa aku menyuruhmu membawa obat sakit perut milik Ayah dan bukannya aspirin?"

"Ne?" Aku mengernyit bingung. Merasa tak mengenali suara pembantunya tersebut. Dengan cepat aku mendongak dan membalikkan badan. Cukup terbelalak mendapati seorang wanita muda kini berdiri tak jauh darinya.

"Nuguseyo?" Aku bertanya hati-hati. Gadis itu menunduk memberi salam. "Hallo... Saya Ahra. Anak perempuan Ibu Jo. Itu... Ibu saya hari ini sakit, jadi saya yang menggantikan pekerjaannya di sini. Mohon bantuannya."

Aku menghela nafas pendek. "Apa sakitnya parah?"

Gadis itu menggeleng cepat. "Hanya demam biasa."

"Syukurlah. Itu berarti ia akan cepat kembali." Ucapku sedikit ketus. Ku raih kembali obat yang tadi diantarkan olehnya. "Apa kau tahu perbedaan aspirin dengan obat sakit perut?"

Ahra menunduk dalam. Meminta maaf atas kesalahan yang ia lakukan. "Akan saya ambilkan kembali."

Sebelum dia mulai berjalan menjauhiku kembali, tanganku sudah mencekalnya. "Biar aku saja. Kau ikuti aku." Kataku datar tanpa nada.

Kami berdua berjalan bersama dengan aku memimpin di depan. Tak ada satu kalimat pembicaraan pun yang hendak kami berdua lakukan. Baguslah. Lebih baik seperti ini, karena aku tidak terlalu suka terlibat pembicaraan dengan orang lain.

Mungkin karena itu juga orang-orang di sekolah yang mendeklarasikan dirinya sebagai temanku hanya beberapa orang saja. Masih terhitung dengan jari tangan saja. Itu pun jika mereka akan berbicara denganku jika benar-benar butuh. Mengenaskan.

Sasaeng Fans [EXO]Where stories live. Discover now