28

5.1K 171 1
                                    

Sore ini Dea berencana untuk pergi ke Malang, dengan maksud menghilangkan jejak sementara di waktu libur kuliahnya selama satu minggu.

Sudah sejak pagi tadi Dea telah mempersiapkan tas punggung besarnya dan koper kecil yang berisi baju - baju. Dea juga telah membersihkan badannya dan sudah siap untuk pergi ke stasiun pukul setengah empat sore nanti. Jadwal keberangkatan kereta ke Malang dari Jakarta adalah pukul enam sore nanti.

Kamar kos yang hanya berukuran tiga kali empat itu sudah menjadi tempat Dea sehari - hari bertapa. Akhirnya, Dea pun dapat keluar dan bebas dari lingkungan kosannya yang membosankan itu.

"Dea, lo jadi gak barengan berangkat ke Malangnya?" Tanya salah satu teman Dea yang merupakan teman satu kampus Dea yang juga bermaksud akan pergi ke kampung asalnya di Probolinggo.

"Jadi dong, Sen. Lo gak lihat apa nih gue udah siap." Jawab Dea.

"Ya udah, ayo, ntar kereta dari Jakarta ke Malang udah keburu berangkat," Ajak Sena.

Sebelum menutup pintu kamar kos nya, Dea tidak sengaja melihat setangkai bunga edelweiss pemberian Arya di malam prom night yang biasa digunakannya menjadi pembatas buku. Dea mengambil setangkai bunga itu, lalu meletakkannya didalam tas kecilnya.

"Udah siap belum, Dea?" Tanya temannya yang satu lagi.

"Iya iya, sudah ayo, Sen, Ris."Jawab Dea lagi.

Dea, dan kedua temannya, Senna serta Riska sudah siap untuk berangkat bersama ke Malang dengan tujuan yang berbeda - beda. Jika Dea akan berlibur mengeksplor indahnya kota Malang, kota Batu, dan Gunung Bromo, lalu Senna akan pergi ke kampung halamannya untuk menemui keluarganya. Maka, Riska akan pergi untuk menemui neneknya.

***

Perjalanan menggunakan kereta malam itu kurang lebih selama hampir lima belas jam lamanya. Belum lagi karena gelap jadinya tidak dapat melihat pemadangan apa - apa kecuali hitam.

Dea yang bosan dengan pemandangan dan suasana kereta yang tampak riuh memilih untuk mendengarkan lagu, sambil membaca buku karya Pidi Baiq yang berjudul Dilan. Setangkai bunga edelweiss itupun digunakan Dea untuk menjadi pembatas bukunya.

***

Sudah lebih dari sebelas jam berada di dalam kereta membuat Dea sangat jenuh. Kedua temannya yang lain lebih memilih untuk tidur, sedangkan Dea sangat susah sekali untuk tidur.

Dea membuka gorden kereta secara perlahan, ia mendapati sunrise yang indah dari dalam kereta. Pemandangan  yang semula membosankan akhirnya berubah menjadi sangat indah, banyak sekali sawah - sawah terbentang disekitar jalur kereta. Dea mengambil kameranya dan mulai mengambil gambar beberapa kali.

***

Tak terasa sudah pukul sembilan, kereta pun terhenti di stasiun Malang. Stasiun Malang hari itu terlihat sangat ramai, mungkin karena sudah mulai memasukki musim masuk sekolah kembali sehingga menjadi ramai, banyak orang berlalu - lalang disekitar stasiun.

Dea dan kedua temannya pun berpisah di stasiun itu. Dea sudah memiliki janji dengan saudara sepupunya yang akan menjemput Dea dan mengajak Dea untuk pergi mengelilingi daerah Malang, dan sekitarnya.

"Dea!" Tiba - tiba ada seseorang menyebut namanya, Dea menoleh, rupanya itu adalah saudara sepupunya yang akan menjemputnya.

"Rama! Apa kabar kamu? Pakde sama bude kabarnya gimana? oh iya kabar kak Agas juga gimana?" Sapa Dea.

"Alhamdulillah, semuanya baik. Oh iya, gimana nih? mau kemana dulu?" Tanya saudara sepupunya yang terlihat sepantaran dengan Dea itu, yang bernama Rama.

EdelweissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang