05

6.1K 336 6
                                    

Beberapa hari kemudian, hari yang telah ditunggu - tunggu oleh Dea telah tiba. Dea sudah terbangun sejak pukul lima subuh tadi, ia masih sibuk memilih baju mana yang akan digunakkan nanti. Sudah hampir satu jam, Dea masih sibuk memilih baju tidak seperti biasanya.

Krek ... pintu terbuka, tampak Ibu masuk ke kemar Dea dan menatap Dea dengan bingung. "Wah, anak ibu sudah gadis ya. Mau memilih baju untuk jalan dengan temannya saja susah sekali sepertinya, jangan - jangan kamu mulai jatuh cinta ya?" Ejek Ibu.

"Eh, ibu... Haha, tidak kok bu. Hanya saja takut salah kostum, menurut ibu pakai baju yang ini atau yang ini atau yang mana?" Tanya Dea sambil menunjukkan sweater panjang berwarna biru dengan tulisan "HIPSTER", baju terusan rok panjang berwarna putih, dan baju - baju yang diletakkannya di atas kasur.

"Menurut ibu, lebih baik kamu jadi diri sendiri saja. Memang, ketika orang sedang jatuh cinta akan berusaha untuk tidak menjadi dirinya sendiri karena gengsi. Tapi menurut ibu, lebih baik kamu pakai kaus australia yang putih itu, dan celana panjang hitam yang itu. Pasti cocok, nanti rambut kamu dikuncir kuda saja." Jawab Ibu sambil tersenyum menatapi anak perempuannya yang mulai gadis itu.

Dea langsung saja mengambil baju yang disarankan oleh ibunya, dan segera menggantinya. Terlihat jam dinding telah menunjukkan pukul setengah delapan. Dea segera bergegas, lalu ia meraih kemeja kotak - kotaknya yang berwarna cokelat. "Ibu, jika kemeja ini aku gunakkan tetapi tak kukancing bagaimana? Menurut ibu cocok atau tidak?" Tanya Dea. Ibu hanya mengangguk, setelah itu Dea segera meraih kameranya dan tas kecilnya yang hanya diisi dompet, powerbank, dan handphone nya.

Dea menunggu Arya didepan pintu rumahnya. Tak lama kemudian, Arya tiba dengan motor vespa favoritnya itu. "Selamat pagi." Sapa Arya.

Kemudian, Arya turun dan bersalaman dengan ibunya Dea. "Assalamualaikum, tante. Apa saya boleh membawa anak tante ini pergi mengelilingi Jakarta?" Tanya Arya meminta izin.

"Waalaikumsalam, iya silahkan tolong jaga anak ibu baik - baik ya," Jawab Ibu.

"Oke tante, saya pamit dulu ya tante." Pamit Arya yang kemudian menggandeng tangan Dea yang sedang melambaikan tangannya pada ibunya.

"Dea pamit ya, bu. Assalamualaikum!" Pamit Dea. Arya memberikan salah satu helm - nya kepada Dea untuk digunakkan oleh Dea.

***

Perjalanan dari rumah Dea ke kota tua cukup lama, tetapi untung saja mereka berangkat pagi sehingga tidak ada kemacetan yang mengganggu mereka.

"Masukkan tanganmu ke dalam saku jaket saya." Pintah Arya saat dilampu merah. Dengan sedikit ragu - ragu, Dea memasukkan tangannya ke dalam saku jaket Arya. "Tidak usah kaku, tidak apa ini demi keselamatanmu juga jadi santai saja." Lanjut Arya yang merasa Dea sedikit kaku.

Mungkin memang sudah kodratnya jika perempuan itu baper, Dea merasa seolah - olah terbang tak tahu arah lagi. Ia merasa cukup bahagia saat itu. Selama diperjalanan, mereka mengobrol, entah membicarakkan apa. Mulai dari fotografi, hingga sastra, lalu musik. Benar - benar pasangan yang cukup serasi karena memiliki hobi yang hampir sama persis.

***

Tak terasa, akhirnya mereka telah sampai di kota tua Jakarta. Dea segera turun dari motor dan melepaskan helm - nya, Arya masih mencoba untuk memarkirkan motor vespanya tersebut.

"Sudah siap untuk seru - seruan hari ini?" Tanya Arya.

"Siap! Aku juga sudah siap dengan kamera ini." Jawab Dea sambil menunjukkan kameranya. Arya hanya tersenyum datar.

"Kamu sudah makan? Kalau belum, makan kerak telor dulu yuk. Kerak telor merupakkan makanan khas Jakarta, saya yang membayari deh." Ajak Arya. Dea mengangguk semangat. Sebelum beraksi, mereka mengisi energi terlebih dahulu. Dengan jahil, Arya memotret Dea saat sedang makan.

"Arya! Hapus, pasti aku jelek sekali disitu." Pintah Dea yang berusaha meraih kamera Arya. Karena tak juga berhasil, Dea menghidupkan kameranya, dan membalas dengan cara memotret Arya ketika Arya sedang meminum air putihnya.

"Ceritanya balas dendam?" Ejek Arya. Dea hanya menjulurkan lidahnya dengan tatapan mengejek. Arya hanya tertawa kecil.

Setelah itu, mereka kembali berjalan menyusuri lorong - lorong yang dimana banyak orang - orang berjualan dan menawarkan jasa di sekitar lorong tersebut. Dea sibuk memotret spot - spot yang menurutnya bagus. Sesekali, Arya memotret Dea secara candid.

"Kamu coba berada ditengah - tengah, terus kamu foto fokusnya ketengah. Pasti bagus," Saran Arya.

Dea hanya mengangguk dan mencoba mengikuti saran Arya. Ia memotret beberapa kali, setelah itu menunjukkan hasilnya kepada Arya. Arya hanya mengangguk dan mengacungkan jempol.

Mereka berkeliling mengunjungi museum fatahillah, museum seni, dan lain - lain. Entah tak sengaja atau tidak, tiba - tiba Arya menggandeng tangan Dea. Dea hanya terdiam, jantungnya terasa hampir copot, ia tak pernah merasakkan ini sebelumnya. Rasanya berbeda, Dea hanya terdiam tak berekspresi, tatapan matanya seperti kosong, ia hanya berjalan mengikuti kemana arah langkah kaki Arya menuju.

"Dea?" Arya yang sadar akan hal itu kemudian berhenti mencoba memanggil Dea. "Halo, Dea?" Tangan Arya kemudian melambai - lambai di hadapan Dea.

"Eh iya? Ada apa?" Tanya Dea tampak terkejut. Arya hanya menggelengkan kepala, Dea masih merasa bahwa ini semua hanya deja vu, padahal sebenarnya tidak. Rasanya ingin terbang menyusuri awan - awan dan terbang tak tahu arah. Dea merasa, bahwa semuanya mungkin hanya ketidak sengajaan karena Arya sendiri bukanlah tipikal orang yang seperti itu.

Tak terasa hari mulai siang, Arya mengajak Dea untuk pergi ke cafe seperti biasa, sambil menikmati alunan lagu - lagu yang tenang dan damai. Dea merasa, ia mulai jatuh hati pada Arya tetapi Dea tak ingin pertemanannya rusak hanya karena ia menyukainya, belum lagi jika harus menerima kenyataan bahwa Arya tidak suka pada Dea, tentu itu akan membuatnya menjadi patah hati untuk pertama kalinya.

"Bagaimana menurutmu hari ini? Apa ada usul mau kemana lagi kita?" Tanya Arya yang sikapnya mendadak berubah menjadi manis kepada Dea.

"Hari ini sangat bahagia, sangat, sangat, bahagia. Terserah mau kemana, asal sama kamu aku mau dan aku sudah lebih dari kata bahagia. Apa ini mimpi? Kau tiba - tiba bersikap manis denganku?" Gumam Dea dalam hati. Ia hanya menunjukkan raut wajah tanpa ekspresi.

"Halo... Dea? Kamu kenapa sih?" Tanya Arya sedikit bingung.

"Oh iya, tidak apa. Hari ini seru sekali, aku bisa mendapatkan stok foto yang cukup banyak untuk diunggah ke akun instagramku. Sudah follow? Usernamenya deandraclaresta. Setelah ini kita pergi kemana saja, aku setuju asal tempatnya tidak terlalu ramai karena aku tidak terlalu suka keramaian." Jawab Dea dengan cepat, seperti tulisan huruf yang mungkin tidak ada spasi lagi. Dea masih merasa aneh, jantungnya masih belum berhenti berdegup kencang tak seperti biasanya. Ia benar - benar merasa aneh. []

EdelweissWhere stories live. Discover now