07

4.8K 291 5
                                    

Arya mengeluarkan dua buku notebook yang dibelinya saat hendak membayar tadi. Dea menjadi bingung, permainan apakah yang dimaksud oleh Arya. "Kamu kan suka membaca, dan suka merangkai kata - kata kan? Maka itu, saya buat permainan ini untuk kita berdua. Jika saya akan menuliskan lirik dan puisi yang sesuai dengan keadaan hati saya di dalam buku ini, maka kamu juga akan menuliskan kutipan - kutipan atau bahkan puisi dan lirik sesuai dengan keadaan hati kamu di dalam buku ini. Dan, setiap tanggal-" Pembicaraan Arya seketika terhenti dan ia nampak seolah - olah memikirkan sesuatu, Dea hanya menaikkan alisnya seolah ia bertanya ada apa. "Hm setiap tanggal dua puluh dua, kita saling bertukar buku ini dalam waktu seminggu dan harus membaca, oh iya harus bisa menebak apa yang dirasakkan oleh satu sama lain ya. Dan, tuliskan juga tulisan yang menurutmu pantas untuk menanggapi tulisan tersebut. Mengerti?" lanjut Arya menjelaskan sambil menunjukkan dua buku notebook itu.

Kemudian, Dea berpikir sejenak mencerna apa yang dimaksud oleh Arya. "Hm, baiklah... aku setuju, jadi aku akan mengikuti permainanmu." Kata Dea menyetujui permainan yang dibuat oleh Arya. "Kalau yang menang bagaimana? kalau yang kalah juga bagaimana?" Lanjutnya.

Arya terdiam, seperti sedang memikirkan sesuatu. Dea hanya menatap Arya dengan tatapan bingung dan seolah bertanya.

"Memang bisa menebak kalah atau menangnya itu darimana?" Tanya Arya balik.

"Hehe..." Dea hanya tertawa kecil, kemudian Dea melihat jam tangannya terlihat jarum pendek menunjukkan angka tiga, dan jarum panjang menunjukkan angka empat. "Pulang yuk, udah hampir sore nih hehe." Ajak Dea, Arya hanya mengangguk.

Kemudian, mereka beranjak dari tempat tersebut. Tampak langit mulai mendung, awan hitam telah berkumpul dilangit luas. Arya memberikan jaket - nya kepada Dea, "Pakai jaketnya sebentar lagi akan turun hujan. Kalau hujannya deras, tenang saja saya akan cari tempat untuk berteduh kok." Kata Arya.

Dea tersenyum dan memakai jaket Arya untuk pertama kalinya. Kembali seperti deja vu, Dea masih percaya tidak percaya bahwa Arya akan meminjamkan jaketnya kepada Dea.

Selama perjalanan, mereka hanya saling berdiskusi tentang musik dan sastra. Di tengah - tengah perjalanan mereka terjebak macet karena pada saat itu memang kendaraan sedang ramai berlalu - lalang di sekitar jalanan tersebut. Untungnya, Arya mengetahui seluruh jalan tikus yang ada di daerah itu sehingga mereka tidak terjebak macet terlalu lama.

***

Dua puluh menit kemudian, akhirnya mereka sampai dirumah Dea.

"Dea, saya pulang dulu ya." Pamit Arya.

"Eh, jangan dulu dong... Kamu mampir ke rumahku dulu ya, hehe." Ajak Dea.

"Hm, baiklah." Kata Arya lalu menyusul Dea di belakang Dea dan masuk ke ruang tamu Dea.

"Silahkan duduk." Kata Dea mempersilahkan Arya duduk, tiba - tiba seorang laki - laki paruh baya yang merupakkan ayah Dea datang menghampiri Dea. "Oh iya, yah... kenalkan ini teman Dea namanya Arya." Dea memperkenalkan.

Arya bangkit lalu bersalaman dengan Ayah Dea. "Halo, om... saya Arya," Kata Arya.

"Iya, Arya. Yasudah, ayah balik ke belakang dulu ya. Silahkan mengobrol sepuasnya, mumpung hari masih cukup terang." Kata Ayah yang kemudian berlalu dari hadapan mereka berdua.

Dea dan Arya duduk diruang tamu. Mereka mengobrol dengan asyiknya dan saling bertukar pikiran. Dea tanpa sadar mengelus perutnya. "Duh, aku lapar nih." Kata Dea.

"Bukannya tadi sudah makan? Oh iya, kamu makannya sedikit sih. Jadi bagaimana?" Tanya Arya.

"AHA! Masak indomie aja, ala anak kos gitu. Mau gak? Kita masak bareng - bareng." Ajak Dea.

"Hm, boleh." Jawab Arya.

Lalu, Dea mengajak Arya ke dapur nya yang terletak di sisi kiri rumahnya. Di dapur, Dea mengeluarkan dua bungkus indomie goreng dari lemari kecil, lalu mengambil panci dan dua buah piring. Arya hanya berdiri menatapi Dea yang sibuk mengambil alat dan bahan untuk membuat indomie.

"Tolong ambilkan gunting dong, dan isi panci ini dengan air itu ya." Kata Dea meminta tolong. "Oh iya, guntingnya ada di laci kedua." Lanjutnya. Arya langsung sigap bergerak seperti dan membantu Dea, lalu Arya memberikan panci berisikan air dan gunting tersebut ke Dea. Dea tersenyum dan menunjukkan ibu jari nya.

"Oke! Selamat datang di acara kita. Bersama dengan chef Dea dan bintang tamu kita chef Arya!" Kata Dea dengan semangat. Arya hanya menggeleng - gelengkan kepalanya dan tertawa kecil.

"Apa yang bisa saya bantu?" Tanya Arya.

"Kamu tolong nyalakkan kompor dan tunggu sampai airnya mendidih, terus masukkan mi ini ke dalam panci itu, aku yang akan menaruh bumbunya dan memasak telurnya." Jawab Dea. Arya mengangguk, dan melaksanakkan apa yang di perintah Dea.

Selama masak mereka tak jarang saling menyipratkan air ke satu sama lain. Baru kali ini lah, Dea melihat Arya dapat tersenyum dan tertawa. Ayah Dea yang ternyata tak sengaja sedang lewat melihat mereka dengan tertawa.

Tak lama kemudian, masakkan mereka pun telah siap untuk disantap. Mereka meletakkan piring masing - masing di alas karpet yang berada di ruang keluarga Dea. Arya membawakkan dua gelas berisi air putih, dan Dea menyalakkan televisinya. Lalu, mereka menyantap mi goreng itu dengan nikmatnya.

"Nih ya, aku itu bukan orang yang nasionalis banget, aku gak bangga sama sepak bola Indonesia, bulutangkis di Indonesia pun juga udah turun jauh dibanding dulu. Tapi aku bangga banget Indonesia punya indomie goreng yang enaknya selangit." Kata Dea dengan senang, kemudian melanjutkan makannya.

Arya hanya menggeleng - gelengkan kepala. "Diem sebentar." Pinta Arya yang kemudian mengambil tisu dan mengusapkannya di dekat bibir Dea, jantung Dea berdegup kencang dan terdiam. "Kamu kalau makan jorok banget, sampai celemotan gitu." Ejek Arya.

Dea hanya tertawa kecil. Mereka kemudian melanjutkan mi mereka sambil menonton acara televisi yang saat itu sedang menayangkan film kartun Spongebob Squarepants.

Tak terasa hari mulai gelap. Arya pamit pulang dan bersalaman dengan ayah Dea serta ibu Dea yang baru sampai rumah.

"Saya pamit dulu ya, om, tante. Hari sudah mulai gelap, saya tidak bisa meninggalkan orang tua saya sendirian terlalu lama. Terima kasih om, tante." Pamit Arya yang kemudian menaikki motornya dan tersenyum melihat Dea, Ibu Dea, dan Ayah Dea yang juga tampak tersenyum melihat Arya.

Saat Arya telah berlalu dari hadapan mereka. Mereka kemudian masuk ke dalam rumah.

"Cie, baru pindah sudah dapat cowok baru nih." Ejek Ayah.

"Haha, apaan sih yah. Dia hanya temanku kok." Jawab Dea sambil tertawa dan menepuk lengan ayahnya. Ibu nya hanya ikut tertawa kecil.

Lalu, Dea langsung berlari ke arah kamar tidurnya dan merebahkan diri di atas kasur. Ia langsung mengambil notebook pemberian Arya. "Hm... nulis lirik payung teduh aja, gak apa - apa kan?" gumam Dea. Lalu, ia menuliskan:

Ada yang tak sempat tergambarkan oleh kata
Ketika kita berdua
Hanya aku yang bisa bertanya
Mungkinkah kau tahu jawabnya

Malam jadi saksinya
Kita berdua diantara kata
Yang tak terucap
Berharap waktu membawa keberanian
Untuk datang membawa jawaban

Mungkinkah kita ada kesempatan
Ucapkan janji takkan berpisah selamanya.

Payung Teduh - Berdua Saja.

Setelah itu, Dea menutup notebook nya dan kembali merebahkan diri di atas tempat tidurnya sambil tersenyum. Ia merasa, bahwa ia mulai jatuh cinta pada pandangan pertama. []

------

a/n

hai semuanya, maaf dalam dua hari kemarin gak sempet update karena author nya lagi di luar kota dan susah buat nyari waktu yang pas untuk nulis dan nyari inspirasi.

dan finally, akhirnya bisa nulis dan update juga
di vote dan di komentar ya!

Terimakasih banyak.
Selamat membaca, and have a nice day guys! :)

EdelweissOnde histórias criam vida. Descubra agora