25

2.9K 144 0
                                    

Tak terasa sudah hampir larut malam, tetapi taman komplek justru semakin ramai malam itu. Adit dan Dea masih duduk - duduk di ayunan sambil mengobrol, dan memandangi langit gelap yang dihiasi oleh bintang - bintang bersinar diatas sana.

"De, udah malam, kita pulang aja yuk?" Ajak Adit.

"Ya udah, ayuk."

Seperti biasa, Adit bangkit dari ayunan terlebih dahulu, lalu menggandeng tangan Dea dengan erat.

Jarak dari taman komplek ke rumah Dea juga tidak terlalu jauh. Hanya butuh melewati beberapa rumah saja di arah utara taman komplek.

Sesampainya dirumah, Adit ikut masuk mengantar Dea hingga halaman depan rumah Dea. Lingkungan sekitar rumah Dea tampak sepi sekali, mungkin karena sudah malam.

"De, ada yang mau gue omongin sama lo."

"Ngomong aja."

"Jujur aja ya, sebenarnya gue itu sayang banget sama lo, baru kali ini gue merasa lo itu beda dari mantan - mantan gue, dan baru kali ini gue ngerasain yang namanya benar - benar jatuh cinta sama cewek. Tapi, gue pikir gue gak bisa maksain perasaan orang yang gue suka buat nanggapin perasaan gue."

Dea terdiam, dia sedikit mengerti apa yang dibicarakan oleh Adit.

"Tapi, gue sayang sama lo, Dit."

Adit tersenyum.

"Gue sayang sama lo, gak mungkin gue nerima lo kalau gue gak sayang sama lo, Dit."

"Lo bisa bilang kalau lo sayang sama gue, tapi hati gak akan bisa bohong, De. Mau lo berusaha buat sayang sama gue kayak manapun, hati lo tetap akan buat Arya. Gue lebih senang lihat cewek yang gue sayangi bahagia sama orang lain, daripada sama gue sendiri, tapi gak tulus. Rasanya itu sakit, De."

Dea hanya bisa diam. Ia berpikir, pasti karena kesalahannya tadi sudah sangat fatal bagi Adit, sehingga Adit berani berbicara seperti itu.

Dea menghela napasnya, kemudian berpikir sebentar.

Setelah berpikir cukup lama, Dea pun berkata, "Adit, lo itu laki - laki yang baik, jujur sampai saat ini gue juga gak bisa ngelupain Arya, gue masih gak bisa buat hilangin Arya dari hati gue, gue udah berusaha buat sayang sama lo yang lebih tulus dari dia, tapi gue gak bisa, gue minta maaf, Dit."

"Gak perlu minta maaf, gak perlu susah - susah buka hati lo untuk orang lain, De. Jadi lebih baik hubungan kita berhenti disini aja ya, De? Makasih buat semuanya, makasih buat semua kenangannya, De. Gue bakal tetap simpan bola basket itu. Maafin gue juga kalau gue punya salah sama lo, De."

"Oke, gue juga mau bilang makasih buat semuanya, semua kenangannya, maafin gue kalau selama ini gue selalu buat kesalahan tanpa mikirin perasaan lo lagi. Aditya Ganesha, lo itu cowok yang baik, masih banyak cewek diluar sana yang lebih baik dari gue, dan lebih bisa bikin lo bahagia, makasih dan maaf."

"Maafin gue ya, De. Kita bisa berteman aja, seperti biasa."

"Iya, fokus belajar aja ya, sebentar lagi mau kelulusan."

"Oke, gue pamit ya, De? Jaga diri lo baik - baik, selamat malam."

Suasana malam itu yang awalnya berwarna malah menjadi suram.

Dea langsung membuka pintu rumahnya, dan berlari menuju kamarnya.

Di kamar, Dea tidak melakukan apa - apa lagi selain langsung merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur.

Deandra Claresta.
Kau sungguh bodoh, Dea.
Coba saja tadi kau tidak salah menyebut nama Adit menjadi Arya.
Kau tidak memikirkan bagaimana perasaan Adit saat itu.
Bodoh.
Kau sungguh bodoh. — Dea terus berkata seperti itu pada dirinya sendiri.

Dea tidak tahu harus berbuat apa - apalagi. Ia lebih memilih untuk mengurung diri di kamarnya, hingga ia tertidur pulas.

***

Hari minggu, Arya sudah terbangun sejak subuh tadi.

Arya mengambil handphone nya, mencari kontak Dea dan membukanya.

Arya menuliskan pesan, Hai, Deandra. Apa kabar? apa kamu ada masalah? saya merasa kamu sedang memiliki masalah hari ini, ceritakan pada saya, siapa tahu saya dapat membantumu.

Tapi, Arya tidak mengirimkan pesan itu dan langsung menghapusnya kembali.

Perasaan Arya berkata bahwa Dea sedang memiliki masalah, ingin bertanya, tapi Arya tidak bisa melakukan itu.

Arya hanya bisa diam, lalu mencoba untuk melupakan Dea, tetapi tetap saja tak bisa.

***

Dea masih dengan pakaian seragam SMA lusuhnya itu terbangun dari mimpinya. Dea melirik jam dindingnya yang menunjukkan pukul sebelas siang.

Mata Dea langsung terbelalak.

"Gila, udah siang aja." Oceh Dea sambil mengucek - ngucek matanya yang masih mengantuk.

Kak Aan membuka pintu kamar Dea sambil membawa sebuah piring dan segelas air putih.

"Udah siang, sarapan dulu yang habis patah hati." Kata kak Aan sambil meletakkan piring yang berisi nasi goreng itu dan segelas air putihnya di atas meja belajar Dea.

"Pasti semalam nguping ya." Tebak Dea.

"Hehe, gak sengaja kok, serius."

Dea hanya menatap sinis kak Aan, kemudian mengusir kak Aan dengan gerakkan sebagai kode agar kak Aan segera keluar dari kamarnya.

***

Hari minggu itu, tidak ada hal yang dilakukan Dea selain makan, menonton film, membaca buku, mendengarkan musik, serta membuang urine dan ampas makanan yang semula ada di perutnya. Semua kegiatan itu, dilakukannya di daerah kamar Dea.

Dea memilih untuk mengurung diri dikamar. Rasanya sangat malas untuk keluar dari kamar dengan kondisi hatinya yang sedang berantakkan saat itu.

Inikah yang namanya jatuh cinta?
Bukannya membuat segalanya menjadi indah.
Malah membuat segalanya menjadi berantakkan. — pikir Dea.

----

a/n

road to finish yeay :)

EdelweissWhere stories live. Discover now