24

2.6K 149 0
                                    

Tidak terasa, sembilan puluh tujuh menit pun telah berlalu, film yang ditonton oleh Dea dan Adit saat itu akhirnya usai.

"De, ayo kita cari makan." Adit meraih tangan Dea, dan sedikit menariknya dengan lembut.

Dea hanya mengangguk, lalu mengikuti arah langkah Adit dari belakang, dengan tangan yang bergandengan dengan Adit.

Dea mencoba untuk melupakan mengenai post – an di facebook Arya tadi.

***

Adit dan Dea pergi ke arah dimana mobil Adit semula terparkir. Seperti biasa, Adit mempersilahkan Dea untuk masuk ke dalam mobil terlebih dahulu, baru disusul olehnya.

"Tumben, De, tadi lo gak takut nonton filmnya? Perasaan gue tadi itu lumayan serem loh,"

"Haha, sejak kapan sih Deandra Claresta takut sama hantu? Gue tuh takutnya hanya sama yang diatas dan orang tua, enak aja."

"Ngeles aja, waktu itu siapa yang nangis pas kelas tujuh smp, karena dikasih trap gambar pocong, haha."

"Wah dasar, pasti lo tau dari kak Aan ya? Emang bener – bener kelewatan deh tuh orang jadi saudara, gak bisa banget jaga rahasia."

"Terus siapa lagi yang pernah sampai marah, gak bisa tidur selama beberapa hari gara – gara diceritain tentang hantu?"

Dea langsung memukul Adit dengan sedikit keras, lalu menatap Adit dengan tatapan yang sinis. Adit tertawa, sambil mengacak – ngacak rambut Dea.

"Diem, lo ngomong lagi, awas aja."

"Iya, ampuni saya, kanjeng ratu."

Selama perjalanan, mereka terus membahas mengenai film yang mereka tonton tadi.

***

Taman komplek tampak sangat ramai, banyak orang yang sedang berolahraga, berjualan, dan berkencan. Adit lebih memilih untuk memarkirkan mobilnya di rumahnya yang letaknya tidak terlalu jauh dari taman komplek agar nantinya tidak susah untuk mengeluarkan mobil.

"Jalan aja ya, De." Kata Adit, kemudian ia mengunci mobilnya.

"Oke, bos."

Mereka berdua berjalan menuju taman komplek. Terlihat, sudah mulai banyak orang yang berjualan, ada yang berjualan makanan, baju, bahkan aksesoris.

"Makan apa ya?" Tanya Dea.

"Mau yang enak – enak atau yang bikin kenyang?" Adit berbalik tanya.

"Yang enak, dan bikin kenyang." Jawab Dea.

"Makan mi tek – tek aja, gimana?" Tawar Adit.

"Boleh, lumayan deh, udah rindu sama mi tek – tek setelah sekian lama,"

Letak mi tek – tek itu tepat di pinggiran taman komplek, Adit memesan mi tek – tek godok (kuah) dua porsi, satu untuk dirinya, dan satu lagi untuk Dea, dan memesan dua es teh manis, semanis Dea.

Mereka memilih untuk duduk lesehan, sambil memandangi pemandangan taman komplek yang luas, dan dihiasi air mancur serta mainan anak – anak seperti ayunan, seluncur, dan jungkat – jungkit.

"Dea, makasih ya untuk enam bulannya, maaf kalau selama ini gue kadang kasar sama lo tanpa gue sadar, ataupun gue buat kesalahan." Ujar Adit.

"Makasih juga ya, Dit." Jawab Dea.

"Gue sayang lo, Deandra, gue harap lo juga sayang sama gue." Adit tersenyum.

Dea tidak membalas, hanya diam. Seketika, pikiran Dea tertuju pada Arya yang selalu memanggilnya dengan sebutan "Deandra" tanpa ada penyingkatan.

"Dea?" Adit mencoba untuk membuyarkan lamunan Dea.

"Eh? Iya, gue juga sayang sama lo, Arya." Tanpa sadar, Dea menyebut nama Arya. Mata Adit yang belo itu seketika terbelalak. "Eh, maksud gue, Aditya."

Adit hanya tersenyum, mencoba untuk memaklumi. "Lo kenapa? Lagi mikirin Arya? Sebenarnya, pacar lo nih siapa sih? Gue atau Arya? Kok kayaknya yang lebih sering dipikirin si Arya mulu, hehehe..."

Kata – kata itu sedikit tajam meskipun tidak secara langsung, tetapi Dea tau itu merupakan sindiran halus. Sudah beberapa kali, Dea salah menyebut nama Adit menjadi Arya.

"Dea, jawab, jangan diam aja."

Sebelum Dea menjawab, mi tek – tek dan es teh manis pesanan mereka sudah jadi.

"Makan dulu yuk," Dea mencoba mengalihkan pembicaraan.

Tampak raut wajah Adit berubah menjadi raut wajah kecewa. Mereka pun menyantap mi tek – tek pesanan mereka, tanpa ada pembicaraan apa – apa lagi.

Bodoh.
Bodoh sekali.
Sudah berapa kesalahan yang kamu buat, Deandra Claresta?
Cobalah untuk tulus pada Adit.
Jangan sebut – sebut nama Arya lagi, dan jangan pikirkan Arya lagi yang belum tentu setulus Adit, Dea.
Adit tolong maafkan aku. –
Pikir Dea.

***

Seusai menikmati makanan mereka, Dea mencoba untuk meminta maaf. "Dit, maaf."

Adit hanya tersenyum, "Sudah, lupain aja,"

"Duduk di ayunan aja yuk," Ajak Dea.

"Duluan aja, gue mau bayar dulu."

Dea mengangguk dan meninggalkan Adit yang hendak membayar mi tek – tek dan es teh manis mereka.

***

Warna langit tampak akan berubah warna dari biru menjadi hitam. Arya masih sibuk mengurung diri di dalam kamarnya.

Mata Arya tertuju pada kotak musik miliknya yang didapat dari Dea. Arya mengambil kotak musik itu, kemudian memutarnya agar lagu dari kotak musik itu terdengar.

Deandra Claresta.
Kamu wanita yang cantik.
Mungkin, memang seharusnya seseorang seperti Adit yang pantas untuk memilikimu.
Tetapi, saya masih akan tetap menunggumu untuk kembali bersama saya.
Teruntuk, Aditya.
Tolong, jaga Deandra.
– Arya terus memikirkan Dea.

Lupakan, Deandra.
Deandra sudah milik Aditya.
Jangan merusak hubungan mereka.
– Pikirnya lagi.

Arya langsung meletakkan kotak musik itu kembali ke tempat asalnya. Ia lebih memilih untuk memainkan gitarnya.

***

Setelah membayar, Adit duduk di ayunan, di sebelah Dea. Dea mencoba untuk membuat topik pembicaraan baru.

Terlihat, Adit sudah mulai bisa melupakan masalah tadi dan tidak membahasnya lagi. Dea berharap, kesalahannya tidak lagi terulang.

"Dit, maafin masalah tadi ya, maaf banget." Dea meminta maaf lagi untuk yang kesekian kalinya.

"Udahlah lupain aja, gak usah dibahas lagi," Ujar Adit sambil tersenyum.

Dea merasa sedikit lega, kemudian ia kembali mengajak Adit untuk membicarakan apa saja.

"Dea, bintangnya banyak ya."

"Hah? Banyak darimana, belum terlalu gelap juga, lagian kan disini banyak lampu jadi gak terlalu kelihatan."

Adit menatap Dea sinis, "Ya anggap aja banyak, biar kesannya kan romantis gitu."

Dea menjulurkan lidahnya seolah meledek.

***

Malam itu di taman komplek, mereka sibuk memandangi langit dan pemandangan di taman komplek. Adit dan Dea pun kembali akur seperti biasanya, dan mulai melupakan masalah sebelumnya..

---

EdelweissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang