Kekasih Kematian

2.5K 176 19
                                    


LiamxNue

Tercatat dalam akte kelahiran, nama gadis itu adalah Chizuru. Tapi semenjak ibunya meninggal, ayahnya lebih sering memanggilnya si jalang hanya karena ia seorang perempuan.

Ayahnya seorang purnawirawan marinir, selalu memandang gadis itu dan adik lelaki kecilnya, Kyou, sebagai tentara yang harus dilatih. Bangungan berlantai dua yang mereka tempati tak terasa sebagai rumah, melainkan sebuah barak tentara.

Pria itu - ayahnya - lebih buruk dari siapapun, dari apapun. Penyiksaan yang dilakukan pada gadis itu baginya taklah berarti. Tulang jari dipatahkan hanya karena terlambat menyediakan kopi di pagi hari, hidung patah dan berdarah hanya karena makanan yang tersaji di meja makan tak membuatnya berselera, dan kehilangan seluruh rambutnya hingga kepalanya gundul hanya karena terlalu lama menyisir rambut.

Gadis itu tetap bertahan dalam penyiksaan tersebut, berharap ayahnya sadar bahwa ia menginginkan keluarga utuh yang bahagia.

Suatu hari, gadis itu mendapati adiknya dipukuli oleh ayahnya. Supaya dia tangguh, begitu kata ayahnya. Tak hanya dipukul, anak lelaki itu pernah tidak diberi makan hingga tiga hari. Gadis itu lantas berniat memberi adiknya makan sembunyi-sembunyi, namun ayahnya mengetahui hal tersebut lalu memberinya hukuman untuk berdiri di bawah pancuran air dingin semalaman.

Gadis itu tidak membiarkan dirinya lemah oleh demam. Dia harus kuat untuk melindungi adiknya. Saat ayahnya pergi, gadis itu memergoki adiknya memegang sebuah alat penyengat yang sudah disetel pada tingkat tinggi dan menempelkan benda itu ke nadinya sendiri. Gadis itu menjerit sambil berlari ke arah adiknya.

Terlambat. Adik kecilnya tewas. Anak berusia delapan tahun itu lebih memilih untuk bunuh diri dibanding melewati satu hari lagi bersama ayahnya.

Dipeluknya tubuh mungil itu dengan ekspresi kosong dan berlinang air mata. Ayahnya pulang beberapa saat kemudian. Menyadari anak lelakinya sudah menjadi mayat dalam pelukan gadis itu dan alat penyengat di dekatnya, pria itu menghajarnya karena berpikir gadis itu yang membunuhnya.

Gadis itu diam saja, membiarkan pria itu memukulnya, menginjaknya, meludahinya dan berbagai hal lainnya. Adiknya, alasan ia bertahan hidup sudah tidak ada. Jadi dia mati pun tidak akan ada yang menangisi, kan?

Saat tak ada lagi pukulan yang diterimanya, gadis itu pikir dia sedang dalam masa pemisahan roh dari tubuhnya. Namun ia masih bisa melihat cahaya lampu, adiknya yang terbujur kaku dan ayahnya yang terlihat pucat dan takut.

Tunggu!

Pucat? Dan takut? Apa dia tidak salah lihat?

Gadis itu melirik ke arah pandang ayahnya dan melihat sosok bayangan melangkah masuk dari beranda. Tak bisa ia ketahui apa yang mereka bicarakan karena mereka bicara dengan bahasa Inggris yang belum lancar ia pahami. Tapi gadis itu mengetahui kalimat terakhir yang diucapkan sang bayangan saat mengarahkan moncong pistol ke arah ayahnya.

"...kau sudah tidak berguna."

Timah panas melesat, melubangi dada dan dahi ayahnya. Gadis itu berusaha bangun, ingin memastikan bahwa ayahnya benar sudah mati. Belum sempat bergerak mendekati mayatnya, sosok bayangan itu sudah melangkah mendekatinya dengan pistol yang masih teracung ke bawah.

Harusnya gadis itu takut, tapi ia justru mendapati dirinya terlena. Tak pernah ia menyangka bahwa kematian akan datang dalam wujud sedemikian indah. Wajah ras Kaukasia yang rupawan dan dimahkotakan rambut hitam legam, mata coklat pemuda itu mengingatkannya dengan cokelat panas yang dulu selalu diseduh ibunya di malam musim dingin. Dingin menjalari tubuhnya, membekukan setiap gerakannya saat tangan pemuda itu menangkup pipi kanannya.

"Terima kasih."

Entah apa pemuda itu mengerti bahasanya atau tidak, dia tetap ingin berterima kasih. Melihat kebingungan sempat hadir di mata coklat itu meski hanya sedetik, gadis itu sadar bahwa pemuda itu mengerti bahasanya. Jadi ia pun melanjutkan ucapannya.

When The Darkness Calling Backजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें