Chapter 28

2.2K 214 33
                                    


Darah mengalir dari luka-luka yang menganga di tubuh telanjang Seroja. Mata hitam kebiruannya menatap sayu sosok di hadapannya. Sosok itu memegang sebilah pisau yang telah berlumuran darahnya. Saat mendapati ukiran pentagram terbalik di gagang pisau itu, Seroja tertawa mengejek dengan sisa tenaganya.

"Kau masih bisa tertawa?"

"Begitulah..." Seroja tersenyum lemah pada Vanessa. "Kau yang selalu berpikir logis... bisa-bisanya membawa pisau Athame. Jadi sekarang kau salah satu pengikut setan yang akan menggunakan darahku untuk ritualmu?"

"Ini hanya hadiah dari pembimbingku, kak."

"Pembimbing yang mengajarimu bagaimana caranya membunuh dengan sadis, heh? Membunuh para wanita tidak berdosa... Sahabat-sahabatku..."

"Semua pembunuhan itu hanya untuk persiapan, Seroja sayang." Vanessa mendekat sambil memainkan pisau di tangannya. "Kau tahu apa yang kubayangkan saat aku menguliti mereka dan menguras habis darah mereka? Aku membayangkan semua korbanku adalah kau..."

Petir menyambar di luar jendela. Seberkas cahaya dari kilat memperlihatkan wajah mereka berdua. Yang satu diam mematung dan yang satu tersenyum keji.

"Kenapa..."

"Aku menyukainya. Suara jeritan, ketakutan yang terpancar di mata korban, wangi darah... itu seperti candu. Dan saat aku membayangkanmu, aku semakin semangat mencabik mereka dengan pisau ini."

"Kau gila..." desis Seroja tajam.

Vanessa tertawa lantang. "Silahkan panggil aku begitu. Sekarang... saatnya aku melakukan apa yang aku inginkan sejak lama. Membunuhmu..."

Jeritan lepas begitu saja dari mulut Seroja saat pisau di tangan sosok itu merobek betisnya, mengalahkan suara hujan di luar sana. Kepala Seroja yang semula menengadah kini terkulai lemah, matanya menatap miris kedua betisnya yang sudah robek meski tak separah lengan kanannya yang sudah kehilangan kulit.

"Akan kuperlihatkan sesuatu padamu sebelum pisau ini menghujam jantungmu."

Vanessa menjentikkan jarinya. Seketika sebuah monitor turun dari langit-langit. Seroja mengintip dari sela-sela rambutnya. Matanya terbelalak kaget saat melihat layar monitor menampilkan sosok Raini di papan dengan banyak lawat melilit tubuhnya.

"Kau tahu apa yang akan terjadi bila kawat itu makin erat melilitnya? Tubuhnya akan terpisah-pisah. Termutilasi."

"Lepaskan gadis itu, Vanessa! Sumpah demi ayahku di akhirat sana, aku akan membunuhmu dengan kesadisan yang tak pernah kau bayangkan jika anakku terluka!"

"Kau benar-benar membuatku takut."

Seroja melihat Vanessa menyusupkan tangannya ke telinga sambil membisikkan sesuatu. Bersamaan dengan itu, Raini menggeliat kesakitan. Meski dari monitor, Seroja bisa melihat darah mulai mengalir dari tangannya yang terbelit kawat. Seroja berteriak keras, berusaha berontak dari pasak-pasak besi yang menahan tubuhnya di dinding. Ia berusaha menarik tangan kanannya hingga terlepas dari pasak besi itu. Mengabaikan lubang besar di tangan kanannya, Seroja menarik sisa pasak yang menahannya.

Wanita itu tak peduli pada tatapan sinis yang diberikan Vanessa padanya. Ia terlalu fokus melangkah agar bisa melepaskan diri dari pasak yang menahan betisnya. Tangannya menggapai-gapai layar monitor di hadapannya seolah hendak meraih Raini. Tepat saat tubuhnya berhasil lepas, layar monitor itu berubah gelap. Seakan kehilangan harapan hidupnya, tubuh Seroja ambruk ke lantai.

"Menyakitkan, bukan? Mendapati saudara kembarmu sendiri telah merebut semua yang kau miliki. Itulah yang selalu kurasakan. Kau selalu merebut semua milikku dan yang ingin kumiliki." Vanessa melangkah santai mendekati Seroja yang terpuruk. "Aku memenangkan permainan ini. Jadi ada baiknya... aku mengakhiri ini semua dengan mengirimmu ke akhirat. Agar kau bisa bertemu kembali dengan mereka semua."

When The Darkness Calling BackOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz