Chapter 7

3.1K 228 14
                                    

Makan ditemani cahaya bintang lebih romantis dibanding dengan cahaya lilin. Biasanya Seroja merasa hal seperti itu sangat konyol. Tapi ketika ia menyiapkan yakiniku untuk menu makan malam ini dan melihat ke halaman, tiba-tiba dia ingin mencobanya. Bukan karena ingin romantis mentang-mentang pengantin baru, tapi menurutnya makan malam di luar ruangan tentu membuat mereka lebih rileks setelah bersitegang kemarin.

Seroja mengoleskan selai kacang merah di permukaan kue taiyaki yang masih setengah matang di loyang lalu merekatkan kedua kue itu menjadi satu. Meski sudah ada sepiring besar kue taiyaki di meja makan, dia masih merasa itu belum cukup. Dia ingin menghabiskan waktu malam ini untuk berbincang dengan Desna dan mereka butuh banyak cemilan untuk menemani perbincangan.

Setelah dirasanya cukup, gadis itu segera melepas celemeknya. Seroja menunda mandinya sebentar untuk mencoba satu kue. Rasanya lezat dan Seroja bangga pada dirinya sendiri yang bisa membuatnya dalam sekali coba. Apalagi saat mengetahui ia berhasil memberi isi kue itu hingga ke bagian ekornya.

Taiyaki kualitas terbaik biasanya dinilai lewat isi selai kacang merah yang sampai di bagian ekor

Seroja terdiam ketika kalimat itu menggema di dalam kepalanya. Salah satu sudut bibirnya naik ketika mengingat seseorang yang mengucapkan kalimat itu. Seorang pemuda.

*_*_*

Flashback

Seroja menghentakkan kakinya keras-keras setibanya di lantai dasar. Ia masih menenteng high heels dan tak berniat memakainya meski para satpam menatapnya dengan tatapan aneh padanya. Kalau sampai perampok first kissnya itu mengejar, maka dengan senang hati Seroja akan melempar salah satu – atau mungkin kedua sepatu high heelsnya. Biar dia jera!

Gadis itu menoleh ke kanan kiri, berharap ada taksi kosong yang mau berhenti dan segera membawanya. Lima menit berdiri tanpa kejelasan dan rasa sakit di telapak kakinya yang menginjak bebatuan kerikil membuatnya gerah sendiri. Ia pun memutuskan untuk menelepon Vanessa agar menjemputnya, berharap adiknya yang manis itu sudah selesai mengajar.

Tangannya baru masuk ke tas ketika sebuah motor sport merah hitam berhenti di depannya. Dan yang lebih mengejutkan, pengendara motor itu memanggil namanya.

“Kak Ageha Chandni?”

Dahi Seroja mengerut. Dari suaranya, Seroja bisa memastikan si pengendara adalah pemuda. Tidak ada respon apapun selain tatapan curiga dari Seroja membuat si pengendara motor melepas helmnya, memperlihatkan wajah pemuda khas Asia Tenggara yang tersenyum senang.

“Ini aku. Ingat?”

Seroja menjawab dengan menggelengkan kepalanya hingga pemuda itu menunduk lesu. Gadis itu merasa bersalah tapi dia benar-benar tidak ingat siapa pemuda tampan ini.

“Fatih Wijaya. Aku junior kakak di Veritas Academy dan klub judo.”

“Ah, aku ingat. Aku membantingmu di hari pertamamu saat baru masuk ke klub judo.”

Fatih tertawa jengah seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sedikit miris sebenarnya karena gadis di hadapannya hanya mengingat hal memalukan itu. Sepertinya gadis itu tidak sadar sama sekali dengan kehadirannya yang sejujurnya hampir seperti stalker. Ya, Fatih menyukainya. Gadis mungil yang terkenal cerdas karena selalu masuk kelas akselerasi dan juga dikenal sebagai dewi petarung karena keahlian bela dirinya.

“Kau juga sering ada di Nazala, kan?”

“Eh?”

“Saat aku mendongeng di Perpustakaan Nazala sebelah sekolah kita, aku juga sering melihatmu di sana. Kau meminjam novel klasik tebal untuk dibawa pulang. Wuthering Height, Gone With The Wind, Pride And Prejudice… Kau tidak jenuh baca novel klasik setebal itu?”

When The Darkness Calling BackWhere stories live. Discover now