Chapter 18

2.7K 193 20
                                    

Bahunya koyak, pinggangnya patah, punggungnya robek. Namun dari semua luka itu, yang terparah adalah semua tulang rusuknya patah, membuat paru-parunya melesak. Salah satunya nyaris menusuk jantung. Ada kerusakan internal yang cukup parah, ginjal memar dan limpanya hampir diangkat karena kerusakan parah. Dokter yang ditemui Silvar mengatakan bahwa Seroja seperti habis ditabrak truk dari arah depan.

Seroja mungkin memiliki kemampuan pemulihan diri, namun bagaimana pun juga dia tetap manusia yang memiliki batasan. Tubuhnya sedang dalam usaha menetralisir racun dari lawan yang entah siapa namanya, membuat sistem pemulihan itu bekerja lambat dari biasanya. Darahnya terkuras lebih dari setengah tubuhnya hingga dokter menyuntikkan serum untuk memacu cepat pembentukan darahnya. Wanita itu tidak bisa mendapat transfusi darah selain dari ayah atau saudaranya.

Dua jam lebih Silvar melihat tubuh Seroja terbaring tak berdaya di meja operasi dan para dokter dengan darah membasahi jari hingga pergelangan tangan. Pria itu memilih untuk ke ruang tunggu, tempat kawan-kawannya menunggu. Michael dan Gabrielle duduk berdampingan, Michael membiarkan kekasih hatinya itu menyandarkan kepala di bahunya. Rebecca duduk di sebelah mereka sambil memangku kepala Rangda yang tertidur. Mereka – selain Rangda yang sedang tertidur – menoleh saat Silvar datang menghampiri.

“Bagaimana kondisinya?” tanya Gabrielle cemas.

Tanpa menutup-nutupi, Silvar menceritakan semua kondisi yang dialami Seroja. Bisa ia lihat rasa cemas dan khawatir tercetak jelas di wajah mereka. Profesi mereka sebagai pembunuh seharusnya membuat mereka terbiasa dengan kematian. Tapi saat kematian menghampiri orang terdekat, siapapun akan merasakan emosi mengaduk-aduk pikiran mereka.

“…tulang pipi dan rahangnya hancur. Ada trauma di kepala. Ini yang mengkhawatirkan.”

“Apa otaknya akan mereset ulang lagi? Amnesia lagi?”

Silvar tidak langsung menjawab pertanyaan Rebecca. Amnesia adalah hal yang tak pernah absen dalam luka Seroja. Ibu angkatnya, Nue, pernah mengatakan bahwa itu adalah cara otak Seroja memulihkan diri.

“Entahlah…”

“Aku tidak percaya meski sudah melihat dengan mata kepalaku sendiri… Mr. Damian menghajar Lotus sekuat itu.”

“Semua juga masih tidak percaya, Becca. Ini pertama kalinya Mr. Damian main tangan dengan bawahannya. Terlebih lagi pada Lotus.”

Fajar menyingsing saat dokter bedah keluar dari ruang operasi. Tubuh Seroja kini dipindahkan ke ruang pemulihan.

“Dia berhasil melaluinya,” ujar dokter itu. “Tapi dia masih kritis dan koma.”

“Ya Tuhan,” desis Gabrielle sambil menutup mulut dengan tangannya. Michael merangkul pria itu, mengusap punggungnya untuk menenangkan.

“Ini biasa, monsieur. Ini cara tubuhnya untuk memulihkan diri, kembali seperti semula. Pemindaian awal nampak bagus, tapi dia butuh banyak istirahat. Kami akan mengawasinya dengan ketat selama beberapa jam ke depan.”

“Aku boleh ketemu kak Lotus?” tanya Rangda sambil mengusap matanya seperti anak kecil.

“Tentu saja kau bisa menemuinya. Tidak boleh lebih dari dua orang. Ada baiknya jika seseorang menemaninya. Harus ada seseorang di dekatnya saat ia terbangun.”

*_*_*

Seminggu berlalu. Dan belum ada tanda-tanda Seroja akan sadar.

Wanita itu masih terbaring di ranjang dengan selang yang tak terhitung jumlahnya menempel di tubuh. Rangda yang mendapat tugas untuk menjaga Seroja. Sebenarnya Silvar merasa tidak tenang membiarkan anak itu di rumah sakit sendirian. Bisa saja Rangda lepas kendali jika dia pergi menyusuri rumah sakit. Tapi sepertinya Rangda menepati janji untuk tidak keluar kamar rawat. Hanya Tuhan yang tahu apa yang sudah Seroja lakukan pada Rangda hingga anak itu selalu menurut jika berurusan dengan Seroja.

When The Darkness Calling BackWhere stories live. Discover now