Chapter 25

2.6K 210 48
                                    

Beberapa jam sebelumnya...

"Bagaimana rasanya melindungi orang yang ingin sekali kau hajar?"

Desna menoleh pada Lucca yang duduk di samping ranjang Damian lalu kembali menatap Damian. "Hm. Selalu merasakan pergulatan batin."

"Apa kau kesulitan untuk menahan diri agar tidak... kau tahu? Melakukan..."

"Melakukan hal buruk saat Damian tidak berdaya..." potong Desna cepat. "Tidak. Itu adalah hal pengecut. Aku penyabar dan berdarah dingin, Lucca. Menunggu Damian pulih agar bisa memasukkannya ke rumah sakit tidaklah sulit bagiku."

Alarm keamanan berbunyi nyaring membuat mereka mendongak ke arah jendela. Desna segera menekan tombol earphonenya yang tersambung pada Gabrielle. "Gab, ada yang menerobos keamanan."

"Aku tahu. Alarm di sini juga berbunyi."

"Cari tahu berapa orang sinting yang menerobos kemari." Desna menoleh pada Lucca sebelum melangkah keluar kamar. "Tetap di sini. Jangan pergi kemana pun."

Setelah memerintah dua penjaga di depan pintu kamar Damian, Desna menyusuri koridor menuju bagian barat daya. Ia berpapasan dengan Michael sedang mengokang pistolnya. Pria itu tersenyum menatap kehadiran Desna. "Pas sekali bertemu di sini."

"Bukankah kau ada bersama Gabrielle?"

"Aku ke tempatnya hanya untuk mengambil sesuatu. Untukmu."

Dahi Desna berkerut melihat benda panjang yang disodorkan Michael padanya. Desna menerima benda itu dan membuka kain hitam yang membungkusnya. Ia terkejut saat melihat ternyata benda itu adalah katana Yazi miliknya. Benda yang seharusnya ia simpan di rumahnya di Indonesia.

"Liam mengatakan kau ahli memainkan katana. Tapi kau merasa tidak nyaman dengan katana yang diberikan Gabrielle. Jadi dia meminta Rebecca mengambil benda ini karena kebetulan dia harus membereskan sesuatu di sana."

Desna mengelus sarung katana itu lalu membuka mekanisme pengunci katana-nya. Katana itu berkilat tajam tertimpa cahaya lampu saat dikeluarkan. Setajam mata Desna yang menatap katana itu. "Ayo, kita bergerak."

Malam itu sejuk, dingin, dan sesunyi kuburan. Begitu mencekam. Michael memberi isyarat pada Desna untuk berpencar. Ia mencapai pagar tembok, pagar setinggi dua setengah meter, tebalnya hampir satu meter dan dililit kawat beraliran listrik. Kamera keamanan dan lampu dipasang setiap tiga meter. Michael membisikkan sumpah serapah ketika dilihatnya sorot lampu kamera berkedip-kedip merah, bukan hijau.

Tidak aktif. Jahanam! batin Michael marah. Tidak ada yang bisa mengalahkan sistem keamanan buatan Gabrielle. Dan melihat ada yang bisa membobol hasil karya kekasihnya, Michael tak hanya merasakan marah tapi juga murka. Dengan pistol teracung dan siap menembak, Michael menyisir ke selatan.

Kelebatan bayangan membuat Michael merapat ke batang pohon. Desingan peluru yang tertahan oleh peredam mulai bersahut-sahutan. Mata Michael memang tak setajam Silvar yang bisa melihat dalam kegelapan, tapi Michael bisa merasakan kehadiran lawannya dari suara mereka. Lawan terdiri dari tujuh orang dan mereka berjarak sepuluh meter dari tempatnya berdiri.

Baku tembak tertahan sejenak. Hal itu dimanfaatkan Michael untuk memanjat pohon dan mengamati lawannya. Di dahan kuat pohon itu, Michael melompat dengan tenaga penuh saat angin kencang berhembus. Pistol teracung di kedua tangannya saat tubuhnya melayang di udara. Ketujuh lawannya hanya mampu terpaku hingga tak sempat bersembunyi saat Michael menekan pelatuknya. Timah panas berhasil menembus dahi mereka dengan telak. Tubuh mereka ambruk di rerumputan tepat saat Michael menjejakkan kakinya.

Michael mendengar suara di arah lain. Ia segera melesat ke asal suara dan terpana melihat pemandangan di depannya. Desna melawan belasan lawan dengan katananya. Gerakannya sangat mengagumkan dan luwes, seolah Desna sedang menari dengan seutas pita perak bernoda merah. Cipratan darah, jerit kesakitan, rasa tertekan mewarnai tempat itu. Seulas senyum menghiasi bibir Michael. Tak salah jika Liam menginginkan pria itu seperti halnya ia menginginkan Seroja. Kemampuan yang dilihatnya kini membuktikan bahwa nama Kuzuryu benar-benar bukan sekedar tempelan belaka.

When The Darkness Calling BackWhere stories live. Discover now