Chapter 14

3.3K 222 36
                                    

Seroja menggosok rambutnya yang basah. Setelah yakin rambutnya tidak terasa basah kuyup, Seroja menyingkirkan handuk putih itu dari kepala dan menatap pantulan diri di kaca seukuran tubuh di hadapannya. Rambut merahnya berantakan, membingkai wajah asing berparas Latin. Tubuhnya yang berkulit coklat eksotis itu kini telah bersih dari bekas-bekas luka. Termasuk bekas luka bunga lotus di bahu kirinya.

Itu berkat operasi plastik habis-habisan yang dilakukannya beberapa waktu lalu. Bibirnya tersenyum miring, dia yang selalu menolak operasi plastik sekarang terpaksa melakukannya untuk menyembunyikan identitas diri. Salah satu tangannya turun menyentuh perutnya, mengusapnya pelan.

Kau keguguran.

Mata Seroja terpejam. Tangan di perutnya mengepal kuat.

Bayimu tidak bisa kami selamatkan. Kami benar-benar minta maaf.

Setetes kristal bening mengalir turun membasahi pipinya. Ironis sekali. Dia bisa mengetahui Jun hamil hanya dengan menyentuh perutnya. Tapi dia malah tidak mengetahui dirinya sedang hamil bahkan usia kandungannya sudah masuk dua bulan. Sudah cukup banyak ia kehilangan semua yang berharga. Ayahnya, adik kembarnya, sahabat-sahabatnya, wali nikah yang sudah ia anggap seperti orang tua kandungnya, lalu sekarang anaknya…

Kali ini, ia bersumpah akan menumpas semua makhluk biadab yang sudah menghancurkan hidupnya.

Seroja mengusap air matanya, menetralkan nafasnya meski hasilnya malah membuat paru-parunya sesak. Ia memiringkan tubuhnya sedikit, memandang tanda baru yang dibuatkan Nue. Bunga-bunga lotus yang terangkai indah di sisi tubuh kirinya, menjalar dari bawah ketiak hingga pinggulnya.

Saat sedang bertanya-tanya sendiri alasan Nue memberi tanda di sana, pintu ruangan di belakangnya terbuka. Lewat cermin, Seroja bisa melihat Silvar masuk dengan tergesa. Jeda beberapa detik pria itu terdiam menatap penampilannya yang tidak mengenakan apapun, kemudian Seroja melihat rona merah merambat naik dari leher hingga wajah pria itu.

Holy shit! Lotus! Tidak bisakah kau menutupi tubuhmu dengan sesuatu?!” teriak Silvar sambil mengambil tiga langkah mundur.

Seroja memutar matanya kesal. “Silvar, kau sudah berusia dua puluh tiga dan masih malu menatap tubuh telanjang perempuan? Baru melihat bokong kurusku saja kau merona, bagaimana kalau aku berbalik?”

“Jangan coba-coba, Lotus. Sebaiknya kau cepat gunakan handuk di tanganmu. Kita akan cari sesuatu yang pantas untuk menutupi tubuhmu.”

“Bisa tidak kita mampir dulu ke tempat Xavier? Tubuhku penuh bau obat.” Seroja mengendus tangannya sambil mengernyitkan hidungnya. Tiga hari terendam dalam tabung yang penuh dengan cairan obat membuat bau tubuhnya terasa aneh. Berendam dua jam dengan sabun cair sepenuh bath tub tidak akan mampu menghilangkannya.

“Baiklah. Ayo.”

Mereka berdua melangkah pergi meninggalkan ruangan kosong itu. Seroja tak merasa risih sama sekali walaupun tubuhnya hanya tertutupi selembar handuk. Seorang pria yang kebetulan lewat bersiul menggoda, membuat Seroja mendelik sebal ke arah pria itu.

“Tutup mulutmu, sobat. Atau kugigit bokongmu,” ancam Seroja.

“Dengan senang hati, sayang. Malah aku akan membuka celanaku dengan suka rela,” balas pria itu sambil tertawa.

Seroja sudah mengangkat kepalan tangannya dan siap mengeluarkan umpatan lainnya, namun Silvar segera menarik gadis itu untuk melangkah cepat. Tidak puas, Seroja mengibaskan tangannya, mengirimkan pukulan tenaga dalam hingga pria yang menggodanya tadi menghantam dinding di ujung lorong.

“Hah! Rasakan!” seru Seroja puas sebelum mereka berbelok di tikungan. Di sampingnya, Silvar mengangkat alisnya dan tersenyum miring. Lotus sudah kembali.

When The Darkness Calling BackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang