36 ~ Menuju D-Day

7.9K 896 160
                                    

Daren menggenggam tangan Hilma. Ini sudah jam 23.30 dan mereka sedang di perjalanan menuju rumahnya untuk perayaan ulang tahun Baby. Dan hari ini berarti mereka akan jujur kepada princess satu itu tentang hubungan mereka dan hari pernikahan mereka yang tinggal 2 hari lagi. Daren sudah membayangkan bagaimana reaksi mencak-mencak adik kecilnya itu mengetahui ia akan menikah, terlebih dengan Hilma.

Baby tidak tau ia akan datang, gadis itu hanya tau bahwa ia masih berada di Australia karena urusan bisnis. Ia akan datang setelah semuanya sudah berjalan sambil membawa kotak yang berisi perlengkapan Baby untuk menjadi bridesmaid.

"Baby bakalan seneng gak ya kak?"

Daren mengecup punggung tangan Hilma. "Dia sering jodohin kamu sama aku kan? Berarti dia setuju kalau aku ya sama kamu. Jangan mikir yang aneh-aneh. Princess satu itu sayang banget sama kamu, udah kayak kakaknya. Kamu jadi istri aku dia pasti lebih seneng lagi karena keinginannya dia biar kakaknya berjodoh sama sahabatnya terealisasikan."

Hilma menggigit bibir bawahnya dan mengangguk. "Bang Agam juga bilang gitu. Tapi ... Baby pasti ngamuk kalau nikah kita ternyata 2 hari lagi."

"Nah kalau masalah yang itu aku juga yakin dia bakalan mencak-mencak."

Daren menarik rem tangan ke atas lalu menatap Hilma saat mereka sudah ada di dalam garasi rumahnya. Ia mengelus rambut Hilma. "Baby pasti seneng, walaupun dia nanti ngomel, yakinlah dia pasti bahagia. Kamu juga udah kenal Baby 3 tahun, bentukannya dia kayak mana pasti kamu tau."

"Makasih kak."

Daren tersenyum dan mengecup pipi Hilma. Percayalah selama menyiapkan pernikahan ia malah tidak berbuat aneh-aneh dengan Hilma. Mereka berdua malah menjaga batasan tanpa menyentuh area-area sensitif dan lebih banyak mencium pipi bukan bibir. Daren juga tidak tau, tapi rasanya ia malah ingin menjaga nafsunya sampai nanti nafsunya meledak sendiri saat mereka sudah menikah, sepertinya akan lebih nikmat.

Daren membuka pintu bagasi lalu keluar dari mobilnya. Membawa kotak putih dengan pita biru muda di atasnya. Keduanya dengan perlahan masuk ke dalam rumah dan menemukan semua yang sudah bersiap di sana.

"Sayang."

"Mama," jawab Hilma sambil langsung memeluk tubuh Ana. "Mama sehat kan?"

"Sehat dong, bentar lagi anak mama ada yang nikah jadi harus jaga kesehatan."

"Iya, setelah bang Daren ada yang nyusul loh, ma."

Hilma menatap Agam yang mengatakan itu. "Adek gue mau gak sama lo aja belum tau." Ucapan Daren membuat Hilma menepuk lengan lelaki itu.

"Agam, love, dia aja belum tau Baby mau atau enggak sama dia."

"Gak boleh jahat-jahat jadi abang ipar."

"Setuju Ma, marahin aja tuh si tua."

"Agam babi, gue sama lo cuma beda 2 tahun."

Hilma menatap kedua orang tua Daren dan keduanya hanya terkekeh saja. Sudah terlalu biasa menghadapi kelakuan Daren dan Agam yang begini. "Ada yang perlu Hilma bantu, ma?"

"Udah, dah siap semua. Kamu bawa kotaknya?"

"Aman, ma."

"Mama sama papa ke samping duluan."

Daren berdecak saat melirik jam yang sudah berada di angka 23.40. "Ooo, Denand setan, kurang 20 menit lagi jam 12 tapi belum datang juga."

"Baru sadar adik lo setan, bang?"

"Selama ini berarti lo sadar sahabatan sama setan?"

"Manusia-manusia tua yang berisik," gumam Hilma sambil membuka ponselnya.

My DarenWhere stories live. Discover now