07 ~ The Other Side of Hilma

12.1K 779 134
                                    

Daren mengulum bibirnya, senyumnya tidak bisa berhenti. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya apabila sahabat adiknya, adik paling kecilnya menjadi kekasihnya untuk saat ini. Ia tidak pernah menyangka, perbedaan usia sepuluh tahun ternyata bisa menumbuhkan benih-benih cinta. Sebenarnya bersama Hilma adalah hal yang paling tidak menyangka yang akan ia lakukan.

"Kak Daren! Siapa sih yang di foto itu? Kakak main rahasiaan sama Baby! Jelek banget kakak Baby yang satu ini! Ih, kenapa abang sama kakak kalau punya pacar disembunyiin sedangkan kalau Baby yang punya pacar malah di suruh cerita, cowoknya di suruh kenalan dulu sama kalian berdua. Kesel Baby tau!"

Daren tertawa, ia membuka tangannya dan adik kecilnya itu langsung masuk ke pelukannya. "Karena kamu cewek, jadi harus dipastiin siapa yang deket sama kamu. Orangnya ngerusak kamu atau enggak, orangnya baik atau enggak, harus di pastiin."

"Kan Baby juga mau tau gimana calon kakak ipar Baby. Kalau misalnya nanti dia jahat, cuma pura-pura baik sama kakak gimana? Kalau ternyata nanti dia jahatin Baby kayak yang di sinetron-sinetron gimana? Kakak ih ...."

Daren mencubit gemas pipi Baby. "Belum waktunya kamu tau. Kalau kakak udah yakin dan pasti sama dia baru kakak kenalin dia ke kamu. Kamu juga pasti seneng dapat dia, satu frekuensi banget sama kamu."

"NAH ITU SATU FREKUENSI KAN? YA UDAH KENALIN!"

Daren mengusap telinganya, ia menyentil pelan dahi Baby. "Suaranya. Di bilang nanti sayang, tunggu dulu."

"Oke."

Daren memeluk gemas tubuh adiknya ini. "Mau apa? Sebagai permintaan maaf kakak karena belum bisa ngenalin dia sama kamu."

"Gak pengen apa-apa, cuma mau dikenalin aja."

"Ya belum bisa dong. Apa ayo, kamu minta apa kakak beliin."

"Mini cooper."

Daren membelalak, ia menepuk lengan Baby dengan gemas. "Mintanya gak nanggung-nanggung."

"Tadi di suruh bilang, sekarang Baby bilang malah dipukul. Dasar kak Dar jelek."

Deringan ponsel Daren membuat Baby mengintip layar ponsel kakaknya itu. "Uhh, mataharinya kakak nelpon. Angkat, angkat, Baby mau denger."

Daren menggeleng. "Enggak, anak kecil gak boleh denger. Kakak ke kamar dulu, babay! Kamu telponan sama Agam sana."

"Jelek! Kak Dar pelit!"

Daren hanya terkekeh, sambil menaiki tangga ia mengangkat panggilan Hilma itu. "Halo."

"Boleh aku ngerepotin kakak?"

Gerakan Daren yang akan membuka pintu kamarnya terhenti, suara Hilma tidak bisa berbohong. "Kamu kenapa? Apa?"

"Emm, tolong temenin aku. Aku share lock sama kakak."

Daren mengambil kunci mobilnya dan berlari menuruni tangga. "Kamu kenapa?"

"Biasa. Maaf ngerepotin kakak malam-malam."

"Gak papa, Ma. Send alamatnya, aku langsung ke sana."

Daren menjalankan mobilnya. Lokasi yang Hilma kirim tidak jauh sebenarnya dari rumah gadis itu. 'Biasa' sepertinya masalah rumah yang membuat Hilma seperti ini. Baby sering berbagi cerita tentang Hilma kepadanya, lebih tepatnya ia yang ingin tau sih, tapi adiknya itu hanya bercerita bahwa hubungan Hilma dengan orang tuanya tidak baik dan Hilma sangat sering bermasalah dengan orang tuanya.

"Kamu sendiri di sana?" tanya Daren khawatir.

"Enggak, ada anak kecil yang main sama mamanya. Aneh memang, bisa-bisanya anak kecil dibolehin main malam begini."

My DarenWhere stories live. Discover now