23 ~ Curi-curi Kesempatan

14.4K 919 97
                                    

Hilma melambaikan tangannya saat mobil Baby yang berisi Daren masuk ke dalam halaman rumahnya. Hari ini mereka akan pergi ke puncak, seperti yang direncanakan kemarin.

Hilma berjalan menuju pintu belakang mobil yang sudah berhenti dengan menggeret kopernya. Iya, koper, ia malas memakai tas punggung. "Eh, kak, gak usah, ini gak berat," ucap Hilma saat Daren akan mengambil alih kopernya untuk dimasukkan ke bagasi.

"Gak papa, duduk aja sana."

Hilma tersenyum sambil melirik Baby yang duduk di samping kemudi masih menatapnya dan Daren. Suara ponsel Daren yang terjatuh membuat Hilma berjongkok, berinisiatif untuk mengambilkannya, tetapi saat Daren yang ada di sampingnya juga berjongkok Hilma terkekeh tanpa suara.

Dengan cepat satu ciuman mendarat di bibir Hilma membuat Hilma membulatkan matanya. "Kakak!" ucapnya tanpa suara karena kaget.

Daren tersenyum dan mengacak-acak rambut Hilma. "Mooi," jawab Daren berbisik juga.

Hilma langsung berdiri dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Ia berjalan menuju pintu belakang kemudi dan membukanya, duduk di tengah-tengah kursi.

"Apa yang jatuh, Mama?"

"HP kak Dar."

"Emang paling gak bisa jaga HP banget kakak satu itu. Tau, di tahun ini udah ganti HP 3 kali."

Mata Hilma membulat, ia tidak tau akan hal ini. Saat melihat ponsel Daren, perasaan Hilma modelnya sama semua. "Tiga? Alasannya apa?"

"Retak semua, terus kalau dibenerin katanya takut sama yang ngebenerin HP nya."

"Gak gitu tau sayang." Hilma menatap Daren yang sudah duduk di balik kemudi.

"Terus apa?"

"Kalau udah di utak-utik sama orang gitu takutnya ada yang diganti, bukan ori lagi."

"Perasaan sama deh, kak." Hilma ikut nimbrung. Ia terkekeh saat Baby meminta tos.

Baby tersenyum senang. "Tuh, denger! Berarti kan Baby gak salah."

"Salah banget kayaknya kakak gak ngajak Agam, kakak habis sama kalian berdua."

"Bener gak usah ngajak om Agam, nanti Baby gak bisa berduaan sama Mama. Emang kakak mau berduaan sama om Agam?"

Daren menatap Baby sekilas kemudian menatap jalanan di depannya lagi. "Dikira suka sesama batang nanti."

Baby mendekatkan wajahnya pada Daren, menatap lelaki itu dari samping. "Kakak beneran punya pacar cewek, kan?"

Hilma tidak bisa menahan tawanya mendengar pertanyaan itu. Melihat Baby yang menatapnya Hilma menggelengkan kepalanya. "Enggak, pertanyaan lo lucu."

"Soalnya Baby tuh ragu sama pacar kak Dar tau, Ma. Gak dikenalin ke Baby, terus kemarin VC dimatiin kameranya. Baby harus nerawang dari bentuk body nya gitu orangnya kayak apa? Buat snap elit, ngenalin ke adek sulit. Siapa lagi kalau bukan kak Dar?"

Daren bersiul, ia berpura-pura tidak mendengarnya. Tepukan di lengannya membuat ia meringis. "Apa, sayang? Kakak lagi nyetir."

"Pura-pura gak denger."

"Aduh, iya, gak denger."

Hilma terkikik, sisi lain Daren ini yang hanya bisa ia lihat saat bersama Baby. Daren bisa menjadi kakak yang sangat menyebalkan, seperti hubungan saudara lainnya.

Hilma memilih membuka ponselnya, membiarkan kegaduhan di kursi depan itu. Ia takut apabila banyak menimbrung, Baby akan curiga. Ia dan Daren sebenarnya sudah bertemu tiga hari lalu, saat lelaki itu baru saja tiba di Indonesia. Jelas bertemunya di apartemen lelaki itu dan mereka hanya cuddle, tangan Daren termasuk tangan yang tidak nakal saat berciuman, atau mungkin lelaki itu yang pinter mengendalikan nafsu. Daren memberikannya banyak barang dan makanan yang jelas terdapat berbagai coklat di dalamnya. Entah bagaimana cara Daren menyembunyikan banyak barang untuknya itu dari Baby.

My DarenWhere stories live. Discover now