30 ~ This is My Daren

12K 942 105
                                    

Daren mengelusi punggung tangan Hilma. Setelah gadisnya mandi, benar-benar dengan tanah, gadisnya memilih tidur. Daren tau, banyak yang ingin Hilma tumpahkan di dalam pelukannya, tetapi gadisnya masih belum bisa menerima dirinya sendiri.

Mendengar rekaman suara tadi saja membuat Daren ingin mencekik lelaki tua itu, bagaimana saat CCTV nya berhasil di dapatkan? Daren hanya bisa menghela nafas panjang, belum ada kabar juga tentang itu, tapi ia tau pasti temannya itu sedang berusaha.

"Aku janji bakalan masukin dia ke penjara. Kalau dia janji katanya bakalan buat gak ada cowok yang mau sama kamu, bakalan aku patahin omongin dia yang itu, kalau bisa aku mau patahin badan dia. Dia gak tau ya kamu selama ini udah cukup bangsat untuk hidup di keluarga kayak mereka, malah sekarang dibuat kayak gini."

Jemari Daren mengelus jari kelingking Hilma sambil menatap sendu wajah yang sedang tertidur pulas itu. "Dia ngerusak mental kamu. Dia ngerusak kepercayaan kamu sama lelaki. Dan dia ngerusak ... rencana aku, love."

Daren menggigit bibir bawahnya menahan isakan yang ingin muncul. "Sebenarnya gak papa rencana aku di rusak, tapi bukan karena liat kamu di giniin. Aku liat kamu kayak gini serasa aku ikut rusak. Maaf, maafin aku."

Daren membiarkan air matanya jatuh ke atas seprei. Jujur, ia menahan mati-matian agar tidak menangis di depan Hilma karena ia tau saat Hilma melihat air matanya, gadisnya itu akan semakin merasa bersalah. Daren menyugar rambutnya dan mengusap wajahnya kasar, menghapus air mata yang ada di pipinya. Ia mengusap pipi Hilma. "Please, percaya sama aku. Aku tau memang dia yang selama ini biayain kamu sampai sekarang, tapi kelakuan dia juga kayak babi yang gak bisa didiemin."

Daren berdiri dari pinggir ranjang, mengeluarkan ponselnya dari saku celana dan berjalan menuju jendela besar yang menunjukkan pemandangan dari kamar. Ia sempat membeli charger ponsel dan powerbank sambil tadi mencari tanah untuk Hilma. Daren sudah tidak peduli saat jarum jam menunjukan pukul 3 pagi. Lama menunggu hingga akhirnya sambungan telepon itu diangkat. "Nand."

"Ahh anjing lo bang. Telpon tau jam lah setan!"

Daren menyibak tirainya hingga pemandangan langit malam yang gelap yang kontras dengan pemandangan sekitaran bangunan hotel yang banyak lampunya. "Penting."

"Lo buntingin Hilma?"

Daren berdecak, kenapa di otak adiknya ini hanya bunting saja sih saat ia mengatakan penting? Daren jadi curiga dengan Denand. "Suruh preman lo mukulin orang."

"Babi, mereka bukan preman."

"Ya sama aja lo suruh gebukin orang juga. Hilma hampir diperkosa."

"Ber- DEMI APA ANJING! SAMA SIAPA?"

Daren mengumpat pelan, ia mengusap telinganya. "Sama siapa cok? Kok bisa?"

"Bapaknya. Gak sudi gue bilang gitu tapi kalau gue sebut nama, lo gak tau."

"Bokap kan-"

Daren menoleh ke belakang, memastikan bahwa Hilma tidak bangun. "Hilma anak angkat."

"HALAL UNTUK DIBANTAI! Lo cari keberadaannya dia dulu, nanti gue tinggal hubungin mereka. Lo di mana?"

"Puncak. Hilma kabur ke sini. Beneran gue pengen gebukin dia pakai tangan gue sendiri, tapi Hilma di sini kasian."

My DarenWhere stories live. Discover now