12 ~ Failed Surprise

9.7K 803 149
                                    

Hilma langsung menghirup udara negara kincir angin ini setelah saat ia keluar dari pintu bandara. Hanya mama Daren yang mengetahui dirinya akan ke sini. Hilma memang sengaja berbohong dan mungkin sekarang lelaki itu sedang bete karena whatsapp nya sengaja tidak ia berikan perizinan untuk memakai data. Dan juga ponselnya memang ia matikan saat sedang naik pesawat tadi. Schiphol airport yang jarak hanya 17 menit ke University of Amsterdam membuat Hilma sedikit tenang karena perjalanannya tidak akan jauh lagi. Hilma melirik jam di ponselnya, biasanya jam segini Daren pasti ada kelas.

Sambil menggeret kopernya, gadis itu berjalan menjauh dan mungkin akan mencari taksi untuk membawanya ke apartemen Daren yang ia tau dari mama Daren. Menyebutkan alamat apartemen Daren kepada sang supir taxi dan taxi langsung melaju ke sana. Ia mengaktifkan kembali whatsapp nya dan dering ponselnya langsung memenuhi mobil. Suara yang berisik membuat Hilma langsung membuat mode hening. "Berisik banget nih om-om," gumam Hilma melihat notifikasi yang tidak kunjung berhenti.

Hilma mengulum senyumnya saat mendapatkan telepon dari Daren. Sengaja ia mematikannya tanpa menjawab apapun. Biarkan saja, Hilma tau nomor kamar beserta sandi kamar Daren juga, ia mungkin akan langsung masuk begitu saja.

Kak Dar
Kok d matiin?
Km knp?
Dr tadi Hilma
Hilma
Jgn buat aku bingung
Knp sayang?
Aku ad slh?

Hilma terkikik sendiri melihat banyaknya notif dari Daren. Chat itu hanya sebagian, di atasnya tadi masih banyak dan Hilma melihat ada tujuh puluh chat. Ya jangan heran melihat kata-kata singkat dari lelaki itu, Daren memang tidak ada manis-manisnya saat sedang chat, lebih tepatnya agak mengesalkan.

Hilma memasukkan ponselnya ke dalam tas saat mobil sudah berhenti. Ia sedikit menganga melihat bangunan di sampingnya, ini pasti bukan apartemen biasa. Hilma membayar dan mengucapkan terima kasih saat kopernya sudah diturunkan oleh supir taxi itu. Ia berdecak kagum sambil memasuki bangunan yang Hilma perkirakan ada 35 lebih lantainya.

Hilma memasuki lift dan menekan angka 34. Ia masih berdecak kagum, benar-benar seperti orang katrok. Apartemen mewah yang biasa Hilma lihat, masih kalah mewah. Keluar dari lift, gadis itu langsung berbelok ke kanan dan mencari kamar paling ujung. Ana-- mama Daren sudah memberikan arahan kamar lelaki itu kepadanya.

Hilma menatap pintu di depannya. "Bel? Langsung masuk? Bel? Langsung masuk? Langsung masuk lebih enak deh kayaknya. Tapi, sopan gak, ya?" Hilma menggaruk kepalanya, tapi kemudian ia memilih untuk memencet bel di samping pintu itu.

"Excu-"

Hilma menoleh saat mendengar suara itu. Matanya membulat dan orang itu pun tidak melanjutkan ucapannya. Hilma menyengir melihat Daren yang tengah membawa kopi di tangannya. "Goedenacht, hoe gaat het met je?" Dengan kikuk nya Hilma mengatakan itu.

Daren masih membisu di tempatnya, ia menatap tidak percaya Hilma ada di depannya, di Belanda! Apa-apaan gadis itu setelah membuat Daren uring-uringan sedari tadi dan sekarang malah berada di depannya dengan cengiran tidak berdosanya dan menanyakan apa kabarnya? Ini beneran Hilma?

Hilma melengkungkan bibirnya, Daren masih diam saja di tempatnya. Padahal saat ini rasanya jantung Hilma bekerja lima kali lipat. Tapi, ternyata harapannya tidak sesuai. Hilma menunduk, ia memainkan sepatunya dan membentuk pola abstrak di lantai.

Hilma sedikit melirik saat mendengar suara yang sepertinya tanda pintu apartemen yang terbuka. Suara roda kopernya yang ditarik Daren pun terdengar di telinganya. Hilma diam, tidak berniat bergerak karena Daren tidak ada menyuruhnya.

"Hilma."

Hilma menatap Daren yang melihatnya. "Apa?"

"Gak masuk?"

My DarenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang