09 ~ Daren's House

11.2K 746 165
                                    

Hilma saling mengaitkan jari-jemarinya. Biasanya ia datang ke rumah ini dengan  santai dan senang karena Baby, tapi sekarang ia malah gugup. Daren mengapa sat-set banget sih? Hilma kesal sendiri dengan lelaki itu. Walaupun ia sudah memakai gaun anggun dan menata rambut serta make up di salon, tetapi tetap saja Hilma belum siap! Daren kampret! 

"Ngumpatin aku?"

Hilma berdecak. "Kak ... kapan-kapan aja, ya? Aku deg-degan, gak ada persiapan."

Daren mengusap rambut Hilma dengan lembut. "Mama gak bakalan makan kamu, Ma. Ayo. Kalau gak sekarang, susah lagi dapat restunya."

"Ada o- om?"

"Papa ke kantor."

Hilma sedikit bernafas lega, setidaknya baru mama Daren saja. "Udah rapi? Ud-"

"Udah cantik."

Pipi Hilma sedikit bersemu mendengar itu. Hilma mengulurkan tangannya. Tetapi, tidak ada respon dari Daren, lelaki itu malah menatap bingung tangannya. "Apa?" Oke, pertanyaan polos itu membuat Hilma menghela nafas panjang. Sabar Hilma, sabar, lelaki matang di depan lo ini dulu kulkas sepuluh pintu, jadi harus sabar.

"Kalau cewek lagi gugup, kakak pegang tangannya. Kayak nyalurin kekuatan gitu biar gugupnya agak hilang."

"O- oh ..." Daren langsung menggenggam tangan Hilma, mengelus dengan lembut punggung tangan itu. "Maaf."

Hilma mengulas senyumnya. "Gak papa." Merasakan detak jantungnya sudah tidak secepat tadi, Hilma menarik nafas panjang lalu mengangguk. "Ayo."

Daren tersenyum, ia mengusap pipi Hilma. "Tenang."

Hilma terdiam, merasakan sentuhan hangat di pipinya ternyata membuat hatinya ikut menghangat. Matanya menatap Daren yang sudah keluar dari mobil dan menunggunya untuk keluar. Hilma menggigit bibir bawahnya. "Sekalinya romantis buat meleleh, padahal cuma ngelus pipi."

Hilma keluar dari mobil dan mengikuti Daren yang sudah akan memasuki rumah. Memang ia sengaja memilih di belakang Daren, kalau di samping sepertinya terlalu serem.

"Mam, abang pulang!" ucap Daren saat melihat mamanya yang tengah membaca majalah di ruang keluarga.

"Sendirian?"

Pertanyaan mamanya membuat Daren menoleh ke samping dan ia menepuk keningnya saat tidak menemukan Hilma. "Sebentar, anaknya pasti sembunyi." Daren bersidekap dada saat menemukan Hilma yang malah bersembunyi di perbatasan ruang tamu dan ruang keluarga. "Kenapa sembunyi?"

"Takut ...."

"Kamu udah biasa ke sini, sayang."

Hilma menggaruk tengkuknya. "Tapi, beda, kakak ...."

"Be-"

"Loh, Hilma? Gak sekolah?" Daren menoleh saat mamanya mendekatinya dan Hilma.

Tubuh Hilma menegang. Ia perlahan tersenyum sambil menatap Ana-- mama Daren, yang ada di samping kekasihnya. "Enggak, tante."

"Kamu ngap-" Ada jeda sebentar, sepertinya mama Daren mencerna sesuatu. Dan saat menemukan itu, mata wanita paruh baya itu membulat kaget. "KAMU PACAR DAREN?"

Hilma meringis, ia mengangguk sopan. "Iya, tante."

Ana menarik tangan Hilma menuju sofa ruang keluarga. Ia dudukkan gadis itu di sana dan ia duduk di samping pacar putranya itu. "Kamu beneran? Kok bisa? Kenapa bisa? Gimana bisa?"

Cercaan pertanyaan itu membuat Hilma lagi-lagi meringis. "Beneran, tante. Hilma juga gak tau kenapa bisa sama kak Dar."

Daren yang baru saja mengambil minum berdecak. "Abang udah lama suka sama dia, mam, dari abang jemput Baby pas kelas sepuluh semester 2. Baru kemarin akhirnya abang beraniin deh nembak dia."

My DarenWhere stories live. Discover now