13 ~ Hilma's Bra

15.3K 842 82
                                    

Hilma menatap dinding kamar Daren. Ia tidak bisa tidur. Bukan hanya karena nafas hangat di tengkuknya serta pelukan erat di pinggangnya, tetapi karena masih ada yang melilit dadanya. Ia tidak terbiasa tidur menggunakan bra! Hingga sedari tadi sudah berusaha memejamkan matanya, tetapi tetap saja rasanya ada yang mengganjal.

"Kamu gak bisa tidur?"

Suara serak Daren membuat Hilma menahan nafasnya. Hilma nenggeleng. "Belum bisa lebih tepatnya, kak."

"Kenapa? Kamu gak nyaman?"

Hilma kembali menggeleng. "Ada yang belum aku lepas, jadi ngeganjel."

Daren melepaskan lengannya dari pinggang Hilma. "Lepas aja, aku malah kasian kamu gak bisa tidur. Kalau memang gak nyaman, aku pindah aja."

"Enggak usah, kakak di sini aja, aku takut sama ruangan yang baru aja aku masukin. Sebentar, aku mau lepas ini aja."

Daren mengangguk. Dengan setengah sadar ia melihat Hilma memasuki walk in closet, tetapi gadis itu tidak lama, hanya beberapa detik kemudian muncul lagi dengan tangan yang menyilang di depan dada. Daren mengerjapkan matanya, tapi kemudian ia menggelengkan kepalanya, tidak mau berfikir.

Hilma kembali ke samping Daren, memunggungi Daren dan ia langsung mengambil guling dan memeluknya. "Kakak tidur aja lagi."

Daren melingkarkan kembali lengannya di perut Hilma. Tubuhnya kembali rapat dengan tubuh gadisnya dan ia menghirup kembali aroma di tengkuk Hilma. "Night."

"Too."

Hilma berusaha memejamkan matanya sambil berdoa semoga Daren tidak menyadari bahwa ia tidak memakai bra nya lagi.

***

Daren mengerjapkan matanya, sinar matahari yang menembus gorden kamarnya membuatnya terbangun. Senyumnya mengembang saat mendapati apa yang tengah ada di pelukannya. Ia kira semalam hanya mimpi, tapi untungnya tidak. Hilma memeluknya dengan wajah yang disembunyikan di dadanya. "Gemes banget ternyata pacaran sama bocil."

Daren mengusap punggung Hilma saat gadis itu sedikit terusik. Wajah itu semakin terbenam di dadanya dan tangan Hilma semakin memeluk pinggangnya. Tapi, satu hal yang membuatnya terusik, mengapa tidak ada kaitan bra di punggung Hilma. Jangan bilang ... semalam gadis itu bilang ada yang mengganjal gara-gara bra? Berarti saat ini Hilma tidak memakai bra? Daren mengerjap pelan, masih mencerna. Di otaknya hanya terputar kata bra, bra, dan bra.

Daren menunduk dan meneguk ludahnya kasar, otak suci nya kembali lah, jangan biarkan otak setannya meracuni pagi yang indah ini. Tapi, namanya lelaki, otak setan kadang lebih berpengaruh besar. Daren sedikit mengangkat kepalanya untuk melihat dada Hilma yang bersentuhan dengan perutnya. Lelaki itu berdehem kemudian dengan pelan berusaha melepas pelukan Hilma.

"Hussttt ... bobok lagi," gumam Daren pelan sambil menepuk-nepuk lembut kepala Hilma agar gadis itu kembali tertidur.

Daren beranjak dari ranjang dengan gerakan pelan, ia memilih membuka gorden dan melihat pemandangan pagi dari pada otaknya memikirkan bra lagi. Daren mengambil ponselnya dan duduk di sofa depan jendela. Panggilan dari ibu negaranya membuat Daren menelpon balik. "Morning, mam, abang baru bangun."

"Enak tidur berdua?"

Daren tersedak air liurnya sendiri. "Apa sih, mam?"

"Hilma ngomong sama mama ya kalau dia bakalan ke sana, gak usah sok polos kamu. Mama yang ngasih alamat sama sandi apart kamu. Gak usah ngalihin pertanyaan, nyenyak tidurnya?"

My DarenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang