24. Menyerahkan Diri

2.4K 57 4
                                    

Sekarang, kepada siapa lagi Aruni bisa percaya?

Akhir-akhir ini di sekitarnya seperti ada sebuah skenario kejahatan. Dan Aruni menjadi salah satu pemerannya.

Hidupnya yang dulu tenang, biasa-biasa saja, kini sedikit menyeramkan. Kejadian demi kejadian kejahatan dan kriminalitas yang biasanya dia lihat di berita, ternyata bisa saja terjadi di sekitarnya. Padahal ia pernah berdoa dijauhkan dari kejadian macam begitu.

Kenapa dia selalu percaya kepada orang yang salah?

Dulu, ia sempat bersyukur dengan kehadiran Devan di hidupnya. Karena pria itu, Aruni jadi punya keberanian mengeluarkan amarahnya terhadap Zio waktu itu. Pria itu berjanji akan membantunya untuk menemukan kebenaran. Padahal ternyata, dialah penyebab semuanya.

Kemarin, pria itu bilang dialah kebahagiaannya, apakah sekarang Aruni masih bisa mempercayainya?

Aruni jadi mengerti bagaimana perasaan Karen sekarang. Karena kini, dia juga tidak tahu bagaimana menghadapi Devan ke depannya.

Pemandangan Devan yang sedang menemani Lisa bermain di halaman menyita perhatian keduanya. Namun keduanya hanya diam hingga Karen memecah keheningan.

"Gue nggak ragu sama rasa sayangnya dia ke Lisa." Gumam Karen. "Tapi, hal itu ngga bisa buat jaminan dia nggak akan berbahaya buat Lisa sama Gue ke depannya."

Devan orang yang berbahaya? Aruni tidak percaya itu. Seperti yang terlihat. Setelah tahu dia bukan ayah biologis Lisa, dia tetap memperlakukan Lisa seperti sebelumnya. Tidak ada yang berbeda.

Mungkin ada alasan dia melakukan kejahatan itu.

Aruni harus tahu alasan Devan membunuh Zio.

Aruni tidak menanggapi ucapan Karen. Turun dari mobil Karen yang sudah mengantarnya pulang. Lalu Karen turun beberapa saat kemudian setelah Aruni.

Pandangan bertanya-tanya Devan tidak terlepas dari dua orang wanita yang baru saja turun dari mobil yang sama.

*

Karena Karen bilang lebih baik segera menyerahkan rekaman itu ke polisi, namun Aruni meminta sedikit waktu dan berkata akan mengatasinya sendiri. Aruni tidak ingin melibatkan Karen lebih jauh dalam masalah ini.

Dan terutama, dia perlu mendengar sendiri penjelasan dari Devan. Karen setuju untuk angkat tangan dan menyerahkannya kepada Aruni.

"Mba, kenapa menghindariku?" Bunyi salah satu pesan singkat dari Devan yang tidak kunjung Aruni balas.

Sejak hari itu, Aruni memang menghindari Devan. Menghindari sedetik pun waktu bertemu dengannya.

Walaupun dia ingin sekali mempertanyakan perbuatan Devan, namun dia juga butuh persiapan besar untuk melakukannya.

Dia butuh mempersiapkan perasaan, akal dan pikiran, termasuk mentalnya. Sekarang keberaniannya masih maju mundur.

Tapi menundanya terlalu lama juga tidak baik.

Maka, sekarang Aruni mengajak Devan bertemu. Di kantor Devan. Karena hal ini termasuk dalam kasus mereka yang hampir selesai.

Lagipula, Aruni merasa lebih aman mengajak Devan bertemu di tempat umum. Setidaknya ada kamera cctv di kantornya. Hanya untuk mencegah bagaimana reaksi Devan kalau dia tahu rekaman itu sudah berada di tangannya.

Aruni takut Devan marah, lalu gelap mata, dan sesuatu yang tidak di inginkan terjadi kepadanya. Walau Aruni yakin Devan tidak akan melakukan sesuatu yang mengerikan kepadanya.

"Ada apa?" Tanya Devan lembut.

Aruni berjengit mundur saat Devan mencoba meraih tangannya. Melihat itu, kernyitan di kening Devan semakin dalam.

"Mba?"

Aruni menarik napas. Seluruh tubuhnya gemetaran. Tapi dia mencoba untuk tenang. "Apa ada... yang Mas Devan sembunyiin dari kasus Zio?"

Wajah Devan berubah setelah mengetahui kemana arah pembicaraan wanita di depannya.

Jawaban Devan diluar dugaan Aruni. Pria itu tidak berusaha mengelak atau membela diri.

"Apa yang mau Mba Aruni tahu? Atau," Devan menatapnya dalam. "Mba Aruni, tahu sesuatu?"

Aruni menunduk. Perlahan mengeluarkan ponselnya dengan tangan yang gemetar. Mengulurkannya pada Devan agar Devan melihat apa yang sedang diputar di layar ponsel.

Tidak ada kata-kata. Devan hanya mematung.

Aruni mengangkat wajah. Mencoba melihat. Pria itu memejamkan mata sebentar, sebelum mengembalikan ponselnya.

"Apa, itu benar-benar Mas Devan?"

Padahal sudah terlihat jelas. Tapi entah kenapa Aruni berharap kalau Devan akan mengatakan sesuatu untuk menyangkal kalau orang di video itu, bukanlah dirinya.

Namun dari diamnya Devan, Aruni sudah tahu jawabannya. Dadanya sesak. Perlahan matanya menghangat.

"Kenapa? Kenapa Mas Dev bunuh Zio? Apa dia melakukan kesalahan sama Mas?"

Devan masih tidak bergeming ditempatnya. Sepatah katapun juga tidak di ucapkannya. Sampai suara isak memecah keheningan. Aruni tetap menundukkan wajahnya. Sebenarnya tidak ingin menangis di depan Devan. Dia tidak mau pria itu melihat kelemahannya. Tapi apalah daya, dia juga tidak bisa menahannya lagi.

"Mba benci aku? Mba marah sama aku?"

Bukannya menjawab, Devan malah menanyakan perasaannya saat ini. Tapi memang Aruni sendiri bingung dengan perasaannya. Apakah ia benci? Marah? Atau takut?

"Lampiaskan. Masih ada kesempatan memukulku sekarang."

Kemudian Devan diam. Seperti menunggu Aruni melakukan sesuatu. Tapi wanita di depannya sama sekali tidak melakukan apapun.

"Kejahatan... tidak harus dibalas dengan kejahatan. Kekerasan, tidak harus dibalas dengan kekerasan."

Ucapan Aruni menyentak Devan akan sesuatu. Tatapan dalam Devan pada Aruni akhirnya ia turunkan.

"Jika ingin tahu semuanya, datanglah ke pengadilan. Sudah sepantasnya aku bertanggung jawab atas semua perbuatan itu." Ucap Devan lalu pergi. Meninggalkan Aruni bersama pertanyaan-pertanyaan yang masih mengambang.

Devan, akan menyerahkan dirinya sendiri?

*

Begitu pulang, Aruni menjatuhkan dirinya ke pelukan Miya dengan isak tangis yang meledak.

"Run. Run, Lo kenapa sih?" Miya panik melihat sahabatnya yang pulang dan tahu-tahu seperti itu.

Aruni sama sekali tidak berniat menjawab pertanyaan Miya. Tidak berniat menjelaskan apapun juga. Dia hanya perlu menangis saja karena saat ini, hanya Miya yang bisa memberikan pelukan ketenangan.

Melihat keadaan sahabatnya begitu buruk, Miya pun hanya bisa mehgelus punggung Aruni tanpa bertanya lebih lanjut.

Milik Tetangga [SELESAI]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant