23. Membuka Semuanya

2K 62 1
                                    

Aruni berjalan pulang dengan santai sambil menendang-nendang pelan keranjang rotan di tangannya, yang isinya sudah habis terjual.

Karena berangkat cukup awal tadi pagi, jadi Aruni memilih berjalan kaki daripada naik motor. Suasana pagi cukup bagus untuk dinikmati pelan-pelan. Tapi sekarang, saat matahari sudah mulai naik ke atas kepala, Aruni sedikit menyesal. Panas.

Beberapa kali suara klakson mobil terdengar dan akhirnya menghentikan langkah Aruni. Lalu Mobil hitam berhenti di sampingnya dan kaca dibuka.

"Mas Dev?"

"Masuk." Perintah Devan sambil memiringkan kepala. Raut wajah Devan tampak tidak baik. Tatapan yang kini memandang kosong ke depan itu tampak berkelana entah ke mana.

"Tapi, aku mau pul-"

Niatnya ingin menolak, tapi melihat raut wajah Devan yang begitu... Aruni mengecek sekitar apakah ada tetangga yang dikenalnya atau tidak, namun ternyata aman, sebelum akhirnya masuk ke mobil Devan.

"Mau kemana, Mas?" Tanya Aruni saat tahu kalau tujuan mereka bukan pulang ke rumah.

Devan hanya diam.

Aruni jadi mengatupkan mulutnya rapat. Urung bertanya lebih lanjut.

Perjalanan mereka dilewati bersama keheningan. Tidak ada basa-basi maupun obrolan santai. Namun terus diam, membuat Aruni tambah mengantuk. Dia sudah berniat ingin tidur begitu tiba di rumah nanti. Tapi Devan malah menculiknya dan diam seribu bahasa.

"Mba bisa tidur kalau sudah sampai nanti."

Diam-diam Devan ternyata memperhatikannya.

"Hotel?" Aruni heran melihat Devan memasuki mobilnya ke parkiran sebuah hotel. "Lah, kenapa nggak pulang aja, Mas?"

Lagi, Devan hanya diam.

Devan turun setelah memarkirkan mobilnya. Aruni mengikuti.

Saat Devan menghampiri resepsionis, Aruni memilih untuk tidak mengikuti dan hanya berdiri tidak jauh. Beberapa saat kemudian Devan terlihat selesai dan berjalan ke arahnya.

"Ayo." Devan meraih tangannya lalu pergi menuju lift.

"Mas Devan nggak kerja?" Tanya Aruni sambil menunggu pintu lift terbuka.

"Kerja."

"Kerja kok ke sini?"

Devan mengalihkan tatapannya dari pintu lift ke Aruni. "Aku juga janjian ketemu klien di sini."

Aruni membentuk huruf o dengan mulutnya sambil mengangguk-angguk kecil.

Tidak lama, mereka sampai di depan salah satu kamar. Begitu terbuka Devan menarik Aruni masuk ke dalam. Belum sempat Aruni melihat suasana kamar, Devan langsung menciumnya. Sepertinya lelaki itu memang sudah menahannya sedari tadi.

Tapi deringan ponsel Devan menginterupsi mereka. Ada panggilan yang tidak bisa ditunda dan Devan segera mengangkatnya.

Aruni melepas sandal. Masuk lebih dalam sementara Devan menelepon seseorang.

"Mba tidur di sini aja dulu ya." Ucap Devan begitu mengakhiri teleponnya. "Tadi klienku. Dia bilang udah ada di bawah. Jadi aku harus ke sana sekarang."

"Oh, ya udah."

Devan memberi kecupan singkat sebelum benar-benar pergi. Sementara Aruni langsung merebahkan diri di atas tempat tidur begitu Devan menghilang dari balik pintu.

Rasa sepi membuatnya tertidur dengan begitu cepat.

*

Ketukkan di pintu membuat Aruni menggeliat. Mencoba mengumpulkan kesadaran saat yang dilihat bukan kamarnya begitu membuka mata.

Milik Tetangga [SELESAI]Where stories live. Discover now