3. Pelajaran Untuk Si Pengkhianat

3.9K 50 3
                                    

"Nggak ada yang lupa?" Tanya Devan sambil membantu Lisa memakai tas punggungnya.

"Nggak ada, Pi. Eh," Lisa tiba-tiba membulatkan mata. Teringat sesuatu. Ekpresi Lisa itu membuat Devan mencubit pelan pipi chubby Lisa. "Boneka Lulu!"

Lisa berlari menuju sofa. Mengambil boneka beruang merah muda kecil kesayangannya.

"Lisa, udah belum? Cepetan." Ajak Karen merentangkan tangannya.

Lisa mengangguk sambil meraih tangan Karen.

Devan mengikuti dua perempuan itu keluar rumah.

"Bye, Papi!"

"Bye." Devan membalas lambaian tangan Lisa sebelum Lisa masuk ke dalam mobil dan pergi.

Cuaca Minggu pagi, lebih dingin dari hari-hari sebelumnya. Menandakan kalau musim hujan sepertinya tidak lama lagi akan segera datang. Devan sampai memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana untuk menghangatkan diri.

Lagi, perhatiannya sempat tertuju ke samping rumah mendengar deru mesin motor yang menyala sebentar lalu mati. Terdengar begitu berulang-ulang kali.

"Mba Aruni," panggil Devan, "Butuh bantuan?" Tawar Devan melihat Aruni kesusahan menyalakan motornya.

Aruni menoleh. Mulanya ragu. Tapi tidak ada siapapun yang bisa ia minta tolong saat itu selain Devan.

"Mas Devan ngerti motor?"

Devan keluar pekarangan rumahnya untuk masuk ke halaman rumah Aruni.

"Nggak begitu sih. Tapi coba saya liat." Jawab Devan.

Aruni membiarkan Devan mencoba motornya yang entah kenapa pagi ini tiba-tiba mogok padahal sebelumnya tidak pernah seperti itu. Aruni bahkan sering membawanya ke bengkel secara berkala.

"Karen sama Lisa pergi kemana, Mas?" Tanya Aruni yang memang sempat melihat Lisa dan Karen pergi tadi.

"Ke rumah Mamanya Karen." jawab Devan yang masih berkonsentrasi memperhatikan mesin motor.

"Loh, Mas Devannya nggak ikut?" Tanya Aruni heran. Bukannya itu bisa menjadi kunjungan keluarga di hari libur, ya? Sekaligus liburan, mungkin.

Aruni malah mendengar Devan tertawa renyah.

"Karen nggak akan mau aku anterin."

Jawaban Devan membuat Aruni sedikit berpikir. Kenapa Karen seperti itu? Tapi Aruni tidak ingin memikirkan hal itu lebih lanjut. Dia juga tidak mau bertanya lebih lagi. Dia tidak mau terlalu mencampuri urusan rumah tangga orang lain.

Beberapa waktu kemudian, setelah Devan cukup lama mengutak-atik motor tersebut, tetap tidak mau menyala.

"Kayaknya harus dibawa ke bengkel, Mba." Ucap Devan. Menyerah.

"Hm. Ya udah deh nggak apa-apa. Makasih ya, Mas Dev." Aruni kembali mengambil alih motor dari tangan Devan.

"Mau kemana pagi-pagi begini, Mba? Kan hari minggu. Sekolah libur. Mau aku anter?" Tawar Devan tiba-tiba.

"Nggak, Mas. Makasih." Tolak Aruni cepat-cepat. "Nanti aku panggil taksi aja."

"Loh, ya udah anggep aja saya taksinya. Lagian aku juga nganggur. Nggak ada pertemuan klien."

"Eh tapi, nggak enak lah aku sama Karen, Mas." Ucap Aruni berharap Devan mengerti. Nanti kalau  Karen tahu mereka pergi berdua saja, bisa saja Karen salah paham.

"Mba Runi takut Karen salah paham?" Tebak Devan dengan tepat. "Karen... nggak akan cemburu sama aku Mba Runi. Malah, kalau dia cemburu, berarti bagus. Ada kemajuan."

Milik Tetangga [SELESAI]Where stories live. Discover now