8. Bayaran Devan

3.5K 43 1
                                    

'Yang ku inginkan, Mba Aruni.'

Aruni membanting pintu kulkas dengan keras. Membuat badan kulkas bergetar hebat. Suara itu tak hentinya bergema di telinga Aruni. Keinginan terakhir Devan.

Kenapa lelaki itu sangat berterus terang? Apa yang ia inginkan? Perasaannya? Hatinya? Atau mungkin tubuhnya?

Aruni menegak air dingin langsung dari botolnya tanpa menuangnya ke gelas lebih dulu. Bisa ia rasakan rasa dingin yang menjalar dari tenggorokannya hingga ke perutnya karena tubuhnya benar-benar panas sekarang.

Sambil menaiki tangga dengan langkah cepat menuju kamarnya, Aruni melepas luaran kimono gaun tidurnya.

Ini gila.

Baru kemarin dia melakukan pemakaman sang suami.

Sekarang dia sudah memikirkan laki-laki lain yang akhir-akhir ini terus mengganggunya dan merupakan suami sahabatnya sendiri.

Dia juga tidak bisa memungkiri kalau tertarik pada Devan. Tatapan lelaki itu yang selalu membuat desir di dalam dadanya. Dia hanya berusaha keras memendam perasaannya.

Bahkan... dalam pikiran kotornya, Aruni membandingkan tubuh kekar Devan yang lebih menggoda daripada mendiang suaminya. Berpikir bagaimana rasanya menyentuh otot-otot kekar itu.

Aruni memejamkan matanya. Dia sendiri sekarang. Zio tidak akan pernah kembali lagi. Dia butuh pelampiasan saat Devan terlalu mengganggu di pikirannya. Sudah lama juga dia tidak mengeluarkannya.

Bolehkah dia sambil membayangkan suami orang lain saat ini? Toh tidak akan ada yang tahu.

Aruni memejamkan mata. Memuncakkan gairah dalam dirinya sambil membayangkan sentuhan hangat Devan kemarin di kakinya.

Dia hanya wanita dewasa yang kadang ingin merasakan puncak yang pernah ia rasakan.

Napas Aruni naik turun saat dirinya meledak dari dalam. Sial, dia benar-benar melakukannya sambil membayangkan pria itu. Devan.

Aruni melemaskan tubuhnya. Mengeluarkan mainan dewasa yang ia beli online beberapa waktu lalu, dari dalam miliknya. Yang selama ini membantunya saat Zio tidak bisa pulang.

Aruni menyunggingkan senyum miris. Berpikir betapa menyedihkannya dirinya dulu. Memiliki suami tapi melampiaskannya pada benda berwarna merah muda itu.

*

"Saya dengar, hubungan Ibu Aruni dan Bapak Zio tidak baik akhir-akhir ini. Apa itu benar?"

"Hm. Itu benar." Aruni tidak membantah pertanyaan petugas polisi. "Saya menemukan suami saya... berselingkuh. Saya juga sudah berniat melayangkan gugatan cerai."

Namun ternyata proses perpisahan itu terjadi lebih cepat. Status yang tertulis di dalam surat keterangan harus menjadi cerai mati, sesuatu yang sangat tidak Aruni sangka.

"Apa Ibu Aruni punya seseorang yang dicurigai bisa melakukan motif tersebut pada Bapak Zio?"

Aruni menggeleng. Menyadari satu hal, kalau selama ini dia kurang mengenal laki-laki yang berstatus sebagai suaminya itu. Dia tidak tahu teman-teman Zio, kerabat dekat Zio, dimana tempat tongkrongannya, bagaimana kehidupan kerjanya....

Sebenarnya, pernikahan macam apa yang telah mereka jalani selama ini?

"Saya... nggak tahu, Pak."

"Ibu Aruni, jadi orang terakhir yang bersama Bapak Zio pada malam kejadian. Apa ada seseorang yang bisa mengonfirmasi kalau Ibu Aruni berada di rumah pada saat kejadian?"

Aruni terdiam. Tentu saja tidak ada. Dia tinggal sendiri di rumah.

"Saya, bisa jadi orang yang bisa mengonfirmasi hal itu." Devan akhirnya bersuara. "Kebetulan selain pengacara Ibu Aruni, saya tetangganya juga, Pak. Saya tahu mobil Pak Zio waktu itu ada di rumah Mba Aruni sampai mobil itu pergi, saya bisa memastikan kalau Mba Aruni ada di rumah sepanjang malam itu."

Milik Tetangga [SELESAI]Where stories live. Discover now