17. Si Pelaku

2.3K 49 3
                                    


Sudah 2 jam semenjak Devan pergi ke kantor polisi untuk menyerahkan barang bukti yang tiba-tiba datang sendiri. Hingga hujan akhirnya turun dengan deras disertai angin kencang.

Tadinya Aruni ingin ikut. Namun Devan melarangnya dan berkata nanti polisi juga pasti akan memanggilnya untuk datang dan melapor. Jadi Aruni hanya perlu menunggu panggilan itu.

Sampai sekarang, pria itu belum ada tanda-tanda kembali. Padahal Aruni sudah bilang kalau ada sesuatu yang ingin ia bicarakan. Perihal Merin.

Ngomong-ngomong, dia juga seharusnya mengabari Merin kalau ponsel Zio sudah ditemukan.

Sambil berbicara dengan Merin di telepon, Aruni mengambil selimut lalu menyampirkan di tubuhnya seperti jubah karena hawa dingin mulai menusuk kulit, lalu kembali ke ruang tamu sambil membawa segelas kopi.

"Nanti ku hubungi lagi."

Aruni baru saja mengakhiri pembicaraannya dengan Merin saat Devan akhirnya kembali.

Selesai melepas jas hujan birunya Devan masuk begitu saja tanpa mengetuk karena pintu sudah terbuka setengah.

Tentu saja Aruni sengaja membukanya karena menunggu Devan.

"Gimana, Mas?"

"Segera diperiksa." Devan mengambil duduk di hadapan Aruni.

"Mau kopi?"

Devan mengangguk.

Aruni meninggalkan selimut di tubuhnya ke atas sofa. Buru-buru membuatkan kopi panas untuk Devan. Beberapa menit kemudian kembali ke ruang tamu.

"Mba tadi mau ngomong apa?" Devan menyeruput kopinya untuk menghangatkan tubuh. Berdoa saja tidak sampai masuk angin karena menabrak hujan pulang tadi.

Aruni mulai bercerita tentang pertemuannya dengan Merin dan apa saja yang mereka bicarakan.

Tentang Merin yang ternyata selama ini diperas Zio. Ternyata Zio diam-diam suka mengambil video ranjang mereka berdua dan Zio memanfaatkan hal itu untuk memeras Merin. Zio selalu meminta sejumlah uang dan mengancam akan menyebarkan video tersebut kalau Merin mengakhiri hubungan mereka.

Merin yang berasal dari keluarga terpandang tentu saja tidak mau kalau video-video tersebut tersebar keluar. Bisa-bisa martabat keluarganya hancur.

Maka dari itu dia mencari ponsel tersebut. Semua videonya di sana. Ia takut ponsel tersebut berada di tangan yang salah dan data di dalamnya tersebar keluar.

Sudut bibir Devan terangkat ke atas begitu Aruni menyelesaikan ceritanya.

"Mba Aruni ketemu dimana sih laki-laki begitu? Benar-benar sampah."

Aruni tidak merasa tersinggung akan ucapan Devan. Kalau saja ia tahu kelakuan Zio itu dari dulu, dia juga pasti akan membuang pria itu seperti sampah.

"Tadi malam kenapa nggak telepon polisi? Gimana kalau yang datang orang jahat?" Devan menggenggam cangkir kopi dengan kedua tangannya. Entah kenapa cuaca begitu dingin kali ini.

Aruni juga sudah menyelimuti tubuhnya lagi. "Ntar heboh, Mas. Udah nelpon Pak Rt nggak di angkat-angkat juga."

Menyebut Pak Rt Devan jadi mengingat sesuatu.

"Terus kenapa nggak telepon pacar Mba? Si anak Pak Rt itu."

"Hah? Mas Dion? Dia buk-" Aruni memotong ucapannya.

Apa Devan mengira dia dan Dion benar-benar menjalin hubungan? Itu salah paham. Namun Aruni pikir tidak perlu menjelaskannya juga.

"Dia udah ke luar kota lagi."

Milik Tetangga [SELESAI]Where stories live. Discover now