12. Melewati Batas

5.4K 43 0
                                    

    "Lain kali... jangan terima tamu hanya pakai jubah mandi. Apalagi tamunya laki-laki. Berpenampilan seperti ini bisa membuat mereka berpikir yang nggak-nggak." Ucap Devan di belakang Aruni saat napas mereka sudah stabil.

    "Seperti Mas Devan?" Ledek Aruni yang masih meringkuk membelakangi Devan.

    "Hmm..." Jeda, "aku pengecualian. Aku sudah lihat semuanya."

    Aruni memutar bola matanya. Enggan menanggapi ucapan Devan lagi. Perlahan, matanya mulai meredup, kesadarannya menurun, napasnya melemah namun gerakan orang di belakangnya membuat kesadaran Aruni kembali penuh.

    "Jangan tidur di sini. Sana ke kamar." Ucap Devan pelan.

    Suara resleting celana terdengar beberapa saat kemudian. Tanpa menoleh pun Aruni tahu apa yang sedang dilakukan Devan. Merapihkan pakaiannya, ah atau lebih tepatnya memakai pakaiannya kembali.

    "Aku pulang dulu."

    "Hm." Sahut Aruni singkat. Matanya masih terpejam bahkan saat Devan mengecup pipinya kemudian pergi.

    Setelah merasakan jejak lelaki itu yang sudah menghilang dari rumahnya, Aruni baru berusaha membuka kelopak matanya yang terasa berat. Berusaha bangun saat rasa lelah masih mendera tubuhnya sehabis pergumulan tadi.

    Kejadian beberapa saat lalu kembali membayanginya, Devan... ternyata sedikit kasar, tapi tidak sampai menyakiti. Aruni seperti memiliki pengalaman s*ks yang lain.

    Dulu, Zio selalu bermain cepat, dia hanya mempedulikan klimaksnya sendiri. Aruni tidak pernah merasakan puncak yang membuat tubuhnya sampai mengejang hebat tapi Devan membuatnya merasakan hal itu sampai berkali-kali. Gila.

    Entah kenapa terbersit pertanyaan tentang bagaimana Devan saat bermain dengan Karen? Apakah pria itu juga melakukan hal yang sama? Kalau iya, kenapa Karen tidak betah di rumah?

    Aruni merapihkan jubah mandi yang masih tersangkut. Ya, hanya tersangkut di kedua tangannya. Fungsi jubah mandi yang seharusnya menutupi tubuhnya sudah tidak berguna lagi.

    Aruni menyenderkan kepalanya ke sandaran sofa. Menarik napas dalam. Akhirnya... dia benar-benar melewati batas itu. Dengan suami orang pula.

    Bahkan suami sahabatnya sendiri.

    Apa bedanya sekarang dia dengan Merin?

    Apa bedanya sekarang dia dengan Rendi?

    Hatinya tiba-tiba mencelos. Kenapa ia harus menyamakan dirinya sendiri dengan mereka?

    Ponselnya tiba-tiba bergetar setelah Aruni selesai mengikat jubah mandi itu. Ada pesan masuk dari Devan.

    'Jangan lupa kunci pintunya.'

    Kalau tidak diingatkan oleh Devan Aruni memang sudah pasti lupa melakukannya.

    Aruni segera mengunci pintu lalu naik ke atas, ke kamarnya sendiri.

    Saat berjalan rasa mengganjal masih terasa di bawah sana. Ya ampun, dirinya seperti habis diperawani kembali. Mungkin juga karena milik Devan yang terlalu besar untuknya? Atau karena milik Zio yang kecil hingga sekarang dia harus menyesuaikannya lagi?

    Lagi... Aruni menghembuskan napas kasar. Kenapa dia harus membanding-bandingkannya. Zio sudah tiada. Pantaskah dia memikirkan hal itu? Ah, mungkin juga gara-gara ucapan Devan tadi.

    "Sempit Mba...." Ucap Devan berbisik.

    Padahal Aruni merasa miliknya sudah banjir akibat ulah mulut pria itu tadi.

Milik Tetangga [SELESAI]Where stories live. Discover now