16. Tamu Tengah Malam

3.2K 47 0
                                    


Sudah beberapa hari semenjak kejadian itu.

Sejak saat itu, Devan jadi jarang menghubunginya. Mereka berkomunikasi untuk hal-hal formal saja seperti kemajuan tetang penyelidikan kasus Zio.

Di luar itu mereka tidak pernah bercakap-cakap lagi. Lagipula, tidak ada juga yang perlu mereka bahas.

Devan juga jarang terlihat berada di rumahnya. Terakhir kali Aruni melihat Devan menaiki motor sportnya karena mobilnya masih di perbaiki, pada pagi-pagi buta. Pagi setelah percakapan terakhir mereka waktu itu. Lalu sampai sekarang, dia tidak pernah melihat pria itu lagi di rumahnya.

"Sdah sampai, Mba." Beritahu pengemudi ojek saat penumpangnya malah asyik dengan pikirannya sendiri. Sampai-sampai tidak tahu kalau sudah tiba di tujuan.

"Oh," Aruni mengerjap lalu segera turun dari mobil selesai membayar.

Perlu menyeberang untuk sampai di rumah sederhana bercat oranye itu. Aruni ingat terakhir kali ke sana sebelum pindah ke rumah yang sekarang. Zio perlu mengambil beberapa barang di rumahnya itu.

Kali ini, ia datang untuk menemui Mama Dian. Untuk membicarakan masalah tabrakan mobil itu tentu saja. Aruni ingin tahu apakah masalahnya sudah selesai. Dia enggan menanyakan langsung masalah tersebut pada Devan.

Namun Merin yang terlihat keluar dari rumah Dian menghentikan langkah Aruni.

Kenapa wanita itu bisa ada di sana? Apakah mereka saling mengenal?

Sepertinya, ada sebuah hubungan yang lebih dalam, yang tidak Aruni ketahui.

Aruni mengurungkan niatnya untuk ke rumah Dian dan malah mengejar wanita itu. Dibanding Mama Dian, sepertinya wanita tersebut bisa lebih terbuka.

Merin membulatkan matanya begitu melihat siapa yang tiba-tiba menyentuh pundaknya.

"Ayo bicara." Ajak Aruni tanpa basa-basi.

Merin menepis tangannya yang ditarik Aruni. "Aku bisa jalan sendiri. Lagian mau ngomong apa sih? Di sini aja."

Aruni memposisikan diri di hadapan Merin. "Kamu kenal sama Mama Dian?"

"As you can see...."

"Kayaknya hubungan kamu sama Zio dulu emang sedeket itu. Masih bilang kamu sama Zio dulu terpaksa?"

Merin menarik napas, seakan habis kesabaran dan bercakap dengan Aruni hanya membuang waktunya saja. "Gue nggak bohong. Di sini juga gue terpaksa. Mba, kita punya tujuan yang sama. Gue juga lagi nyari HP Zio."

"Kamu... nyari HP Zio? Buat apa?"

Merin mengerjap. Sadar telah mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak dia katakan. Dia terdiam.  Berpikir panjang lalu menghembuskan napas kasar.

"Begini... Mba mau tahu kenapa aku bilang dulu berhubungan sama Zio karena terpaksa?"

Sekarang, giliran Aruni yang tidak bisa menjawab. Tadinya, dia tidak mau ambil pusing. Namun Merin tampak merahasiakan sesuatu dan Aruni juga ingin tahu apa itu.

Aruni bersiap untuk mendengarkan Merin.

*

Padahal Aruni sudah menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut, namun tetap saja matanya enggan terpejam. Bahkan lampu tidur yang biasanya tidak ia matikan, sekarang di matikan demi usahanya untuk menutup mata. Tapi tetap saja, tidak berhasil.

Mungkin percakapannya dengan Merin tadi sore yang membuatnya tetap terjaga. Pertemuan itu menghasilkan segunung alasan untuk kembali membenci almarhum mantan suaminya itu.

Milik Tetangga [SELESAI]Where stories live. Discover now