9. Kedatangan Merin

3.1K 38 0
                                    

"Mimpi saja sana!" Aruni kembali menurunkan roknya. Meluruskan kembali posisi tubuhnya di kursi. Bahkan sekarang memalingkan wajahnya dari Devan.

Ah, sayang sekali. Padahal sedikit lagi. Kenapa Aruni harus menghentikan apa yang dilakukannya tadi? Sesal Devan.

"Aku nggak mau nambah kasus karena melaporkan pengacara sendiri yang hobinya menggoda." Gerutu Aruni yang menarik kembali pikiran Devan dari kulit putih itu.

"Haha...." Devan tertawa kecil. Menyadari, sepertinya ada yang salah paham terhadap ucapannya tadi.

"Mba Aruni jangan salah paham. Maksudku bukan seperti itu."

Lirikan tajam Aruni kembali mengarah ke arah Devan.

"Kalau Mba Aruni masak pulang nanti, jangan lupain tetangganya ini yang belum makan malam juga ya." Jelas Devan. "Anggap aja bayaran buat aku."

Aruni terdiam. Pipinya menghangat.

Sudah balas menggoda, lalu berkata ketus, tapi ternyata maksud Devan hanya... Aruni menggigit bibirnya sendiri. Malu sudah salah paham. Apalagi tingkahnya tadi... membuatnya ingin tenggelam ke dalam jok mobil sekarang juga.

*

Seadanya saja. Malam ini Aruni hanya memasak nasi goreng dengan campuran seafood dan daging namun porsinya dibuat sedikit lebih banyak. Tentu saja karena untuk 2 orang. Untuk dirinya sendiri dan tetangga sebelah rumah yang sedikit rese.

Aruni memperhatikan kembali tempat makan berwarna kuning yang sudah di isi nasi yang masih hangat.

Aneh. Kenapa dirinya harus menghias sayuran di atasnya dengan sangat rapih? Jika Devan melihatnya pasti akan berpikir kalau dirinya bekerja keras melakukan hal itu untuk menyenangkan Devan. Padahal nyatanya Aruni bahkan tidak sadar saat melakukannya, apalagi berniat membuat lelaki itu takjub.

Tapi merusaknya lagi juga tidak mungkin. Sayang juga karena penampilannya sudah sangat cantik. Hanya buang-buang waktu dan juga tenaga.

Akhirnya Aruni menutup tempat makan itu. Memasukkannya ke dalam tas bekal. Sebelum keluar dan memberikannya pada Devan, Aruni mengirimkan Devan pesan singkat yang menyuruh Devan untuk keluar sebentar.

"Aku ke rumah Mba Aruni aja." Balas Devan.

"Nggak usah. Tunggu di luar aja ya. Depan pintu." Sejujurnya dia tidak mau Devan melewati batas pekarangan rumahnya lagi. Apalagi sudah malam dan statusnya kini seorang janda. Tinggal sendiri. Bagaimana kalau ada tetangga yang tidak sengaja melihat Devan masuk ke dalam rumahnya di malam hari. Aruni tidak mau gosip tidak sedap beredar di sekitar komplek tentang dirinya.

Aruni memasukkan ponselnya ke dalam saku sebelum membuka pintu. Hawa dingin bekas hujan langsung menerpa kulit wajahnya. Bahkan gerimis masih tersisa di luar sana.

Langkah Aruni tiba-tiba terhenti, saat pandangannya tengah lurus. Ke depan pagar rumahnya yang segaris dengan pintu masuk.

Tatapannya menangkap sesosok manusia yang berdiri di luar pagar. Hoodie hitamnya menutup sampai di atas kepala. Helai rambut panjangnya sedikit terselip keluar hoodie itu.

Walau sekilas karena wanita itu segera membalikkan diri dan melangkah cepat menjauhi rumah Aruni, Aruni bisa tahu siapa itu.

Aruni berlari. Segera mengejarnya. Dengan cepat berhasil menyusul. Gapaian tangannya pada lengan wanita itu, akhirnya membuat wanita itu berhenti.

"Kenapa kamu disini?" Sergah Aruni. Curiga.
Wanita itu terdiam sebentar sebelum berbalik, melihat Aruni.

"Maaf, aku cuma ingin tahu seperti apa istri Zio." Jawabnya. Dari nada bicaranya, terdengar tidak ada maksud lain. Seperti jujur. Namun kecurigaan Aruni tidak langsung hilang begitu saja. Dia masih waspada terhadap wanita di depannya.

Milik Tetangga [SELESAI]Where stories live. Discover now