13. Godaan Makan Malam

4.4K 53 1
                                    

Mobil itu menabrak mobil Devan. Menghantam di bagian depan mobil sebelah kanan. Tepat di samping kursi pengemudi.

Jendela kaca di sampingnya pecah. Devan memalingkan wajah dari pecahan kaca yang berhamburan di udara. Untung saja ada seat belt kalau tidak, tubuh Devan pasti sudah terpental hebat dari kursi.

Karena sangat terkejut butuh beberapa detik bagi Devan menyadari kalau mobilnya sudah ditabrak.

"Mba Runi?"

Aruni menggeleng pelan. "Nggak apa-apa Mas Dev. Mas Devan sendiri?"

Devan tidak menjawab. Cepat-cepat Devan melepas seat belt setelah memastikan keadaan Aruni baik-baik saja. Merangkak ke kursi belakang dari celah antara kursi pengemudi dan penumpang. Berusaha keluar dari pintu belakang karena pintu bagian depan rusak parah dan tidak bisa di buka.

Tabrakan tadi juga mendorong mobil hingga menghantam tembok di sebelah kirinya. Akibatnya pintu di sebelah Aruni juga tidak bisa terbuka. Aruni mengikuti jejak Devan keluar dari belakang dibantu oleh Devan.

Dengan amarah yang memuncak Devan menemui pengemudi mobil tersebut yang juga baru saja turun.

Seketika Devan mematung saat melihat seorang wanita paruh baya yang turun. Ia mengenalinya. Pasti begitupun juga dengan... Aruni. Devan menoleh ke arah Aruni di belakangnya yang juga terlihat terkejut.

"Mama Dian?" Panggil Aruni.

*

"Kamu... kenapa ada di sini?" Dian terkejut melihat Aruni juga ada di sana.

Kernyitan dalam terukir di kening Aruni melihat reaksi Dian. Bagaimana dia bisa ada di sana sekarang bukanlah hal yang begitu penting. Respon Dian sebagai orang yang sudah menabrak mobil orang lain membuat Aruni sedikit kesal. Kenapa Dian tidak terlihat berusaha meminta maaf pada Devan.

Devan berjalan mondar-mandir di sekitar mobilnya. Mengecek kerusakan yang terjadi.

Aruni tidak menjawab pertanyaan Dian. Namun saat Dian berbicara tadi Aruni bisa menghirup bau alkohol yang berasal dari mulut Dian. Dari dulu, Aruni sudah tahu kalau mabuk-mabukan adalah salah satu hobi mantan mama mertuanya itu.

Aruni mendekati Dian. "Mama nyetir sambil mabuk? Bahaya mah. Aduh." Aruni melirik ke arah Devan yang masih memeriksa mobilnya.

"Dia pengacara Aruni." Jelas Aruni lalu semakin mendekati Dian. Berbisik di telinga Dian. "Mama berurusan sama seorang pengacara."

Dian hanya terdiam dengan wajah paniknya.

Aruni menggigit bibir, pusing. Kenapa ada saja masalah yang terjadi.

Devan mungkin tidak akan melepaskan Dian begitu saja. Aruni merasa takut saat perhatian Devan kembali ke arah mereka.

"Menyetir dalam keadaan mabuk merupakan pelanggaran. Saya yakin anda tahu itu." Devan menatap tajam ke arah Dian. Gaya bahasanya berubah kaku, seperti saat dia sedang bekerja menghadapi klien atau saat di persidangan.

"Mas Dev," Aruni sudah muak berurusan dengan polisi. Dia tidak mau melihat kedua orang terdekatnya harus berurusan lagi dengan polisi sekarang, "kita bicarakan dulu. Mungkin bisa diselesaikan secara baik-baik."

Devan menarik napas panjang. Mencoba meredakan emosinya namun masih menatap Dian dengan tatapannya yang menusuk.

"Aku tidak akan mengusut hal ini kalau anda setuju untuk mengganti rugi segala kerusakan."

Devan melihat ke arah Aruni. "Setidaknya dia harus bertanggung jawab atas kelalaiannya sendiri." Ucap Devan merujuk untuk Dian.

Aruni menggigit bibirnya lagi lalu menoleh ke arah Dian. Mendengar Devan tidak akan mengusut hal ini sudah bagus. Aruni berharap Dian segera menyetujui syarat Devan untuk mengganti rugi.

Milik Tetangga [SELESAI]Where stories live. Discover now