7. Klien Devan

2.9K 41 1
                                    

Seorang wanita masuk ke sebuah ruang kerja dengan tergesa-gesa sambil menghampiri meja atasannya.

"Pak Dev. Ada telepon dari Pak Heri." Ucap wanita itu sambil menyodorkan ponsel di genggamannya.

"Loh, Heri belum dateng?" Devan mengernyit. Tidak biasanya rekan satu firma hukumnya itu datang terlambat.

Wanita itu menggeleng cepat. "Ini Pak, katanya urgent."

Devan mengambil alih ponsel dari tangan wanita itu.

"Kenapa, Her?" Tanya Devan langsung.

"Dev. Bokap gue kecelakaan. Gue mau terbang ke Macau sekarang. Gue lupa ada janji ketemu klien hari ini. Lo bisa gantiin gue?" Jelas Heri tanpa basa-basi. Jelas sekali nada panik dalam bicaranya.

Devan berpikir. Tidak ada alasan untuknya menolak permintaan Heri. Lagian, hitung-hitung menolong teman seangkatannya itu.

"Nggak apa-apa gue gantiin?" Devan memastikan.

"Iyalah. Ini juga kasus baru masuk kok. Thank you ya."

Sambungan langsung terputus secara sepihak.

"Mir!" Teriak Devan memanggil wanita yang tadi masuk.

"Ya, Pak?" Wanita bernama Mira itu langsung masuk ke dalam ruangan.

"Klien Heri dateng jam berapa?"

"Udah nunggu di bawah, Pak."

Devan tidak menduganya.

"Oh, suruh kesini kalau begitu."

Mira segera keluar setelah menerima ponselnya kembali. Beberapa saat kemudian kembali masuk bersama seseorang yang tidak asing bagi Devan.

"Mba Aruni?"

*

Kenapa Devan?

Aruni hanya diam menerima tatapan terkejut di depannya.

"Ibu, Pak Heri lagi ada masalah jadi nggak bisa nerima klien sementara waktu," jelas perempuan ramah yang membawa Aruni masuk tadi, "Jadi kalau nggak keberatan Pak Devan yang akan menggantikan Pak Heri."

Sebenarnya alasan Aruni mencari pengacara lain, salah satunya adalah demi menghindari tetangganya itu. Tapi kenapa sekarang yang ia jumpai malah Devan lagi?

"Tidak apa." Sahut Aruni tidak enak. Dia juga tidak bisa menolak terang-terangan di depan Devan.

Aruni membalas balik tatapan datar Devan setelah Mira pergi meninggalkan mereka berdua

Devan sebenarnya selalu baik, namun hanya karena kejadian tadi malam ia terlalu malu untuk kembali berhadapan dengan Devan.

"Duduklah." Devan menunjuk sebuah kursi di depan meja kerjanya.

Aruni duduk. Berharap Devan tidak menyindirnya tentang mencari pengacara lain ataupun mengungkit kembali kejadian malam itu.

"Apa yang membuat Mba Aruni kemari? Bukan untuk perceraian 'kan? Laki-laki itu... sudah mati." Tanya Devan begitu duduk di belakang mejanya sendiri. Di seberang Aruni.

"Memang bukan untuk perceraian." Sahut Aruni. "Tapi untuk kasus kematiannya."

Devan mengangkat kedua alisnya.

"Zio dibunuh." Jelas Aruni. Menjawab tatapan bertanya-tanya Devan. "Walau polisi masih menyelidiki tapi entah kenapa semua mengerucut kepada diriku. Mungkin aku akan dicurigai polisi nanti karena menjadi orang terakhir yang bertemu Zio. Apalagi setelah mereka tahu hubungan kami sedang tidak baik."

"Bagaimana dengan perampokan? Nggak ada yang mengarah kesana?"

"Ponsel Zio sempat hilang. Tapi, ditemukan menyangkut antara bebatuan di aliran sungai. Sementara barang lainnya tidak ada yang hilang. Polisi menduga orang yang melakukan itu hanya membuang ponsel untuk mengaburkan motif."

Milik Tetangga [SELESAI]Where stories live. Discover now