Rutinitas baru

703 80 18
                                    

Tiga hari berlalu. Semakin banyak waktu yang dihabiskan oleh mereka berdua. Tetapi Adel masih sering mendapati Flora sedang berbicara dengan Nabi.

Adel tiba di klinik, memegang sebuah map coklat berisikan laporan Flora semalam, "Laporan hari ini diserahin sama saya, Del..."

Ucapan suster, menahan Adel yang baru saja tiba, "Dokter Frans kemana, sus?" tanya Adel.

"Dokter sedang ada seminar di tiga kota, kemungkinan kembali minggu depan."

Adel hanya tersenyum, sebagai pertanda persetujuan mereka, "Tunggu!" sentak suster, menahan langkah kaki Adel yang ingin masuk.

Adel langsung paham dan duduk diruang tunggu, "Makanan gratis..." seru Adel, mencoba untuk tetap tersenyum.

Senyum palsu itu sangat dipahami oleh semua perawat yang ada diruangan tersebut, Adel hanya terlihat kuat untuk menghibur dirinya sendiri.

"Kalau gitu, Adel pergi dulu."

Berjalan di lorong klinik terasa sangat hampa. Rasa kesal yang tidak dapat diungkapkan, bercampur dengan sedih yang tertahan didalam batinnya.

"Del!"

Adel sudah di parkiran, dan mencari sumber suara yang memanggil namanya, "Adeeeeeel."

Sumber suara itu berasal dari dalam mobil yang baru saja tiba di klinik. Adel menunggu seseorang yang keluar dari dalam mobil setelah mereka memakirkan mobilnya.

"Maeng?" gumamnya. Melihat Marsha turun dari mobilnya, tetapi kelihatannya tidak sendirian.

Marsha yang baru saja tiba, turun dari mobil disusul oleh Zee yang ikut bersama dengannya. Mereka menghampiri Adel yang masih menunggu disamping mobil miliknya.

"Suaranya nggak asing, tapi gaib," ucap Adel, ketika mereka menghampiri.

"Lo juga udah di klakson nggak ngeliat, udah nggak tanda mobil gue?" jawab Zee.

"Gimana mau tanda, anaknya aja kebanyakan melamun," sambung Marsha, menyindirnya.

Adel hanya tertawa menjawab mereka, "Nih! Buat makan siang," kata Zee, memberikan makanan yang sudah dibeli mereka sebelum ke klinik.

"Kalian?" tanya Adel.

"Kita udah makan," jawab Marsha.

Adel mengajak mereka untuk duduk di kantin, karena percuma kalau masuk sekarang. Flora juga masih sedang asik dengan dunianya yang tidak dapat diganggu.

"Kamu gapapa, Del?" tanya Marsha yang masih kepikiran ketika melihat Adel berjalan melamun di parkiran tadi.

"Gue gak berguna banget jadi sahabat Flora," ujarnya, membuat Zee refleks memukul pundaknya, "CK! Apaansih."

"Bicara apasih!" bantah Marsha meliriknya sinis.

Seperti tidak memiliki teman untuk cerita, Adel memanfaatkan kehadiran Zee dan Marsha untuk meluapkan sedikit rasa sakitnya.

"Yalah! Gue nggak pernah tau soal masalah keluarganya, terus karena masalah itu dia jadi menciptakan seseorang untuk jadi teman ceritanya."

Ucapan Adel mengeluarkan isi hatinya, "Kalau aja... Gue lebih peka sama semua ucapan dia, pasti Flora nggak akan sejauh ini." lanjut Adel yang tanpa sengaja meneteskan air matanya, dan langsung diusapnya kembali.

"Lo nggak boleh ngomong gitu, Del!" bantah Zee yang tidak suka ucapannya, "Lo tetap sahabat yang baik buat Flora, tap-"

Adel memotong pembicaraan Zee, "Jangan munafik, Zee!!! Kalaupun ini semua menimpa Marsha, lo bakal ngerasa hal yang samakan?!"

Marsha menahan Zee untuk tidak mengatakan apapun lagi, "Kamu nyalahin diri kamu sendiri nggak akan menyelesaikan apapun, kan? Kamu udah jadi sahabat yang sangaaaaat baik. Flora sekalipun nggak akan suka denger semua ucapan kamu."

"Adel, aku sama Zee dateng kesini itu cuman mau ngingetin ke kamu... Kalau kamu nggak sendirian, kamu punya kita semua."

"Kalau lo butuh sesuatu, bisa hubungin kita. Sekalipun lo cuman butuh teman buat cerita, kita bakalan ada..." sambung Zee mencoba untuk menguatkan.

Adel terdiam tanpa kata, dia tetap menahan air matanya didepan mereka. Marha menyadari hal yang tertahan dari Adel, "Kalau bisa diluapin, kenapa harus dipendam sendirian?" ucap Marsha.

"Gue nangis juga nggak nyembuhin Flora," ucapnya ketus.

"Gue percaya, Flora bakalan sembuh... Terus, kita bakal main kayak dulu lagi," ucap Zee, dengan senyumnya.

"Aku juga percaya, Del..." sambung Marsha.

Adel mengalihkan pembicaraan mereka, dia tetap menahan air matanya sendiri, "Mau masuk?" tanya Adel.

Marsha dan Zee menyetujuinya dan ikut masuk kedalam, tetapi langkah mereka terhenti ketika perawat menahan mereka untuk masuk.

"Belum selesai, Del..." ucap perawat.

Adel langsung menoleh kearah Zee dan Marsha yang ada dibelakangnya, "Apanya, belum selesai?" tanya Marsha yang tidak paham.

Adel memutar layar monitor agar lebih terlihat oleh mereka berdua. Untuk pertama kalinya, mereka melihat Flora memiliki dunianya sendiri.

"Ini yang gue maksud, seseorang yang diciptakan Flora," ujar Adel.

Mendengarkan ucapan Adel tentang halusinasi parah yang diderita Flora, sembari menonton dan menyaksikan keadaannya sendiri. Air mata Marsha tidak terbendung.

"Kalian bakalan telat kalau nunggu," sambung Adel, "Maeng?" lanjut Adel, tersadar kalau Marsha menangis.

"Adel! Dunia Flora yang sebenarnya itu ada sama kita, aku percaya Flora bakalan sembuh."

Mata Adel ikut berkaca-kaca dan mengangguk, menyakinkan mereka kalau dia akan membawa kembali Flora berserta dunianya yang hampir hilang.

-Follow untuk dapat notif ceritanya dan jangan lupa like yaah🤍-
Boleh banget kalau mau minta feedback kok, boleh langsung komen disini atau di dm yah ntar aku mampir🤝🤍

diantara 'ADA' dan 'TIDAK'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang