27. ahh oberthinking!

Mulai dari awal
                                    

"Kamu, kenal?" Tanya Axel lirih.

"Dia pernah jadi murid aku dulu," kata Alana yang membuat Axel ber-oh-ria. Entah kenapa, Axel malah tertawa melihat hal itu. Ia tertawa karena melihat kemarahan Alana pada salah satu muridnya. Terlihat menggemaskan.

Menurut Axel, Alana masih menjadi Alana yang galak seperti dulu. Yang tidak bisa menghadapi mood swingnya yang berubah-ubah bak cuaca yang tidak jelas. Kadang hujan, kadang juga panas. Tidak papa, asal tidak musim salju saja. Haha! Garing!

Ternyata, sikap pemarahan Alana memang tertanam sejak kecil.

"Masih aja suka marah-marah," kata Axel sembari terkikik geli.

"Bu Guru cantik ini emang suka marah-marah, Om. Suka galau nggak jelas juga," tambah Edgar yang membuat Alana ingin menampar mulut Edgar menggunakan sepatu kacanya. Berani-beraninya, Edgar berkata seperti itu.

"Sabar saya sudah habis untuk menghadapi kamu, Edgar!"Alana kembali mempertegas perkataannya, "kamu benar-benar keterlaluan,"

"Sabar saya juga habis menunggu Ibu, untuk balik menyukai saya. Soalnya cinta bertepuk sebelah tangan itu sakit," kata Edgar yang membuat Axel tertawa lebar. Murid seberani Edgar memang jarang di temukan. Hingga membuat Axel tidak berhenti dari tertawanya.

"Otewe jadi berondongku nih," sahut Axel yang membuat Alana semakin kesal. Alana sudah memasang wajahnya yang judes. Siap akan memakan orang saat ini juga.

"Edgar! Kamu!"

"Siswa-siswa berani yang perlu dicontoh," sahut Axel lagi.

***

Alana kembali mengecek ponselnya lagi, berharap notifikasi pesan dari Gilang muncul untuk memberikannya kabar. Namun, dari kemarim juga laki-laki itu tidak memberikan dirinya kabar sama sekali.

Alana terlihat gelisah. Sehingga mengundang pertanyaan dari Ibunya sendiri.

"Sabar Nduk. Mungkin dia masih sibuk mengurusi kepindahannya. Nanti juga ngabarin," begitu kata sang Ibunda Alana. Namun, tidak surut menghilangkan rasa khawatir Alana terhadap Gilang.

Alana hanya mengiyakan perkataan Ibunya hanya untuk melegakan beliau saja.

Saat ini, kedua orang tua Alana sedang berkunjung kerumahnya. Mereka dari Jogja menuju Bandung hanya karena, ibu Alana juga tidak mau melihat anak semata wayangnya tinggal sendirian. Jadi, mereka memutuskan untuk menemani Alana untuk beberapa saat.

Apalagi, mereka mendengar kabar jika Alana saat ini sedang hamil.

Alana kembali masuk kedalam rumahnya, berharap jika ibunya tidak melihat kegelisahannya saat ini. Alana juga tidak mau membuat ibunya kepikiran dengan dirinya.

Hal seperti ini lah yang tidak disukai oleh Alana dalam hubungan jarak jauh. Overthinking yang tak berujung sama sekali. Membuatnya lebih cepat lelah daripada melakukan pekerjaan lain.

Overthinking yang telah berhasil membuat hati Alana diporakporandakan layaknya gelombang air laut yang pasang. Cukup deras menghantam bebatuan karang yang besar.

Terjebak dalam halusinasi yang buruk dalam diri sendiri. Tidak pernah ada ujungnya. Tidak mau seperti ini, namun takdir sudah menjadikannya seperti ini. Berdamai dengan overthinking adalah hal yang paling sulit untuk dilakukan.

Selalu saja hati berkata, 'tuh kan bener...'

Sudah beratus-ratus kali Alana menelpon Gilang, tapi ponsel Gilang tak menunjukkan jika ponselnya menyala.

Alana tidur diatas ranjangnya sembari menatap langit-langit kamar. Bohong jika Alana kesal dan marah dengan Gilang karena laki-laki itu tidak memberikannya kabar. Alana hanya terlalu sayang dengan Gilang. Alana hanya terlalu mencintai laki-laki itu.

Alana harus berbuat, apa?

Sudah beberapa hari ia ditinggalkan dengan Gilang, rasa rindunya sudah menggebu. Bukan karena lebay! Karena yang dirasakan oleh Alana memang seperti itu. Terlalu biasa bersama, membuat Alana tidak mau jauh dengan Gilang. Alana benar-benar merindukan laki-laki itu.

Sehingga membuat perempuan itu berhalusinasi jika Gilang saat ini sedang tidur bersamanya. Sangat sakit menerima kenyataannya. Tapi, begitulah adanya.

Alana kembali merembeskan air matanya. Semakin malam, semakin membuatnya ingin bersedih. Jika siang Alana bisa setegar itu, jika malam, Alana menangis.

Cuma diri sendiri yang mengerti. Seberapa jauh diri kita mengusahakan untuk bernaung ke tempat yang nyaman. Cuma diri sendiri yang tahu persis bagaimana perasaan ketika menjalani suatu hal yang tidak mudah. Dan yang paling berharga, cuma diri sendirilah yang tahu, betapa kerasnya membuat diri sendiri terlihat menjadi sempurna dimata orang lain.

Orang lain tidak akan pernah tahu, sehancurnya diri kita.

Ketika diluar sana lebih jahat, justru aku semakin jahat dengan diriku sendiri. Aku semakin tidak pernah untuk menghargai diriku sendiri. Dan aku semakin, membuat diriku sendiri terluka. Aku membiarkan luka-luka yang terus menginjak diriku tanpa henti. Aku sudah tidak peduli dengan diriku sendiri.

Overthinking Alana semakin menjadi-jadi. Semakin merembet kemana-mana. Jika biasanya, Gilang akan menghilangkan rasa overthinking itu, sekarang tidak lagi.

Ah! Rasa rindu memang merusak segalanya.

Alana teringat jika kebanyakan hubungan jarak jauh 95% tidak berhasil. Persenan kecil untuk keberhasilan hubungan jarak jauh. Bagaimana jika disana, Gilang menemukan perempuan yang lebih mengerti dari dirinya? Bagaimana jika Gilang disana menemukan kenyamanan di tempat, lain? Karena bagi Alana, berkomunikasi via sosial media saja tak cukup untuk melakukan hubungan jarak jauh. Apalagi jika Gilang menghilang tanpa kabar seperti ini.

Hah! Alana lelah! Alana mencoba berpikir positif, jika kemungkinan ini adalah hal pertama untuknya. Jadi, ia belum terbiasa. Mungkin, bertambahnya hari, akan membuat Alana semakin sedikit terbiasa.



CINTA PALING RUMIT ( Update setiap Hari)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang