10. keputusan

427 27 2
                                    

Untuk kamu, cintanya aku...
Walaupun kamu bukan cinta pertamaku, aku selalu melangitkan doa-doa untuk kita terus bersama

-Pravangasta Garnis

CINTA PALING RUMIT

Disaat semua orang mengira jika Alana adalah salah satu dari perempuan yang tidak cukup dengan satu laki-laki, orang tua Alana menjadi saksi bagaimana ketulusan perempuan itu dalam menyayangi Gilang dari sekedar apapun. Bahkan banyak pilihan yang mendekat, Alana hanya mampu bersama dengan satu hati yang membuatnya nyaman. Jangan ditanya lagi seberapa sayangnya Alana pada Gilang.

Gilang yang membuatnya cukup nyaman dari segi apapun. Gilang yang menjadi mood boosternya setiap mood swingnya tidak jelas. Laki-laki itu mampu membuat Alana kembali meraih senyumannya. Dari pertama kali ia melihat Gilang, Alana memang tidak menyukai laki-laki itu. Tidak seperti teman sepondoknya dulu, yang cukup excited menyukai Gilang. Namun, keacuhan Alana malah membuat Gilang semakin penasaran dengan Alana. Disaat teman-temannya menyukai dirinya, hanya Alana lah yang mampu menolehkan kepala jika Gilang didepannya. Kira-kira diibaratkan seperti itu.

Oke stop!

Dan sekarang, Alana begitu mencinta Gilang dengan ketulusannya.

Pernah tidak, menyayangi seseorang sampai, menangis? Menangis, bukan karena sedih. Namun, karena perasaan kita itu sangat tulus dengan seseorang. Terkadang, melihat seseorang yang kita sayangi sampai terharu. Dan bahkan sempat berpikir, 'kok bisa sih, aku sesayang ini sama, dia?'

Dan Alana, pernah berada di titik itu. Dititik dimana ia tidak bisa berkata apa-apa lagi selain ia mencintai Galang.

Katanya, jatuh cinta dengan orang yang rasa sayangnya lebih besar dari diri kita, kita sudah menemukan rumah yang tepat untuk pulang beristirahat. Karena rasa kenyamanan juga tidak bisa ditukar dengan uang. Dan katanya, jika menemukan orang yang tepat, kamu tidak perlu menjadi siapa-siapa dan tak di tuntut untuk menjadi sempurna dimatanya. Karena ruang pahamnya tersedia cukup luang.

"Melamun aja, bu? Kesambet loh nanti. Mending temenin saya aja main game," suara bariton milik seorang cowok itu telah membuat Alana menoleh ke samping untuk mencari sumber suara. Lalu, Alana hanya memutar bola matanya malas ketika melihat siapa yang duduk disampingnya. Alana menghela napas panjangnya. Malas walaupun hanya sekedar menanggapi Edgar yang saat ini merusak suasananya.

Yups! Murid kurang ajar itu selalu mengganggu ketenangan Alana. Ya, siapa lagi jika bukan Edgar Mahendra.

Karena saat ini juga Alana sedang duduk disalah satu gazebo yang berada di tepi danau buatan di taman belakang.  Karena disitu juga tempat paling nyaman dan dingin dihawa panas siang seperti ini.

"Kamu tuh lama-lama nggak sopan ya sama, saya?"Begitulah tegur Alana untuk Edgar.

"Saya ini ibu guru kamu loh disini," tambah Alana.

"Ya, siapa tau kan nanti jadi ibu dari anak-anak saya,"begitu kata Edgar yang membuat Alana semakin naik pitam. Tidak suka dengan Edgar yang lama-kelamaan tidak mempunyai sopan santun.

"Wah parah sih! Dicariin kemana-mana, ternyata dia lagi mojok ama bu guru cantik," terdengar suara bariton dari balik pohon beringin besar yang membuat Alana dan Edgar menoleh.

"Ngapain lo kesini?" tanya Edgar.

"Nyariin lo lah," sentak Ravindra, salah satu dari teman sejati Edgar.

"Gue kelilingin sekolahan ini ampe pusing pala gue," kata Farel, yang berdiri tepat di sebelah Ravindra.

"Bener boss Edgar," celetuk Arrayan dengan kacamata bingkai hitamnya. Biasanya, tipikal orang seperti ini terlihat culun.

CINTA PALING RUMIT ( Update setiap Hari)Where stories live. Discover now