24 (awal mula)

13 0 0
                                    

"Tuan, mau kah kuberi satu, rahasiaku?"

"Rahasia seperti apa itu, Nona?"

"Tapi, berjanjilah jika kau tidak akan membocorkannya kepada siapapun,"

"Aku akan berjanji nona,"

"Dari sekian ratusan milyaran manusia dibumi ini, aku tidak menyangka bisa menemukan manusia berhati baik dan berparas menawan disalah satu dari ratusan milyaran manusia, yaitu kamu,"

****

Apalagi sekarang?

"Kamu beneran, berangkat?" Alana bertanya kembali.

Perempuan itu baru saja membuka matanya dan melihat Gilang yang sudah rapi dengan kemeja hitamnya.

Cukup menyesakkan bagi Alana. Ketika tempat pulang ternyaman ada dipasangan, Allah menakdirkan dirinya harus LDR.

Gilang mendekat untuk memeluk Alana, "kamu baik-baik, ya,"

"Nggak ada yang baik-baik aja setelah kamu pergi," ucap Alana. Perempuan itu kembali menangis dalam pelukan Gilang.

Ahh! Alana sudah bertemu kembali dengan jarak. Jarak adalah salah satu penghambat seseorang untuk bertemu. Ini tidak lagi jarak yang dekat, namun jarak yang jauh.

Jarak sudah menjadi bagian dari hidup orang-orang yang melakukan hubungan jarak jauh. Semakin kesini semakin mengerti, jika yang memisahkan raga bukanlah kilometer. Namun, sebuah komunikasi. Jadi, jika temu belum menjadi jalan keluar untuk rindu yang menggebu, mungkin yang diperlukan adalah waktu luang untuk saling bercengkrama. Meskipun hanya melalui via ponsel cerdas.

Dan sekarang, Alana harus mulai bisa bersahabat dengan jarak. Ia harus akur dengan teman barunya. Sebenarnya, tidak mudah bagi Alana untuk melakukan hubungan jarak jauh.

Bagaimana jika rumah ternyamanmu untuk beristirahat adalah, pasangan? Namun, Tuhan memberikan hubungan jarak jauh?

Hubungan jarak jauh yang akan menuntut menahan kerinduan, harus selalu percaya tanpa adanya bukti dan yang paling utama adalah, harus tetap mencintai tanpa adanya pertemuan.

Ah! Masih banyak lagi hal-hal yang akan Alana temui nantinya.

"Alana..." Panggil Gilang dengan lembut, "mau sampai kapan kamu diemin, aku?" lanjut Gilang.

Memang benar jika Alana sedari kemarin memang mendiamkan Gilang. Ia mendiamkan Gilang karena ada tujuan dan sebabnya. Bagaimanapun juga, Alana tidak mau jauh dari Gilang. Walaupun di awal ia fine-fine saja, sebenarnya itu cuma menutupi kesedihannya saja.

"Sayang..." Panggil Gilang lagi. Alana sama sekali tidak merespon hilang sejak tadi malam. Jangan ditanya seberapa bengkaknya mata Alana sekarang. Karena terlalu banyak menangis.

"Aku besok berangkat. Kamu masih mau diemin aku, ya?" tanya Gilang lagi, "kalau kamu menuntut aku buat ngasih kabar kekamu, insyaallah aku bisa Alana. Aku akan meluangkan waktu untuk kita,"

Perkataan Gilang itu membuat Alana menoleh dan menatap kedua manik mata hazel milik Gilang. Sorot mata Alana terlihat marah dengan matanya yang sembab. Alana mendekati Gilang dengan emosi yang meledak saat ini juga.

Sudah sangat kesal dengan Gilang karena laki-laki itu tetap keukeuh menjalani hubungan jarak jauh dengannya.

Alana langsung menarik kerah Gilang sembari berkata, "KAMU TAU APA SOAL HUBUNGAN JARAK, JAUH? LDR ITU BULLSHIT! OMONG KOSONG! LDR ITU SEPERTI MENGENCANI BATU! KAMU NGGAK TAU TENTANG DUNIA! APALAGI SEKARANG?!" Emosi Alana benar-benar terkeluar kan saat ini juga. Nafasnya kembang kempis menahan emosinya yang meluap-luap. Dadanya sesak dan ingin menangis saat ini juga. Jantungnya berdegup dengan kencang karena emosinya.

"DENGERIN AKU! LDR ITU 90% OVERTHINKING DAN 10% RASA KANGEN! KAMU NGGAK PERNAH TAU RASANYA DITINGGAL SAMA ORANG YANG KITA SAYANG. SESAKIT ITU! TAPI KAMU NGGAK PERNAH NGERTI! AKU KURANG GIMANA LAGI SAMA KAMU! AKU NGGAK PERNAH NUNTUT APA-APA DARI KAMU!"

Emosi Alana benar-benar. Dan Gilang langsung malam-malam perempuan itu sembari mengelus punggung perempuan itu dengan lembut, "Sayang istighfar. Bukannya nggak boleh, tapi kasian kamu aja disana sendirian kalau aku kerja,"

Alana meronta dari pelukan Gilang sembari berkata, "alasan macam apa, itu?! Aku itu tanggung jawab kamu!" Sekarang Alana sedikit memelankan nada bicaranya. Nafasnya masih kembang kempis karena emosinya yang meluap. Kepalanya juga pusing. Badannya bergetar karena amarahnya. Ini lebih sakit! Jika kemarin-kemarin Alana menahan amarahnya, saat ini sudah tidak bisa ia tahan.

"Alana! Aku itu kerja dan nggak main-main disana. Kenapa kamu susah mengerti?" Gilang sedikit menegaskan suaranya.

"Aku susah ngertiin apalagi ke, kamu?! Oh jadi emang bener kalau aku ini beban buat kamu?! Jad--" Gilang membungkam mulut Alana. Lalu, ia lepaskan. Kemudian, Gilang memeluk Alana dengan hangat. Ia membawa kepala Alana semakin dekat dengan dadanya. Berharap perempuannya saat ini tenang berada didalam pelukannya. Namun, tangis Alana malah semakin pecah. Alana juga memukul-mukul dadanya.

Gilang tidak suka melihat perempuannya menangis. Namun, disatu sisi, Gilang harus melakukan hubungan jarak jauh. Tidak mungkin jika ia mengajak Alana ikut bersamanya. Gilang mempunyai alasan tersendiri mengapa laki-laki itu tidak membiarkan Alana ikut dengannya.

"Kamu jahat!" Sentak Alana.

"Iya aku jahat," kata Gilang dengan lembut sembari tetap menenggelamkan kepala perempuan itu di dada bidangnya.

"Kamu jahat banget!" lirih Alana lagi.

"Iya jahat banget," sahut Gilang dengan lirih. Laki-laki itu memaklumi kemarahan Alana kali ini. Mungkin disebabkan oleh hormon kehamilannya hingga tingkat kesensitifan perempuan itu menjadi-jadi.

Gilang juga sebenarnya tidak tega untuk meninggalkan Alana sendirian di Kota Bandung. Namun, sudah berulang kali juga laki-laki itu menawarkan jika Alana tinggal bersama kedua orang tuanya di Jogja. Namun, perempuan itu menolak. Mungkin karena juga Alana masih berstatus sebagai mahasiswa semester 5, sehingga membuatnya tidak ingin pulang ke kampungnya.

Apalagi dengan kondisi hamil muda seperti ini, sebenarnya membuat Gilang semakin resah karena harus meninggalkan perempuan itu sendirian. Yang seharusnya ia harus menemani Alana, namun ia malah pergi jauh.

***

CINTA PALING RUMIT ( Update setiap Hari)Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα