Bab 44 : Semua Pergi? Lalu Bagaimana?

205 33 6
                                    

Halo semua

Happy reading ...

***



***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.









Langkah Vano sempat terhenti, tatkala melihat Asa berdiri di depan dan menatap tepat kepadanya. Namun, cowok berambut cepak itu bersikap biasa saja karena merasa tidak ada urusan dengan Asa.

"Gimana kabar Rina?"

Vano menghentikan langkahnya tepat di samping Asa. Bibirnya menyunggingkan senyum saat mendengar tanya dari mulut rivalnya itu.

"Kenapa nggak tanya langsung?"

Asa menatap Vano tajam. "Kalau gue bisa hubungi Rina langsung, gue nggak bakal tanya ke lo."

Vano tersenyum miring. "Sekarang lo tau, kan, perbedaan gue sama lo."

"Brengsek!" umpat Asa kesal. "Gue nanya serius!"

"Gue juga serius, Brengsek!" balas Vano tak kalah kesal. "Seharusnya lo sadar sejak awal kalau lo salah milih lawan."

Vano langsung melangkahkan kakinya, pergi dari sana. Dia tidak mau terpancing emosi lebih dari ini. Sama halnya dengan Asa, vano sendiri tidak tahu kabar Rina. Cewek itu tidak membalas pesan atau menjawab panggilannya sejak tadi. Perasaannya juga tidak tenang. Rumah Rina terlihat sepi. Meski ingin sekali mampir untuk sekadar basa-basi menanyakan kabar, Vano tidak berani melakukannya. Ayahnya sudah berpesan untuk tidak mengganggu Rina dahulu. Setelah semalam berbicara dari hati ke hati dengan ayahnya dan ditambah dengan ceramah singkat bundanya tadi saat sarapan, Vano sedikit menahan diri. Dia tidak bisa terlalu jauh mencampuri urusan Rina dan keluarganya. Meski niat Vano hanya membantu dan tidak macam-macam, tetap saja harus punya batasan.

***

"Pagi, Bro! Untung banget hari ini nggak ada apel. Kalau ada, lo bakal kena hukum Bu Fanny karena telat."

Haikal menyambut kedatangan Vano dengan kabar yang sebenarnya sudah ia ketahui. Namun, Vano tidak menanggapi. Haikal tetaplah Haikal. Dia akan seperti itu meski dilarang sekalipun.

"Lo tau kenapa pagi ini nggak ada apel?" Haikal menaik turunkan alisnya dan tersenyum aneh.

Vano hanya mendesah pelan melihat tingkah konyol sahabatnya itu. Setelah meletakkan tas dan duduk di bangkunya, Vano menatap Haikal malas.

"Gue nggak tau dan nggak mau tau," ujar Vano malas.

"Ck, pagi-pagi udah sepet banget tuh muka. Kenapa sih lo? Masih kepikiran yang kemarin?"

Vano segera menutup mulut Haikal. Kabar tentang Eja belum diketahui orang lain dan Vano tidak mau ada omongan tidak enak tentang cewek itu.

"Lo bisa diem nggak sih? Ember banget mulut lo." Vano memperingatkan Haikal dengan gigi bergemertak. Rasanya ingin dia sumpal saja mulut Haikal yang selalu tanpa filter.

SMK (Suka saMa Kamu)Where stories live. Discover now