Bab 5 : Rasa Itu Masih Ada

362 59 7
                                    

Halo semua...

Masih ada yang nungguin kisahnya Vano dan Rina? Kali ini mulai ada clue kenapa mereka bisa berantem terus.

Jangan lupa follow dan share, ya

Happy reading...

***

***

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.


***





    

“Pagi, Na….”

Rina menyunggingkan senyum kepada Asa, cowok yang menyambutnya di dekat pintu gerbang sekolah.

“Tumben banget berangkat pagi.” Bukannya membalas sapaan Asa, Rina malah mempertanyakan kebiasaan cowok yang memang sudah langganan terlambat.

“Jadi nggak boleh, nih, gue berangkat pagi? Gue perlu balik lagi?”

“Gitu doang ngambek? Nggak banget.”

Sepasang muda-mudi itu berjalan beriringan menuju laboratorium film sebelum apel pagi dimulai. Kebetulan, jadwal mereka hari ini adalah pelajaran olahraga dan produktif. Karena itu, mereka akan seharian berada di laboratorium untuk menyelesaikan tugas sesuai konsentrasi keahlian.

“Siapa juga yang ngambek?” jawab Asa.

Rina tertawa mendengar ucapan Asa. Dua tahun mengenal cowok itu, membuat Rina sedikit banyak tahu sifat Asa yang sebenarnya. Meski dari luar terlihat dingin dan sulit didekati, Asa adalah tipe cowok yang manja. Sifat aslinya itu hanya akan diperlihatkan kepada orang-orang yang dianggapnya dekat. Jadi, Rina merasa beruntung bisa sedekat ini dengan Asa.

“Kemarin sampai rumah jam berapa?” tanya Asa mengalihkan pembicaraan.

“Hmm, Maghrib sampai rumah.” Rina menjawabnya ringan.

“Nanti lagi kalau pulang kesorean, gue anter.”

“Apaa, sih. Nggak usah,” tolak Rina, “lagian, gue bawa motor sendiri.”

Asa mengacak rambut rina gemas. Ia sama sekali tidak peduli dengan tatapan aneh dan bisik-bisik dari siswa-siswa lain. Bagi Asa, menggoda Rina dengan cara begini adalah kesenangan tersendiri. Kemarin waktu pergi lomba selama seminggu, Asa benar-benar merindukan momen seperti ini. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana hidupnya nanti jika Rina sudah tidak ada lagi di sekitarnya.

“Na, lo sudah mikirin nanti bakal lanjut ke mana?”

Raut Rina berubah. Setiap kali ditanya hal ini, ia merasa kurang nyaman. Setelah perceraian orang tuanya, jujur saja Rina tidak pernah memikirkan masa depannya. Ia hanya mengikuti alur hidup seperti air yang mengalir. Meski masih mempertahankan prestasinya di sekolah, Rina sama sekali tidak merasakan getaran apa pun.

“Belum tahu, Sa. Otak gue belum mikir sampai sana,” jawabnya santai dengan menyunggingkan senyum tipis.

“Mau sama gue? Gue ada rencana study aboard ke Aussie.”

SMK (Suka saMa Kamu)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant