Karena takut panas, sama seperti saat pertama kali menginjakkan kaki di Kerajaan Shira. Eliza dan Adelene membuat awan mendung dan angin yang membuat tubuh mereka agar tetap dingin.

Dengan senang hati mereka menerima hal itu.

"Ada toko kue yang baru buka di seberang sana, kalian mau ikut atau ingin berkeliling lagi?" Arlene bertanya, wanita itu mengambil kantung yang berisikan koin emas dari dalam tas yang dibawa oleh pelayan.

"Aku ikut," jawab Adelene langsung.

Tidak akan menolak jika sudah berurusan dengan makanan.

Yang lainnya menurut saja. Mengikuti langkah Arlene yang sudah berada di depan dengan pelayan yang berada di kedua sisi.

Mata Adelene memicing tajam, melihat gadis yang kemarin. Kakinya terus melangkah mengikuti Arlene, perut lah yang pertama untuk diisi.

Toko yang cukup ramai dan juga besar. Banyak orang yang mengantre di luar. Tanpa kendala apapun termasuk mengantre atau berdesakan Arlene dan lainnya di suruh masuk ke dalam oleh pelayan toko.

Banyak meja yang sudah terisi oleh orang-orang yang terlihat elegan dengan pakaian mewahnya. Mayoritas yang berada di dalam toko yang mereka datangi ini adalah perempuan.

"Hai Arlene," sapa seorang wanita yang mengenakan apron ungu.

Arlene membalas sapaan wanita itu dan memeluknya hangat. Adelene dan lainnya hanya diam di belakang dan mengamati sekitar dan orang orang yang berada di dalam terang-terangan melihat mereka.

"Wah siapa yang kau bawa?" tanya wanita itu senang. Melepaskan rangkulannya pada Arlene dan beralih berjalan mendekati Adelene dan lainnya.

"Salam hormat Saintess dan Sainess, sebuah kehormatan bagi saya kalian datang ke toko kue milikku." Wanita itu membungkukkan badan sedikit sebagai tanda penghormatan kepada Joan dan Veronica.

Joan dan Veronica hanya tersenyum tipis. Mereka mengangguk kecil sebagai balasan.

"Ayo mari ku antar ke lantai dua. Di lantai dua ada beberapa Lady juga."

Wanita itu berjalan terlebih dahulu. Dibelakang nya Arlene dan yang lain mengikuti dengan langkah perlahan. Menaiki tangga yang berbelok-belok, tidak terlalu tinggi memang tangga yang menghubungkan lantai satu dan dua.

Tidak butuh waktu lama, mereka sampai di lantai dua. Dimana banyak sekali para gadis dan juga beberapa orang yang mungkin menjadi salah satu orang tersohor di Kerajaan Phalia. Banyak mata menatap ke arah Adelene dan lainnya.

Berbeda dengan lantai satu yang meja-meja telah terisi penuh. Lantai dua sebaliknya, hanya beberapa orang yang berada di lantai dua dan itu dapat dihitung jari.

Tanpa melihat sedikitpun ke arah orang-orang yang menatap mereka penasaran. Langkah kaki Adelene berhenti di meja paling pojok, bersebelahan dengan beberapa Lady lainnya yang asik berbincang.

Adelene, Ravi, Eliza dan Alesya menduduki kursi yang mengelilingi meja bulat yang tak terlalu besar.

"Beberapa pelayan akan mengantarkan menu favorit di toko ku dan berbagai menu yang lainnya. Kalian harus mencoba semua kue yang aku jual!" Adelene terkikik geli, raut wajah bahagia wanita itu mampu menghiburnya.

"Bibi, apakah ada pie anggur?" tanya Adelene.

Wanita itu menoleh dan menatap Adelene.

"Tentu saja ada, kau ingin pie anggur? akan aku berikan padamu secara gratis!" Adelene merespons dengan tawa renyah.

"Aku ke bawah dulu, masih banyak pekerjaan yang harus aku lakukan."

Wanita itu pergi, saat sudah menghilang di balik tembok Adelene akhirnya bisa bernafas dengan tenang. Dia dan lainnya menunggu pelayan datang dan menyajikan makanan kepada mereka.

Adelene melihat-lihat ke sekitar. Lady lady yang berada di sekitarnya asik bercengkrama dengan hangat dan juga keanggunan mereka dapat dilihat oleh matanya sendiri, cara berbicara, makan kue, mengaduk teh dan juga tertawa.

Merinding sendiri saat membayangkan jika dirinya juga berperilaku anggun seperti lady pada umumnya.

Apalagi soal tertawa dan juga cara makan.

Jika diadakan perlombaan, sebelum memulai mungkin Adelene sudah didiskualifikasi terlebih dahulu sebelum mencoba untuk memenangkan perlombaan itu.

"Lihat, para Lady itu sangat anggun," bisik Ravi yang terdengar oleh telinga mereka bertiga.

Eliza memutar bola matanya malas, "jika dibandingkan dengan kau juga sangat jauh berbeda," ketus Eliza dengan suara pelan.

Ravi mendelik tak suka. Ia melototi Eliza dan hanya di respon wajah mengejek oleh peri cantik itu.

"Tolong sadar diri kalian berdua, kalian juga tidak ada anggunnya sama sekali," papar Adelene tanpa tahu diri.

Eliza dan Ravi menatap tajam Adelene.

"Sungguh tak sadar diri Lady Adelene ini," ejek Eliza.

"Tolong berkaca lah!" sungut Ravi.

Adelene tertawa pelan. Menjaga agar suara tawa dirinya tidak menggelar dan membuat berisik ruangan yang berisikan orang-orang kalangan atas yang sangat anggun.

Beberapa pelayan dengan nampan yang berisikan banyak macam kue, puding dan beberapa makanan berat lainnya. Satu persatu piring dan juga cawan beserta teko ke meja mereka. Di seberang sana, tempat Joan, Veronica dan Arlene serta dua pelayan juga dihidangkan menu yang serupa. Tidak lupa ke-tiga laki-laki yang lain duduknya berada tak jauh dari Joan dan lainnya berada, mereka mendapatkan menu yang sama.

Satu nampan yang berisikan pie diletakkan di hadapan Adelene, tidak hanya dirinya yang mendapatkan itu yang lainnya juga mendapatkan pie anggur yang berukuran sedang untuk satu porsi per orang.

Tanpa mau menunggu lama, Adelene mulai memakan pie anggur terlebih dahulu. Rasa asam bercampur manisnya anggur dipadukan dengan kue nya yang sangat terasa susunya. Adelene memakan satu potong pie hanya dengan tiga kali suapan.

Ia meraih teko dan menuangkan air yang berwarna kuning ke dalam cawan. Ia meneguk nya hingga tandas, "minumannya manis dan membuat tenggorokan ku segar."

Ravi dan lainnya memakan kue-kue yang berada di depan mereka dengan tenang, tidak seperti Adelene.

Adelene tak memperdulikan pandangan orang lain tentang dirinya walaupun ia tahu kalau sedari tadi ia diperhatikan oleh banyak pasang mata yang berada dalam satu ruangan dengannya.

Adelene tidak peduli.

-Adelene Dé Cloups-

Adelene Dé Cloups Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin