Bab 54

4.8K 198 93
                                    

"Aku mau naik pesawat. Nanti aku kabari lagi kalau sudah landing. Kamu mau otw ke sekolah Davka? Hati-hati ya. Kan nyetir sendiri. Ajak Bi Lilis biar nggak nyetir sendirian. Bye Sayang."

Thian segera mengakhiri panggilannya sebelum menghubungi Dharma 2.

Ponsel rahasianya tentu saja ia tinggalkan di kantor.

"Ya Sayaang?" jawab nada manja di seberang.

"Aku mau naik pesawat. Kayaknya aku baru malem masuk hotel. Aku kabari lagi nanti."

"Aku lagi prepare. Nggak sabar ketemu nanti malem. Aku udah bawa kondom sama lube. Kan kata kamu, Nina selalu ngecek isi koper kamu jadi nggak mungkin bawa kan?"

"Pinter. Ya udah. Nanti malem ketemu... "

"Rrrrrrrr..... "

"Rrrrr...." Thian tersenyum dan menutup panggilan saat akan memasuki pintu yang mengantarnya memasuki pesawat.

          
                 _______________________

Ini memang kebetulan, ia satu seat dengan Thian.

"Permisi Pak." Sherly terpaksa menarik sudut bibirnya selebar mungkin saat akan duduk di sebelah Thian yang berada di tengah.

"Wah Sherly di sini." Adnan yang duduk di dekat jendela menyambut ramah kehadirannya.

Tanpa banyak bicara Sherly segera duduk. Thian perlahan melirik Adnan yang duduk nyaman di dekat jendela. Ia ingin sekali bertukar tempat karena mendadak merasa canggung. Akan tetapi, ia merasa tidak enak dengan Sherly. Gadis itu pasti tersinggung. Ditambah, bertukar kursi selama berada dalam pesawat juga transportasi umum lainnya sangat tidak disarankan demi para penumpang sendiri.

Thian akhirnya hanya memilih diam dan membatin dalam hati. Dari semua orang kenapa harus Sherly? Kenapa harus gadis yang memergokinya bermain nakal dengan wanita lain? Thian rasa ia harus bertahan dengan situasi canggung ini selama satu jam ke depan.

Terdengar suara Inka yang sedang mengobrol santai dengan Geovani, Direktur Retail and Banking. Mereka duduk dua baris di depannya.

"Pak Raynor kloter ketiga, sayang banget ya? Nggak bakal sempat wisata kuliner dia." Adnan menoleh ke arah Sherly dan membuka obrolan.

"Iya Pak Adnan. Bapak ada tamu soalnya dari pagi. Nggak bisa di reschedule." Sherly menanggapi dengan ramah.

Thian hanya melirik dengan wajah dingin.

"Nanti kita beli bakso President sama es krim di Toko Oen ya? Udah lama banget nggak ke sana." Adnan tersenyum sejenak melirik Thian yang duduk di tengah tetapi hanya diam saja dan memilih menjadi pendengar. "Es krim di situ katanya enak Pak Thian."

Thian hanya melirik sambil menekan bibirnya. Adnan yang melihat reaksi datar Thian, akhirnya memutuskan berhenti basa-basi.

"Tadi sebelum naik pesawat saya kirim tautan link grup kloter kita Pak, cuma buat di Malang aja. Soalnya kan sebelun masuk ke hotel kita acara bebas dulu. Nanti join grup ya Pak?" Sherly menatap Adnan.

"Oke," sahut Adnan cepat.

"Pak Thian juga ya?" Sherly beralih menatap Thian.

Thian hanya melirik sambil mengangguk pelan.

Adnan diam-diam mengamati. Entah kenapa hari ini Thian begitu kaku. Seperti sedang tidak dalam mood yang baik. Padahal, semua orang tampak bersemangat ingin segera tiba di Malang. Anehnya, Thian bersikap kaku setelah Sherly datang. Sebelum gadis itu datang, mereka mengobrol santai seperti biasanya. Adnan membetulkan letak kaca matanya dan memutuskan tidak ambil pusing.

Dessert Rose [END]Where stories live. Discover now