Bab 19⚠️

11.5K 213 10
                                    

Dara hanya menatap hambar kotak makan siang di atas meja makan. Seperti kemarin, ia lebih memilih menyantap cake dan es krim.

Dara masih tidak berselera makan, sejak kejadian dua hari yang lalu. Ia bahkan masih belum lupa rasanya. Aroma amis serasa memenuhi kepala, saat cairan hangat dan kental memenuhi rongga mulutnya.

Sekarang Dara tidak berselera menyantap pisang.

Thian malam itu benar-benar kasar dan berengsek, melenceng jauh dari imajinasi mengenai suami takut istri yang akan kelewat memuja setiap inci bukit ranumnya dan kulit mulusnya. Padahal Dara sudah membayangkan, Thian akan tunduk seperti kerbau saat ia menggoda pria itu. Tapi sikap Thian sungguh berkebalikan dari perkiraannya.

Kedua mata Thian menatapnya dengan demikian rendah, nyaris tidak ada pemujaan di sana. Padahal, ia sempat melihat Thian terkagum-kagum melihat aksinya di tiang. Saat itu ia sudah sembilan puluh persen yakin, Thian akan jatuh sepenuhnya.

Nyatanya, malam itu Thian hanya memperlakukannya seperti sampah.

Dara sudah tidak tahu lagi harus bagaimana. Janji Lou bagai angin, hilang tak berbekas. Lou bahkan tidak menelponnya.

Airin membodoh-bodohinya. Masih mencari celah kesalahannya, seharusnya ia membangun rencana yang lebih matang untuk Thian.

Axel mulai mempertanyakan progres dari pergerakannya. Kepala Dara benar-benar pusing saat ini.

Thian ternyata lebih sulit daripada dugaannya.

Jadi sebenarnya pria seperti apa Thian itu? Awalnya begitu jinak-jinak merpati, tetapi kemarin Thian benar-benar memperlakukannya seperti pelacur murahan. Apa memang Thian seliar itu?

Dara merenungi sikap Thian, berusaha mempelajari pria itu ketika Airin muncul.

"Dara, lo ikut Pak Bian siang ini. Pak Bian sudah bikin janji ketemu sama Thian," ucapan Airin barusan membuat kedua mata Dara membelalak lebar. "Negosiasi terakhir," sambung Airin yang membuat Dara tertegun.

"Dessert Rose-nya diganti? Kalau kali ini gue gagal, Bian pake Dessert Rose lain?"

"Ya bisa aja. Gue nggak tahu gimana kesepakatan Bian sama Axel. Yang jelas Axel cuma bilang ini negosiasi terakhir. Kenapa?" Airin menarik kursi dan duduk di hadapannya.

"Bisa tetep gue aja yang handle Thian?"

"Kenapa?" Dahi Airin berkerut dan Dara kehilangan kata-kata. "Kenapa?" Airin mengulangi pertanyaannya.

"Gue mau proyek itu."

"Lo nggak mampu," tukas Airin cepat. "Gue nggak tahu gimana kelanjutan proyek Thian ini. Tapi daripada buang-buang waktu, mending lo kerjain proyek lain."

"Gue mau proyek Thian."

"Dara, lo udah gagal. Kesempatan lo tinggal nanti. Kemungkinan juga gagal. It's oke. Nggak semua proyek harus berhasil. Mungkin emang kali ini waktunya lo gagal. Terima aja udah. Mendingan kerjain proyek lain dari Axel dan lupain Thian."

"Gue belum gagal."

"Lo gagal. Seharusnya lo udah tidur sama Thian. Seharusnya lo udah bisa pengaruhin dia buat ambil tawaran Bian. Harusnya dengan bantuan Lou, lo udah bisa dapetin Thian. Tapi nyatanya, lo gagal."

"Siapa pun cewek yang dipilih Axel, bakal bernasib sama kayak gue. Thian itu sulit."

"Ya udah. Manfaatin kesempatan lo yang tinggal nanti siang. Kalo lo gagal, proyek Thian gue lepas. Kita kerjain proyek lain aja."

Dara hanya bisa menatap meja dengan sedih.

"Dara, lo kenapa?" Airin menatap tajam kedua matanya, seolah menyadari sesuatu yang tengah ia sembunyikan.

Dessert Rose [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang