Bab 3

8.5K 312 7
                                    

Dara siapa ya?

Entah mengapa, nama wanita dengan bibir merah wine itu tiba-tiba menyelinap ke dalam kepalanya.

Siang ini, di tengah meeting.

"Mayoritas transaksi nasabah kita melalui platform digital yang mencapai porsi 97,41 persen pada 2022..." Suara presentasi masuk ke dalam kepalanya.

Dara.
Thian kembali menyebut nama wanita berparas dingin itu.

"Sehingga, kita tinggal menyisakan layanan berbasis cabang sebesar 2,59 persen."

Thian memusatkan kembali kedua matanya pada layar proyektor. Mungkin ia akan mencari tahu setelah ini.

Sebenarnya wanita dengan tampang dingin atau ketus bukanlah seleranya. Tetapi saat melihat Dara, membuat Thian teringat akan burung laut dalam artian sebenarnya.

Dara tidak tampak seperti burung tentu saja. Akan tetapi tatapan pemburu yang dimiliki wanita itu mengingatkan Thian akan burung laut pemangsa ikan. Burung ini biasanya berburu secara berkelompok kemudian menukik dari ketinggian enam meter sebelum terjun ke dalam air.

Thian, sejak semalam merasa bagai mangsa empuk wanita itu. Entah kenapa sikap Dara menimbulkan perasaan aneh yang sebelumnya tidak pernah ada.

Sudah beberapa tahun terakhir, tidak ada wanita mana pun yang berani terang-terangan bersikap seperti itu kepadanya. Apalagi semenjak ia menikah. Tentu saja tidak ada, karena para wanita yang berinteraksi dengannya adalah wanita-wanita yang berada dalam lingkungan wajar dan situasi normal.

Paling sering, ia hanya ditatap dengan penuh kagum.

Ia bukan tipe lelaki yang suka mengunjungi kelab malam. Bukan tipe lelaki yang suka menghabiskan waktu dengan minum-minum di pub atau bar dengan kawanan teman-teman pria-nya. Jika pun harus mengunjungi tempat seperti itu, hanya sesekali saja atau dalam rangka urusan pekerjaan.

Terkadang beberapa rekanan memang ada yang suka bertemu di tempat-tempat seperti itu. Tetapi sudah sangat jarang semenjak beberapa tahun terakhir seiring dengan karirnya yang meningkat. Sehingga peluangnya untuk bertemu dengan wanita semacam Dara juga tidak ada.

Para wanita di lingkungan tempat kerjanya, juga sudah pasti amat segan hanya untuk sekadar melempar lirikan genit. Siapa yang berani? Tentu saja tidak ada.

Sebenarnya dulu Thian lumayan sering mendapati tatapan atau lirikan genit semacam itu. Tentu saja ia paham, jika ada seorang wanita yang sedang berusaha menggodanya. Akan tetapi ia tidak berniat sekali pun menanggapi dan melupakannya begitu saja. Karena ia tidak pernah merespon apa pun, godaan-godaan itu menjadi semakin tawar. Lama-lama para wanita segan menggodanya. Mereka semua akan merasa malu sebelum sempat memikirkannya.

Jadi atas beberapa alasan itu Thian menyempatkan waktu sejenak seusai meeting, hanya untuk mencari sosok selebriti kurang terkenal bernama Dara di laman Instagram-nya.

Thian hanya penasaran, teman Lou yang mana yang bernasib kurang beruntung di dunia seni hiburan, sehingga harus bernasib menjadi pelicin dalam mempermudah negosiasi suap?

Pasti selebriti kurang terkenal alias sekuter yang akhirnya terpaksa menerima tawaran untuk menjajal dunia prostitusi. Thian tidak bisa memikirkan kemungkinan lainnya. Ia sedikit banyak mengetahui sisi gelap dunia hiburan karena Lou juga berkecimpung di bidang itu.

Di ruangannya yang sepi, Thian duduk membelakangi dinding kaca yang menampilkan gedung-gedung bertingkat.
Kotak makan siang yang berisi menu diet di atas meja sudah habis tak bersisa, menyisakan minuman yoghurt yang akan ia nikmati selagi dingin. Thian memang berniat menjaga berat badannya meski tidak pernah menjadi gemuk. Menjaga penampilan agar tetap menarik menjelang usia empat puluh, merupakan suatu hal yang benar-benar ia usahakan.

Dessert Rose [END]Where stories live. Discover now