Bab 16

5.1K 151 10
                                    

'Lou, kapan gue bisa ketemu Thian?'

Senyuman Lou lepas begitu saja, saat membaca pesan masuk dari Dara. Lihatlah pelacur putus asa ini, sudah sangat ingin bertemu dengan Thian sampai rela menemaninya semalaman.

Thian, dari dulu memang magnet kaum hawa. Thian tidak perlu melakukan apa-apa, hanya diam dan perempuan akan berdatangan.

Sejak kecil ia sudah biasa mendengar telepon di rumahnya berdering berkali-kali. Saat itu belum ada ponsel. Para penelpon itu kebanyakan para gadis yang mengagumi Thian. Siapa saja yang mengangkat telepon, entah ibunya atau asisten rumah tangga, akan berbohong mengatakan Thian sedang tidur atau tidak ada di rumah demi kenyamanan bersama.

Thian mulai memiliki banyak pengagum sejak usia remaja. Tubuh Thian menjulang tinggi, suaranya semakin berat dan wajahnya semakin tegas.

Ia sering dijadikan tameng untuk menolak halus para perempuan yang nekat. Kadang para perempuan yang memiliki jabatan atau sukses, sampai nekat menggunakan relasi kuasa untuk mendapatkan Thian. Tentu Lou belum lupa salah satu dosen yang kerap membuat Thian mengajaknya ikut mendatangi kediaman wanita itu.

Lou masih ingat wanita itu sangat perhatian pada Thian. Sebenarnya Lou agak lupa, apa yang tepatnya Thian lakukan di sana. Sepertinya merevisi tugas dan semacam itu.

Intinya, Thian diidam-idamkan.

Ia pun tumbuh menjadi idaman perempuan. Sama seperti Thian. Sejak kecil, diam-diam menyimpan kekaguman pada kakak satu-satunya. Bagaimana bisa ada lelaki setampan itu? Lou hanya ingin tumbuh seperti Thian. Ia memang mewarisi pesona itu, tetapi tidak berniat seperti Thian yang seolah tahan godaan.

Seolah, karena Lou yakin Thian tidak sesuci itu. Saat masih kecil ia pernah tidak sengaja mengetahui perbuatan janggal Thian dan beberapa masih tertinggal di ingatannya.

Salah satunya, ia pernah tidak sengaja mengintip Thian berciuman dengan dosennya. Ingatan itu melekat kuat di kepalanya sampai sekarang.

Siang itu Thian mengajak dirinya kembali mengunjungi rumah dosen cantik.

Dosen cantik, seingat Lou begitu ia menamai dosen yang bahkan ia sudah lupa namanya. Seperti biasa Thian berakhir di kursi ruang tamu dosennya, hampir selalu dengan kertas dan catatan juga laptop di atas meja. Entah membahas apa, Lou saat itu kurang mengerti. Sementara ia yang sering dilanda bosan, memilih menikmati makanan ringan yang sudah disediakan sambil bermain di halaman dengan kucing peliharaan dosen cantik itu.

Lou ingat, saat itu ia bosan bermain sendirian di halaman. Jadi ia memutuskan segera masuk ke dalam rumah dan tidak menemukan Thian juga dosen cantik. Ia menenggak minuman di atas meja dan kembali ke halaman demi melanjutkan misinya berburu belalang. Namun saat melewati jendela yang tirainya sedikit terbuka, ia tanpa sengaja melihat Thian berciuman dengan dosennya.

Saat itu Lou hanya mematung di tempatnya, saat tanpa sengaja melihat pemandangan yang sungguh tidak layak ditonton anak kecil. Ia melihat Thian berciuman. Bahkan bayangan itu masih tertinggal jelas di kepalanya, bagaimana mereka duduk di tepi ranjang dan kedua tangan dosen itu merengkuh leher Thian.

Karena bingung, ia berlari ke dalam dan memanggil Thian. Tidak lama kemudian Thian muncul tergagap dari balik pintu.

Setahunya, saat itu Thian sudah punya seorang teman perempuan yang selalu datang ke rumah. Teman perempuan berwajah cantik bernama Aleksandra, yang kini ia pahami sebagai pacar Thian. Dulu saat ia masih kecil, ibunya hanya menyebut Aleksandra sebagai teman Thian.

Lambat laun Lou menyadari, apa yang sebenarnya terjadi pada hari itu. Lou menarik kesimpulan, sebenarnya Thian masih bisa tergoda. Hanya saja lihat-lihat siapa yang menggoda.

Dessert Rose [END]Onde histórias criam vida. Descubra agora