Bab 40

4.2K 200 62
                                    

Apa salahku?

Pertanyaan itu kini berulang-ulang muncul di kepalanya.

Kenapa aku dikhianati? Adalah pertanyaan susulan yang Nina tidak akan pernah menemukan jawabannya, kecuali ia menanyakannya langsung pada Thian. Akan tetapi Nina memilih menanyakannya nanti, saat ia sudah mengetahui siapa sosok perempuan yang menjadi selingkuhan Thian. Nina memilih menundanya, saat ia sudah menemukan bukti lebih banyak lagi.

Nina sungguh ingin tahu, perempuan seperti apa yang sudah menggoda hati Thian? Yang Nina tahu, suaminya selama ini adalah pria lurus. Jangankan bermain wanita, melirik wanita lain saja tidak pernah. Jadi seperti apa wanita yang berhasil membuat Thian goyah?

Namun risiko terhadap pilihan sikapnya ini, ternyata sangat berat bagi hatinya. Tidak dipungkiri mempengaruhi sikapnya terhadap Thian. Ia tidak bisa menyembunyikan rasa kesal dan sakit hatinya.

Seperti malam ini, ketika Thian kembali menginginkannya.

"Thian, sori aku nggak enak badan. Aku capek." Nina berakhir memunggungi Thian yang di jam satu malam mendatangi dirinya. Ia sedang tidur nyenyak saat sentuhan tangan Thian membuatnya terbangun.

Thian hanya menatap kosong punggung Nina yang tidak bergeming. Istrinya bahkan tidak menoleh, hanya menggumam dalam kantuknya lalu kembali tidur.

Frustasi, Thian batal tidur dan menyahut kotak rokoknya. Ia ingin menenangkan rasa kesalnya di tepi kolam.

Kenapa Nina jadi malas-malasan bercinta? Thian menatap hampa kolam renang yang tenang. Sudah satu minggu lebih sejak kepulangan Nina dari Bali, dan ini ketiga kalinya mereka gagal bercinta. Pertama, saat Nina mengakui melepas KB. Kedua, kemarin lusa. Ia ingin tapi Nina menolak dengan alasan lelah. Ketiga, hari ini.

Bahkan tidak ada raut penyesalan saat Nina menolak dirinya. Istrinya berbeda, tidak seperti biasanya. Padahal Nina tahu, ia sangat membutuhkan hal yang satu itu.

Hal lainnya, Nina juga bersikap lebih dingin dan acuh terhadap dirinya. Ada apa sebenarnya? Apa semua ini karena Nina sudah sangat ingin memiliki anak lagi? Thian mempertimbangkan alasan yang mendasari perubahan sikap Nina.

Ia tentu saja sudah pernah bertanya mengenai perubahan sikap Nina. Tetapi Nina hanya menjawab tidak ada apa-apa.

"Ck!" Thian mendecih pelan. Kepalanya pusing. Luar biasa menyiksa saat ia begitu merindukan Nina dan ingin menumpahkan hasratnya, akan tetapi Nina selalu berakhir menolaknya seperti ini.

Entah Nina kelelahan karena apa. Istrinya itu tampak sehat. Bahkan tadi sebelum tidur, ia sempat elihat Nina tertawa saat menonton drama Korea.

Saat ia di kantor, Nina juga terkesan tidak begitu antusias saat menerima panggilan telepon darinya. Suara istrinya terdengar datar. Nina bahkan sering membisu di panggilan telepon. Nina juga tampak tidak begitu peduli ketika ia pulang bekerja dan lebih sering menghabiskan waktu bersama Davka. Tentu untuk yang terakhir Thian tidak bisa marah. Tapi ia benar-benar tidak ditemani. Ia tidak diajak bicara juga tidak ditemani makan malam.

Ada apa sebenarnya? Thian bertanya-tanya sendirian.

Thian menyesap lesu rokoknya. Lagi-lagi ia harus mengandalkan tangannya sendiri. Sungguh bercinta dengan tangannya sendiri tidak ada apa-apanya dibanding tubuh perempuan. Thian menghembuskan napas berat.

Entah sampai kapan, Nina akan seperti ini.

_____________________

"Pagi." Thian muncul di ruangan dengan wajah lesu. Bahkan bibirnya sulit tersenyum.

"Pagi Pak Thian," jawab Inka dengan riang, seperti biasanya.

Inka segera membuntuti langkah Thian yang tampak gontai. Diam-diam memperhatikan Thian yang terlihat tidak bersemangat. Tiga hari terakhir, Thian memang tampak lesu.

Dessert Rose [END]On viuen les histories. Descobreix ara