Bab 42

4K 174 61
                                    

Thian baru saja sampai di kamarnya. Tadi begitu tiba di rumah, ia menemani Davka bermain sebentar. Ia tertegun saat melihat perlengkapan make up Nina masih berserakan di bawah meja dan di atas karpet. Jadi sejak tadi Nina tidak membereskan perlengkapan make up yang ia buat berantakan?

Thian menghembuskan napas berat. Ia berlutut dan mulai memungut satu demi satu perlengkapan make up Nina yang berserakan. Ia melihat lipstik MAC, Dior, dan berbagai merek make up lain.

Pintu terbuka dan Thian melirik kesal ke arah Nina yang berdiri menatapnya dengan sengit.

Thian segera menjatuhkan kembali perlengkapan make up Nina dari tangannya.

"Apa kamu nggak suruh ART beresin kamar sama sekali?" tanya Thian dengan raut kesal.

"Bukan mereka yang berantakin meja riasku. Kenapa mereka harus tanggung jawab sama kekacauan yang bukan ulah mereka?"

Thian membanting make up di hadapannya ke atas lantai hingga pecah. Ia melihat bedak berserakan di atas karpet.

"Apa mereka yang pake baju-baju kita? Apa mereka yang mandi di kamar mandi kita? Nggak kan? Aku bayar mereka ada tujuannya!" Thian berteriak marah. Emosinya sudah tidak terbendung.

Nina menatap tajam dari tempatnya berdiri. Beberapa hari terakhir ia juga menyimpan amarahnya sendiri. Ia ingin berteriak dan mengamuk sejadi-jadinya di hadapan Thian. Tetapi saat ini ia tidak bisa membongkar kedok perselingkuhan Thian. Tidak, sampai ia mengetahui siapa perempuan itu.

"Aku aja yang beresin." Nina segera berlutut dan memungut perlengkapan riasnya dengan cepat.

"Kamu kenapa?" tanya Thian yang juga masih dalam posisi berlutut.

Nina hanya acuh dan memilih mengabaikan pertanyaannya.

"Kamu kenapa? Aku suami kamu! Jawab kalau aku tanya!" Thian melotot marah.

"Aku juga istri kamu! Tanya yang bener! Nggak usah teriak-teriak!"

"Aku udah tanya bener nggak kamu jawab!"

"Tanya nanti! Aku sibuk! Apa kamu nggak liat!"

Thian menghela napas panjang. Berusaha menetralkan debar amarah di dada.

"Aku nggak tahu salahku apa. Kenapa kamu gini sama aku! Kamu kenapa?" tanya Thian dengan raut frustasi.

Nina hanya diam sambil menahan tangis. Ia ingin sekali menjawab, akan tetapi kalimat itu tertahan di bibirnya. Berikutnya ia hanya menjatuhkan air mata.

Thian tertegun. Ia heran kenapa Nina malah menangis. Apa ia terlalu kasar? Selama pernikahan mereka, ia memang tidak pernah bersikap berengsek di hadapan Nina. Ia selalu berlaku lembut. Selama ini tidak ada masalah yang begitu berarti, yang mengharuskan mereka bertengkar hebat. Pernikahan mereka bisa dikatakan 95℅ baik-baik saja. Tidak ada masalah yang begitu pelik ketika keuangan amat sangat stabil. Semua berjalan sangat baik-baik saja hingga akhir-akhir ini.

"Aku nggak tahu kamu kenapa. Kamu tolak aku. Kamu nggak mau lihat aku. Kamu diemin aku. Kamu nggak mau aku cium. Sebenernya kamu kenapa? Apa salahku? Bilang. Supaya aku tahu, apa yang bikin kamu marah. Aku nggak akan ngerti kalau kamu nggak bilang." Thian melembutkan nada suaranya.

Nina tetap tidak mau melihatnya. Istrinya itu hanya memberesi perlengkapan riasnya dengan sesenggukan. Tapi perlengkapan dari tangan Nina kembali jatuh ke atas karpet tanpa pernah sampai ke meja rias. Bagaimana mau sampai? Nina kini menangis sesenggukan di hadapannya.

"Sudah sini aku aja yang beresin. Kamu istirahat aja." Thian menghembuskan napas berat dan dengan cepat membereskan perlengkapan rias Nina hingga tidak satu pun tersisa. Thian juga membersihkan bedak Nina yang pecah di atas karpet.

Dessert Rose [END]Where stories live. Discover now