Bab 48⚠️

12.4K 194 43
                                    

Lumatan di bibir setelah gigitan kecil dari Thian membuat Dara menanggapi gejolak lapar itu dengan reaksi serupa. Pintu baru saja ditutup dan Thian segera merengkuh pinggang rampingnya, membawa tubuhnya tenggelam dalam jerat pelukan lelaki itu.

Deru napas Thian terdengar sangat jelas. Jemari Dara bergerak cepat melepas satu demi satu kancing kemeja Thian.

Semua berlangsung begitu cepat. Tidak perlu pemanasan terlalu lama karena merindukan Thian sudah membuat liangnya siap. Hanya dengan memikirkan Thian gejolaknya merambat naik.

Desah mereka bersahut-sahutan, napas panas beradu di depan wajah satu sama lain. Thian membiarkan dirinya bergerak sebebas mungkin, semaunya demi menuntaskan hasrat liar yang sempat terbelenggu.

Seringai wajah Dara membuatnya ingin lebih kencang lagi, hingga desah tak beraturan menjelma pekikan. Jejak kemerahan ia tinggalkan pada dada sekal wanita itu. Sedikit gemas, menggigit sedikit pucuk mungil menggemaskan.

"Auw!" Dara reflek memekik kesakitan.

Thian hanya menunjukkan cengiran nakal.

Persetubuhan semakin panas. Thian bebas menggerung dan mengerang, mengiringi desahan tertahan Dara.

Pelacur itu meracau keenakan, tentang kejantanannya yang amat tangguh dan perkasa.

Sementara Dara, ia benar-benar tidak berbohong. Ia tidak sedang berakting demi mengangkat ego kliennya. Thian bahkan bukan kliennya. Lelaki itu tidak menawarkan uang juga cinta, tetapi hanya dekap merangkap nikmat yang sangat jarang ia dapatkan meski bertugas menjadi pelayan nafsu laki-laki.

Thian, membuatnya merasa sesak di bawah sana. Pergerakan lelaki itu juga luar biasa garang. Kejantanan Thian benar-benar terasa solid. Memanjakan setiap inchi dinding liang kewanitaannya hingga membuatnya menyerah kalah. Pekikan Dara menggema lebih keras, dengan kedua lengan memeluk erat-erat pejantan tangguh yang sayangnya merupakan suami orang.

Erangan Thian di telinganya mengiringi kejantanan yang dibenamkan semakin dalam. Selanjutnya hanya ada deru napas tak beraturan di telinganya. Telapak tangan Dara menyusuri punggung licin Thian.

Thian mengangkat wajahnya dan tersenyum menatap Dara. "Besok lagi. Giliran kamu senengin aku."

Tawa renyah Dara berderai seketika. Dengan gemas ia menciumi bibir Thian. Lelaki ini sudah tergila-gila dengan tubuhnya.

"Siap Pak. Atau mau besok pagi? Nginep sini aja." Dara berusaha merayu. Ia ingin menyimpan Thian lama-lama di kamarnya.

Thian menarik tubuhnya dan merebahkan diri di sebelah Dara.

"Nggak bisa. Aku harus pulang."

"Padahal aku masih kangen. Kamu hebat banget." Dara mengecup gemas dada bidang Thian.

"Bulan depan, aku ada rapat kerja di Malang." Thian memutuskan menceritakan kesepakatan yang diambil bersama para dewan direksi di akhir meeting siang tadi. "Kamu bisa nyusul aku ke sana?" Thian melirik Dara.

Dara tentu saja mengangguk dengan wajah girang. "Istri kamu gimana?"

"Sudah aku bilang jangan bahas istri aku." Thian segera membungkam bibir Dara dengan telunjuknya. "Istri aku, urusan aku. Bukan urusan kamu."

Dara segera mengangguk. "Aku bakal susul kamu ke Malang."

Thian segera bangkit dan menuju kamar mandi. "Aku mau mandi. Keringetan."

Dara bergegas menyusul Thian dan memberikan handuk. "Bentar, aku pipis dulu." Ia mendahului masuk ke kamar mandi.

Setelah menyelesaikan urusannya, Dara segera menarik lengan Thian yang sudah menunggu di depan kamar mandi.

Dessert Rose [END]Where stories live. Discover now