Bab 44⚠️

11.8K 196 69
                                    

Pelacur itu menyambutnya dengan senyuman teramat lebar begitu ia menginjakkan kaki di lobi.

Thian membuntuti Dara yang sudah mengenakan baju tidur dan berjalan menuju lift. Sejenak ia memperhatikan daster sebatas paha yang sebenarnya tampak biasa saja. Hanya menampakkan sedikit kulit di atas lutut, tetapi otaknya sudah terlanjur kotor.

Pintu lift terbuka. Thian mengikuti Dara. Mereka sampai pada salah satu pintu. Dara membuka pintu dan mempersilahkannya masuk.

"Maaf ya, tempat aku kecil." Dara tersenyum.

Thian melangkah masuk dan mengamati sejenak suasana di apartemen Dara.

Ia melihat ruang tamu, meja makan, dan dapur. Kedua matanya bahkan sudah bisa menangkap pintu kaca menuju balkon.

Memang kecil.

Thian melepas sepatunya dan menginjakkan kaki ke atas karpet sebelum duduk di sofa tanpa merasa perlu menunggu ijin Dara. Ia yakin pasti diijinkan.

"Mau minum apa?" Dara berjalan menuju kulkas.

"Air putih aja." jawab Thian sambil meletakkan ponsel di atas meja kemudian mengaktifkan mode senyap.

"Masa cuma air putih?"

"Apa aja. Cepet please." Thian melirik jam tangannya.

Dara kembali dengan minuman teh kemasan. "Sabar Pak. Udah nafsu?"

"Istri aku nunggu," jawab Thian dengan tatapan gemas.

"Ahahaha!" tawa Dara lepas begitu saja. "Itu juga yang kamu bilang, waktu pertama kali kita ketemu!"

Thian hanya mengangkat kedua alis kemudian membuka botol teh kemasan di atas meja.

"Kenapa tiba-tiba pingin lagi? Yang kemarin enak ya?" goda Dara pada Thian yang sedang menenggak minumannya.

Thian kembali menutup botol minumannya sebelum menjawab, "Enak."

Senyuman Dara mengembang lebih lebar.

"Enak banget. Kamu hebat. Ayo lagi." Thian menatap nakal tubuh ranum Dara yang tersembunyi di balik daster. Ia tidak akan ragu memuji performa binal pelacur itu.

Tidak butuh waktu lama agar ia kembali tenggelam dalam pelukan Dara. Desah tertahan wanita itu bagai nyanyian merdu di telinganya. Ranjang Dara berguncang, seiring aktivitas panas mereka di atas ranjang. Thian menggerung nikmat, saat kejantanannya melesak kencang di dalam celah rapat Dara.

Ia hanya mau selangkangan nikmat Dara.

Pelacur itu tak henti-hentinya mencumbu wajah dan bibirnya.

Satu hentakan keras mengawali denyut nikmat di bawah sana, sebelum hentakan lain yang menyusul lebih pelan.

Thian berhenti dengan napas tersengal di telinga Dara.

Tubuhnya kini seringan kapas setelah bercinta seperti banteng di musim kawin.

Thian menarik pelan dirinya dan menemukan senyuman Dara.

Sebatang rokok dinyalakan, setelah ia melepas kondom dan membersihkan diri seperlunya di kamar mandi. Thian memilih merokok sebentar di balkon sebelum pulang.

"Kamu bakal sering mampir?" tanya Dara pada Thian yang tampak sedang memandangi suasana gedung-gedung bertingkat di luar sana.

"Maybe."

"Kamu udah kasih aku nomer khusus."

"Nomor itu aku tinggal di kantor." Thian melirik Dara. "Kalau pas aku ke sini, ya aku telpon kamu kayak tadi pake nomor yang biasanya. Habis gitu aku blokir lagi nomor kamu."

Dessert Rose [END]Where stories live. Discover now