Bab 4 ⚠️🔞

24.4K 325 21
                                    

Pukul sepuluh malam, Thian baru saja tiba saat mendapati rumahnya tampak sepi. Kemana semua orang? Ia menutup pintu dan mengamati keadaan sekeliling, benar-benar hening. Jendela kaca sudah tertutup tirai. Thian melewati ruang tamu dan tiba di ruang keluarga. Ia meletakkan tasnya begitu saja di atas sofa besar berwarna light grey yang menghadap televisi berukuran besar.

Sepatunya menginjak karpet abu-abu gelap. Ia menatap ke arah pintu kaca yang menghadap halaman samping rumah. Tidak terlihat Davka yang biasanya bermain di tepi kolam renang. Benar-benar hening. Apa semua orang sudah tidur?

Thian menuju ruang makan dan membuka kulkas empat pintu, kemudian mengamati sejenak keadaan kulkasnya yang penuh. Pilihannya jatuh pada sebotol air mineral dingin. Thian segera membuka botol yang masih tersegel dan menenggak hingga separuh botol. Ia meletakkan begitu saja sisa minumannya di atas meja kemudian bergegas menaiki tangga menuju lantai dua.

Thian melepas kancing teratas kemejanya, sementara dasinya sudah ia tanggalkan di kantor. Ia melewati kamar Davka dan membuka pintu perlahan. Ia melihat putra semata wayangnya itu sudah tertidur pulas di balik selimut. Thian berjalan mendekat dan duduk dengan perlahan di tepi tempat tidur, tidak ingin membuat Davka terbangun.

Di bawah cahaya temaram ia menatap wajah Davka. Diam-diam tersenyum memuji ketampanan putra tunggalnya. Davka mewarisi mata elangnya, juga hidung mancungnya. Kulit Davka lebih terang dari kulitnya, mirip seperti kulit Nina yang lebih cerah.

"Sleep tight, Son... " bisiknya pelan sebelum mendaratkan ciuman pada kepala Davka.

Thian kemudian bangkit dan mematikan lampu, sebelum kembali menutup pintu. Kemudian ia berjalan menuju pintu lainnya.

Thian baru saja akan membuka pintu, ketika pintu di hadapannya lebih dulu terbuka dan wanita dengan bibir merah wine muncul dalam balutan lingerie satin berwarna senada.

Dagunya terjatuh begitu saja. Nyaris tidak percaya Nina muncul dalam penampilan yang sangat niat. Maksud Thian, riasan di wajah Nina. Biasanya Nina memberinya kesan kecantikan polos dengan lip gloss tipis di atas bibir.

"Wow." Thian menatap takjub. Lebih tepatnya sedikit terkejut.

Dari semua warna lipstik, kenapa merah wine? Ingatannya kembali terseret pada sosok asing di antah berantah.

"Selamat malam, Pak Thian Mahadevan." Nina menarik sedikit sudut bibirnya. Kedua mata genit menatap suaminya sendiri, yang kini tampak sangat terpukau dengan penampilannya malam ini.

Oh. Tanpa sadar Thian mengangkat kedua alis. Sapaan yang sama, bahkan Ia masih mengingat dengan jelas, bagaimana Dara menyapanya di malam itu. Benar-benar serupa meski Nina tidak tampak sedingin wanita itu.

Kedua mata Thian bergerak menyusuri leher jenjang istrinya dan terhenti pada sepasang payudara sekal yang masih tampak kencang.

Sepertinya tidak jauh berbeda dengan milik Dara. Eh, apa?

Thian tertegun, bukan dalam rangka mengagumi payudara. Tetapi luar biasa heran dengan apa yang baru saja terlintas di kepalanya.

Pagutan ujung jemari Nina pada dagunya membuat perhatian Thian kembali terpusat pada istrinya.

Senyuman nakal Thian mengembang, tatapannya menjelma liar, suatu reaksi yang hanya bisa disaksikan oleh Nina. Thian menerobos masuk, menutup pintu dan mendorong Nina hingga terjatuh ke atas ranjang besar mereka.

Tawa kecil Nina berderai, menggema indah di telinganya.

"Nggak ganti baju dulu?" Nina mengingatkan.

Thian tidak peduli. Tadi di kantor sebelum pulang ia sudah menyikat gigi dan sedikit bersih-bersih area di bawah sana. Seharian ia tidak berkeringat dan tetap terlihat tampan anggun berkarisma di dalam ruangan ber-AC.

Dessert Rose [END]Where stories live. Discover now