Bab 47⚠️

12.4K 177 38
                                    

Thian baru saja selesai mandi dan berganti pakaian. Ia naik ke atas ranjang dan merebahkan tubuhnya dengan nyaman ketika Nina muncul dari dalam kamar ganti dengan mengenakan gaun satin berwarna lembut. Thian tentu tidak lupa akan janjinya tadi pagi. Senyumannya mengembang pelan saat melihat Nina berjalan mendekati ranjang.

Sebenarnya, tubuh Nina dan Dara bahkan hampir sama. Sama-sama kecil dan ramping dengan buah dada sekal dan berisi, tapi tidak terlalu besar. Seleranya memang yang seperti itu. Bahkan jika dilihat-lihat lagi, sebenarnya masih satu tipe. Diam-diam Thian menyimpan heran terhadap dirinya sendiri. Sebenarnya yang ia cari? Toh, di rumah sudah ada istrinya. Kenapa ia harus mencari yang satu tipe di luar rumah?

Thian sendiri juga bingung menjawab pertanyaannya sendiri. Bahkan meski Nina lebih tua daripada Dara, mereka tampak seperti seumuran.

Apa karena Dara kelewat binal?

Nina naik ke atas ranjang dengan senyuman sarat makna. Thian tahu ini malamnya Nina. Jadi ia akan memberikan seluruh waktu dan sentuhannya demi memuaskan jiwa raga istrinya ini.

Thian menyambut wajah Nina yang kian dekat. Bibirnya memagut lembut bibir Nina.

Lebih baik pelan-pelan saja dan menikmati suasana bercinta. Thian sedang tidak ingin terburu-buru bak mengejar durasi. Ciuman Nina beralih pada lehernya. Rupanya, istrinya sedang ingin lebih agresif malam ini.

Kecupan Nina menyusuri dadanya yang masih tertutup kaos. Nina menarik karet celananya sambil melirik genit.

Bibir Thian otomatis terbuka begitu saja. Ia kira, ia yang akan lebih banyak bekerja keras menyenangkan Nina.

"Kangen Abhijay." Nina segera menarik karet celana Thian tetapi membiarkan celana dalam Thian tertinggal.

Kebetulan, Thian sedang mengenakan celana dalam putih.

Nina melirik sejenak tonjolan kejantanan Thian. Mustahil perempuan itu menolak menyervis Thian dengan cara paling menggoda sekalipun. Siapa yang tidak bergairah melihat lelaki tampan dengan perkakas gagah?

Nina mengelus lembut kejantanan Thian yang masih terbungkus celana dalam. Thian menelan ludah, sambil menanti-nanti apa yang akan dilakukan Nina selanjutnya.

Gerakan Nina berikutnya sungguh membuat Thian menahan napas. Istrinya itu mencumbui kejantanannya yang masih terbungkus celana dalam.

"Nina... " Thian menahan wajah Nina dengan hati-hati ketika menyadari lisptik istrinya meninggalkan jejak di celana dalamnya. "Lipstik kamu... "

Nina perlahan mendongak. Thian rupanya sungguh menyadari hal ini. Namun kenapa saat bersama perempuan lain itu Thian tidak menyadarinya? Apa kejadiannya sudah terlanjur seperti saat ini?

"Lipstik kamu ninggal jejak," ucap Thian dengan rona malu di wajah.

"Eh iya. Ya udah masukin keranjang cuci aja."

"Jangan. Aku malu kalau dilihat Esih sama Bibi Lilis." Thian tersenyum geli.

Nina tanpa sadar menatap heran. Ternyata Thian sungguh menyadari akan hal ini. Thian sama sekali tidak ceroboh.

"Nanti aku cuci sendiri aja di wastafel kamar mandi. Aku nggak mau mereka berimajinasi yang nggak-nggak tentang kita.... "

"Oh... " Hanya itu yang keluar dari bibir Nina.

Kenapa sikap Thian sungguh jauh dari bayangannya? Kenapa dengan perempuan lain itu Thian bisa ceroboh?

Sudah kepalang tanggung. Nina memilih menuntaskan apa yang sudah ia mulai meski sebenarnya sedang tidak bernafsu. Tadi ia hanya ingin mengecek reaksi Thian.

Dessert Rose [END]On viuen les histories. Descobreix ara